Advertorial
Intisari-Online.com- Agama Israel berbagi sejumlah karakteristik dengan agama-agama orang-orang tetangganya.
Para ahli telah lama mencatat kesejajaran antara penciptaan dan mitos banjir Mesopotamia serta Mesir dan yang ditemukan dalam Alkitab Ibrani.
Dewa Israel, YHWH, juga berbagi banyak karakteristik dan julukan dengan para dewa Kanaan, El dan Baal.
Pentingnya Perjanjian (The Covenant)
Baca Juga :Benarkah Imigran Bermata Biru Mengubah Israel Kuno 6500 Tahun Lalu?
Hubungan orang Israel dengan YHWH, bagaimanapun, membedakan mereka dari tetangga mereka.
Hubungan ini didasarkan pada perjanjian yang mengikat YHWH dan Israel satu sama lain melalui serangkaian kewajiban.
Dengan demikian, para penulis Alkitab menggambarkan korelasi langsung antara kemakmuran para leluhur (Abraham, Ishak, dan Yakub) dan kesetiaan mereka kepada YHWH.
Demikian pula, pembebasan orang Israel dari Mesir ke Tanah Suci dilakukan sebagai syarat bagi orang Israel mengikuti sila-sila YHWH.
Baca Juga :2700 Warga Israel Tewas, Perang Yom Kippur Beri Dunia Pandangan Mengerikan Akan Perang Modern
Oleh karena itu, para penulis Alkitab menghubungkan kemalangan yang menimpa orang Israel (malapetaka dan kegagalan militer, dll).
Karena kegagalan orang Israel untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perjanjian ini.
Kuil Pertama
Pendirian Kuil di bawah Daud dan Salomo (sekitar 1000 SM) menandai perkembangan besar dalam agama Israel.
Kuil ini dimaksudkan sebagai titik fokus resmi untuk agama Israel menggantikan tempat-tempat suci keluarga dan tempat-tempat pemujaan pada masa-masa sebelumnya.
Ia berfungsi sebagai tempat utama untuk pengorbanan, ibadah, dan ziarah umum.
Mungkin yang paling penting, Kuil berfungsi sebagai simbol kehadiran YHWH di antara orang Israel, dan dengan perluasan, perlindungan ilahi.
Meskipun ada upaya untuk memusatkan kultus Israel ini, bukti alkitabiah dan arkeologis menunjukkan bahwa situs kultus tradisional dan kuil keluarga terus ada di seluruh monarki (c. 1000-587 SM).
Para nabi alkitabiah memainkan peran khusus dalam agama Israel. Mereka dengan keras mengutuk pengkhianatan agama, termasuk menyembah dewa-dewa asing.
Mereka juga sangat vokal dalam intoleransi mereka terhadap ketidakadilan sosial, terutama penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh para elit Israel.
Nabi Yesaya abad kedelapan SM, bahkan lebih jauh menyatakan bahwa praktik keagamaan, termasuk pengorbanan dan perayaan festival, tidak ada artinya selama ketidakadilan sosial tetap ada.
Pengasingan Babel
Baca Juga :Ini Alasan Pasangan yang Benar-benar Bahagia Jarang Mengunggah Kebersamaan Mereka di Media Sosial
Pengasingan Babel memiliki dampak serius pada agama Israel.
Bait Suci dihancurkan, dinasti "kekal" Daud terputus, dan orang-orangnya diusir dari tanah yang telah YHWH berikan.
Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan keagamaan selama pengasingan kecuali bahwa hari-hari khidmat ditetapkan untuk meratapi hilangnya institusi Israel.
Kuil Kedua
Kembalinya dari pengasingan adalah upaya untuk menyatukan orang-orang Yahudi dengan orang-orang seperti Ezra dan Nehemia (pemimpin awal periode Kuil Kedua).
Namun, langkah-langkah semacam itu diatasi dengan ketidakpuasan yang tumbuh.
Sebagaimana terbukti dari tulisan-tulisan apokaliptik pada masa itu dan munculnya banyak sekte.
Orang- orang Farisi dan Saduki adalah dua kelompok yang paling menonjol pada masa itu.
Baca Juga: Bangsa Yahudi Terkenal Cerdas, Ternyata 7 Faktor Inilah Penyebabnya, Apa Saja?
Orang-orang Farisi, yang dianggap sebagai pendahulu dari tradisi rabinik, mempromosikan memasukkan agama ke dalam setiap aspek kehidupan dan umumnya menolak Hellenisme.
Orang Saduki, dengan ikatan keimamatan, mempertahankan identitas agama mereka, tetapi lebih terbuka terhadap budaya Helenistik.
Kelompok-kelompok lain, seperti kaum Eseni, memiliki kepercayaan yang lebih radikal.
Orang-orang Kristen Yahudi awal adalah sekte Yahudi yang signifikan lainnya.
Baca Juga :Benarkah Imigran Bermata Biru Mengubah Israel Kuno 6500 Tahun Lalu?
Penghancuran Kuil Kedua dan Munculnya Yudaisme Rabinik
Kehancuran Bait suci yang telah menjadi pusatkegiatan agama dan politik bagi orang-orang Yahudi, merupakan tantangan yang besar.
Orang-orang yang Yahudi selamat dari krisis ini pun memainkan peran kecil selama periode Bait Suci Kedua.
Sinagoge menyerap peran Kuil sebagai tempat ibadah, belajar, doa menggantikan pengorbanan; para rabi berusaha menggantikan para imam sebagai guru dan wali atas hukum.
Kemampuan para rabi untuk mengadaptasi tradisi alkitabiah - termasuk hukum makanan , ketaatan terhadap Shabbat, festival, dan pemujaan-pemujaan lainnya akhirnya bertahan selama berabad-abad. (*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari