Advertorial
Intisari-Online.com - Sejak awal tahun 2020 hingga hari, Senin (18/5/2020), seluruh dunia berjuang melawan pandemi virus corona (Covid-19).
Artinya sudah 5 bulan lamanya virus ini menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia dan membuat kita harus berada di dalam rumahentah sampai kapan.
Salah satu dampak yang paling terasa adalah bidang ekonomi.
Namun, ada lagi satu dampak virus corona yang mungkin akan kita rasakan.
Dilansir dari nypost.com pada Senin (18/5/2020), para ahli di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengklaim bahwa pada akhir tahun ini,lebih dari seperempat miliar orang di seluruh dunia akan alami kelaparan akibat pandemi virus corona.
Pernyataan itu bukan tanpa alasan.
Saat ini, 135 juta orang di 55 negara berpenghasilan rendah dan menengah, khususnya di seluruh wilayah kering Afrika dan Timur Tengah, menderita kelaparan akut.
Hal itu menurut Laporan Global Krisis Pangan 2020, sebuah makalah yang disusun sebelum epidemi yang diterbitkan Senin ini.
Sebagai tambahan pada laporan mereka, Program Pangan Dunia (WFP) PBB sekarang memperkirakan bahwa jumlahnya dapat berlipat dua menjadi 265 juta sebagai dampak pandemi dan iklim yang berubah dengan cepat berlangsung.
"Skenario di negara-negara miskin terlalu mengerikan untuk dipahami," kata kepala ekonom WFP Arif Husain dalam sebuah pernyataan.
“Kita harus bersiap untuk gelombang kedua dan ketiga dari virus mematikan ini."
"Orang-orang kehilangan mata pencaharian dan pendapatan mereka, pada saat yang sama, juga pasti merasakan rantai kebutuhan terganggu."
"Tak heran, masalah kelaparan akan meningkat dua kali lipatdi seluruh dunia.”
Pada dasarnya, penurunan ekonomi globalsudah menjadi bencana besar bagi mereka yang sudah miskin.
Terutama kelas menengah perkotaan dan penerima upah harian.
Itu belum seberapa.
Bagaimana dengan mereka yang berada di "zona konflik" seperti di Nigeria, Sudan Selatan, Suriah dan Yaman?
Tanpa pandemi virus corona, merekasudah dipaksa keluar dari rumah mereka dan masuk ke kamp-kamp pengungsi.
Di mana tentu kondisimemang sudah kekurangan gizi dan kelaparan.
Belum lagi, permukiman kumuh perkotaan yang tidak bersih yang membuat semakin berisiko tinggi untuk terpapar.
"Ini adalahhal yang paling saya khawatirkan," kata Husain.
"Bahkan tanpa Covid-19, hidup mereka seperti 'tergantung pada seutas benang'."
"Negara-negara seperti ini bergantung pada aliran perdagangan internasional."
Sebagai contoh, pada tahun 2018, Somalia kering dan Sudan Selatan mengimpor 40 juta ton biji-bijian.
Mereka mendapatkannya dari Amerika Serikat yang memproduksi sekitar 431,6 juta ton sereal, kebanyakan jagung, antara 2018 dan 2019.
Namun bagaimana jika Amerika Serikat kini tengah goyang karena pandemi virus corona?
Tentu produksi mereka akan berkurang.
Belum lagi, karena pandemi negara-negara di Asia dan Eropatelah membatasi ekspor berbagai biji-bijian, termasuk beras, gandum, kedelai dan gandum, lapor Reuters.
Hussein menyerukan langkah-langkah oleh beberapa negara untuk mengganggu jalur pasokan global.
Sementara itu, negara-negara penghasil minyak seperti Angola dan Nigeria mengalami 'pukulan besar' karena harga minyak melihat rekor terendah.
Dan negara-negara berhutang akan lumpuh oleh penurunan ekonomi global.