Advertorial
Intisari-Online.com-Bukan hal yang mengherankan jika Korea Utara kerap meluncurkan rudal-rudalnya, dengan dalih latihan militer.
Di tengah pandemi virus corona saja, Korut dilaporkan beberapa kali meluncurkan rudal balistik ke laut dalam rangka latihan militer.
Korea Selatan menganggap tindakan Korut tersebut sebagai "tidak pantas" di tengah pandemi global virus corona.
Di lain waktu, Korea Selatan bereaksi lebih tegas terhadap tindakan Korut.
Yakni pada tahun 2016, ketika Korut kembali menguji coba ledakan bom nuklirnya.
Militer Korsel yang dibuat makin ketar-ketir langsung membalasnya dengan mengerahkan ‘peralatan militer’ berupa rangkaian speaker raksasa.
Rangkaian speaker dalam jumlah besar itu ditempatkan di bangunan khusus di zona demiliterisasi Panmunjom dan menghadap langsung ke wilayah Korut.
Tujuan utama penempatan speaker raksasa sebagai alat propaganda perang urat saraf itu adalah untuk ‘menyerang’ Korut dengan menyiarkan musik K-pop, memberikan informasi perkembangan Korsel yang makin makmur dibanding Korut, dan menyiarkan kondisi serta situasi cuaca.
Dengan suara speaker raksasa yang demikian keras dan lokasinya berada di atas bukit, suara spekaer propaganda bisa itu di dengar di wilayah Korut hingga puluhan kilometer jaraknya.
Meskipun materi dari siaran speaker raksasa yang selalu dijaga ketat pasukan Korsel itu sebenarnya bukan merupakan olok-olok terhadap Korut, Kim Jong Un sempat dibuat gusar dan stress.
Untuk meluapkan rasa kegusarannya itu, Kim Jong Un telah beberapa kali memerintahkan pasukannya untuk melancarkan serangan militer berupa gempuran artileri ke wilayah terdepan Korsel.
Tapi setelah Korut pada bulan April 2018 secara tiba-tiba menyatakan akan membekukan program nuklir dan uji coba peluncuran rudal balistiknya serta bersedia melakukan perundingan damai dengan Korsel, serangan propaganda menggunakan speaker raksasa pun dihentikan.
Dari sisi perang urat saraf, pengaruh propaganda menggunakan speaker raksasa sebenarnya cukup berhasil karena siaran musik K-pop ternyata sangat digemari oleh warga Korut.
Kim Jong Un sendiri ternyata sangat menyukai musik K-pop.
Ketika para pejabat tinggi Korsel bersama para artis K-pop berkunjung ke Korut pada Maret 2018 sambil menampilkan pertunjukkan musik K-pop, Kim Jong Un bahkan bersedia menyalami para artis Korsel.
Jadi, ada kemungkinan Kim Jong Un yang kerap stress gara-gara siaran sepaker raksasa Korsel ‘hanya pura-pura stres’ karena faktanya rakyat Korut dan Kim Jong Un sendiri sangat menyukai musik K-pop.
Yang jelas jika diamati ‘serangan budaya Korsel’ yang dilancarkan militer Korsel menggunakan speaker raksasanya cukup berhasil.
Kim Jong Un yang kemudian bersedia membekukan program nuklirnya, dan bahkan mau melakukan pembicaraan damai dengan Presiden Korsel Moon Jae-in, ada kemungkinan besar hatinya jadi luruh setelah terpesona oleh penampilan para artis K-pop saat tampil di Korut.
Agustinus Winardi