Advertorial
Intisari-Online.com -Baru tiga tahun menjalani hidup perkawinan, toh Jane, sebut saja demikian, sudah terlibat 10 kasus penyelewengan. Itu yang tercotat resmi, belum lagi yang tak ketahuan!
Kadang dia memang merasa risih, tapi dorongan itu selalu muncul. Yang jelas, dia ingin menaklukkan pria sebanyak mungkin. Kalau bisa justru yang ganteng, berkantong tebal dan sudah beristri.
Orang-orang seperti Jane, komentar para ahli, kabarnya memang begitu yakin dirinya amat menarik. Daya pikat mereka sungguh luar biasa hingga amat gampang menggaet laki-laki mana pun yang diminatinya.
Entah memang bentuk tubuhnya yang sudah aduhai atau sikap tubuh yang genit kemanjaan "mengundang". Kendati di sisi lain, terlintas pula dalam benak mereka, ketakutan bakal terjebak dalam kejalangan dan kemunafikan.
Akhirnya, Jane pun terpaksa menelan pil pahit : bercerai akibat ulahnya sendiri! Meski tidak berarti masalah telah selesai. Karena dengan pacar gelapnya yang terbaru toh dia punya masalah lagi.
Soalnya, Jane memang tidak pernah merasa puas. Dalam sehari dia bisa minta "jatah" lima atau enam kali! Dia baru akan berhenti kalau sudah betul-betul teler atau jika si pacar sudah tak berdaya melayaninya.
Seolah hanya dengan cara inilah ia bisa menunjukkan bahwa dirinya memang hebat. Boleh dibilang, keinginan erotis Jane nyaris tak terpadamkan.
Sayangnya, dia jadi kerap terlambat pergi ke kantor. Tentu saja bosnya acap kali menegur lantaran hasil kerjanya sering kurang beres. Kekasihnya pun lama-lama kesal.
Ia merasa diperalat semata-mata demi kepuasan seks Jane. Yang lebih parah, si pacar pun berani memutuskan hubungan yang sempat terjalin.
Kecanduan seks
Kegilaan erotis seperti yang dialami Jane, dengan satu atau banyak lelaki, merupakati gejala kecanduan seksual. Sekitar empat persen penduduk AS diperkirakan menghadapi masalah ini. Bahkan diduga prosentasenya lebih besar.
Karena dari hasil penelitian, 19 persen pria dan 16 persen wanita yang menikah mengaku pernah terlibat sedikitnya lima affair.
Baca juga:Sadomasokisme Bisa Memberikan Efek Yang Sama Seperti Meditasi
Patrick Carnes, penulis Understanding Sexual Addiction berpendapat, penyelewengan semacam ini merupakan pola kompensasi atas segala bentuk stres yang dialami pelaku.
Mereka lalu berusaha menjauhkan diri dari romantisme kehidupan suami istri.
Meskipun yang mengupayakan pengobatan mayoritas pria, bukan berarti pendenta wanita lebih sedikit. Karena bagi wanita, masalah ini lebih terselubung lantaran mana ada sih wanita yang mau dianggap murahan?
Sikap demikian bisa dimengerti. Soalnya menurut norma-norma kemasyarakatan, penyelewengan itu sendiri sudah merupakan hal tabu yang cukup memalukan. Apalagi jika diikuti "penyakit" gila seks.
Lain lagi cerita mengenai Monika, juga bukan nama sebenarnya. Wanita bertubuh seksi ini, katanya, punya koleksi lebih 300 pria yang pernah jadi teman tidurnya!
Sayangnya, ia mengaku tak pernah mencapai kepuasan dengan para lelaki perkasa itu.
Setelah "diperiksa", ternyata motivasinya memang rada aneh. Dengan lari dari satu pelukan ke pelukan lelaki lain, ibu dua anak ini ternyata tidak mencari kepuasaan atau kesenangan jasmani semata. Melainkan "balas dendam" atas kekosongan batinnya.
Terus terang, ia merasa dirinya paling cantik dan dicintai tiap kali berada dalam pelukan laki-laki yang dikencaninya. Karena begitu si lelaki mulai menikmati gairah, Monika justru menyalahkan dirinya dan si lelaki yang telah "berdosa" menodai kesucian perkawinan masing-masing.
Itu sebabnya, ia nyaris tak pernah kencan dua kali dengan lelaki yang sama.
Luka batin
Mereka yang mengalami gangguan tersebut, lanjut Patrick, diduga semasa kecilnya hidup dalam suasana semrawut. "Penderita" biasanya merupakan korban tokoh otoriter dan senantiasa hidup di bawah tekanan.
Baca juga:Banyak yang Percaya Daging Kambing Bisa Dongkrak Gairah Seksual, Jangan Diikuti!
Hingga orang semacam ini konon akan sulit memperoleh kepuasaan dalam segala hal. Selain itu mereka umumnya kurang tanggap akan risiko pola hidup liar yang mereka jalani. Semisal penyakit kelamin akibat kontak bebas.
Soalnya, orang yang menderita kegilaan seks akan selalu mencari sesuatu yang fresh from the oven. Paling tidak yang memungkinkan dirinya memperoleh kepuasaan sementara rahasia penyimpangan mereka tetap terjaga rapi.
Sedangkan Karla, agak berbeda dari kedua rekannya. Ia cenderung memilih laki-laki yang justru membahayakan dirinya. Seorang kekasihnya, misalnya, bertipe kasar dan keras. Begitu juga tuntutannya di atas ranjang.
Lainnya malah gemar "membelai" tubuh Karla dengan ujung pisau saat mereka bermesraan! Sementara cowok terbarunya hobi mengikatnya kuat-kuat bak seekor anjing kudisan.
Apa sih sebetulnya yang membuat mereka nekad? "Penderita" konon tengah berupaya keras menghapus luka batin mereka. Dengan cara itulah, kata para ahli, mereka berusaha mencari perhatian dan meringankan beban.
Pikiran mereka dipenuhi khayalan kelewat indah tentang petualangan cinta! Tak mengherankan jika mereka merasa jadi putri tercantik setiap kali berhasil menaklukkan pria.
"Sebetulnya wanita-wanita demikian justru patut dikasihani. Mereka adalah orang-orang frustrasi yang masa kecilnya tak indah. Hingga mereka terus berupaya mencari sumbersumber kenikmatan yang dianggap dapat mengisi kekosongannya," jelas Patrick.
Kemungkinan lain, mereka merupakan bayi-bayi yang tak diinginkan. Dan untuk menghindari kenyataan getir tersebut, mereka menempuh pola hidup demikian.
Melepas dendam
Sekitar 60 persen penderita kegilaan seks ini dikabarkan terlibat pula dalam penyalahgunaan alkohol atau obat-obat terlarang, makan berlebih, perjudian dan gemar shopping yang sebetulnya tak perlu.
Mereka pun biasanya agak pengecut dan amat enggan berpikir. Anggapan mereka, yang dipikirkan dan dirasakan hanyalah sesuatu yang menyakitkan, jadi apa gunanya?
Hal lain yang juga kerap dianggap sebagai penyebab penyimpangan ini adalah pengalaman seks yang traumatis. Semisal pemerkosaan. Atau mereka yang dibesarkan dalam suasana "penuh seks".
Yaitu jika seorang anak bebas omong cabul dan tak ada teguran sewaktu memperlihatkan perilaku yang "kelewat berani" untuk ukuran anak seusianya.
Sebaliknya, mereka yang dibesarkan di lingkungan yang amat ketat memberlakukan segala peraturan juga menghadapi risiko tinggi.
Ada bahaya tersendiri, kata ahli pula, jika anak dijejali dengan anggapan serba negatif mengenai seks.
"Makanya, jangan dikira anak yang 'kalem' semasa kecilnya akan tetap bertahan menjadi gadis alim dan manis sewaktu dewasa," komentar Patrick.
Soalnya, di bawah sadarnya, mayoritas wanita yang menderita kegilaan mengakui bahwa mereka adalah korban para lelaki tak bertanggung jawab. Hingga timbul rasa berontak dalam dirinya berupa tindakan agresif.
Tanpa sadar mereka tumbuh menjadi wanita Cassanova yang amat berambisi "mencabikcabik" pasangannya.
Namun lantaran situasi dan kondisi kerap tak memungkinkan, muncul perbuatan simbolis. Yaitu dengan cara-cara tadi seperti "memeras" dan melecehkan kemampuan seksual si lelaki.
Atau melemparkannya begitu saja lalu mencari si doi yang baru. Karena apa yang diinginkannya hanyalah melepas dendam dan membuat si korban tak berdaya.
Baca juga:Rahasia Awet Muda Empat Nenek Selebritis yang Tubuh dan Wajahnya Masih Seperti Mama Muda
Penghancur pria
Keanehan lain yang juga kerap dijumpai, para "penderita" biasanya melakukan serangkaian "upacara" sebelum bermain. Dan lucunya, mereka lebih menikmati "upacara" itu sendiri ketimbang kebersamaan dengan pasangannya!
Yang juga menarik, mereka umumnya memiliki segudang koleksi pakaian dalam berbagai warna, corak dan potongan yang memang berfungsi membangkitkan gairah.
Anita, contohnya. Baginya tak ada masalah untuk melumuri tubuhnva dengan berbagai parfum dan lotion selama berjam-jam.
Meski sudah lengkap dengan pakaian minimnya yang merangsang, ia toh merasa perlu menyempurnakan tata riasnya dengan kosmetik merek terkenal.
Kendati para wanita yang gila seks ini umumnya bertubuh indah dan pandai merayu, mereka dihinggapi rasa rendah diri dan gambaran negatif mengenai diri mereka.
Maka tak mengherankan jika dari mulut mereka masih saja terlontar keluhan.
"Hidungku rasanya kurang serasi nih. Masih terlalu besar. Sementara payudaraku kok tidak sebesar Dolly Parton ya."
Mereka pun konon terbiasa merasionalisasikan dan mencari pembenaran atas penyimpangan mereka. Alasannya, mereka cenderung jadi korban daya pikat mereka sendiri.
Karena bagi mereka, seks tak lebih dari sekadar permainan kekuasaan ketimbang kenikmatan. Tentu saja mereka berambisi untuk selalu memenangkan permainan tersebut.
Tak jarang pula mereka beranggapan bahwa pria tak lebih dari penis berkaki! Ini menunjukkan betapa rendahnya penilaian mereka terhadap kaum Adam!
Itu sebabnya, laki-laki yang jadi mangsa mereka biasanya yang berkantong tebal, kalangan pejabat atau usahawan sukses, kaum gay atau tak tanggung-tanggung lagi pria yang sudah beranak-istri! Karena niat "murni" mereka toh memang menghancurkan si pria!
(Baca juga:Sadis, Wanita Ini Menikam Pacarnya, Membuatnya Kelaparan, dan Menyiram Air Panas Padanya
Artikel ini pernah tayang di Tabloid Nova edisi Desember 1989/C/yanti