Advertorial
Intisari-online.com -Pandemi Covid-19 telah meliburkan banyak anak usia sekolah dari sekolah mereka.
Meski banyak yang tetap bisa belajar dari rumah dengan teknologi yang canggih, tetapi masih banyak anak-anak di dunia yang tidak berkesempatan mendapatkan teknologi untuk belajar jarak jauh.
Salah satunya adalah kedua bersaudara Bao dan Dai yang berumur 5 dan 7 tahun.
Keduanya bersekolah di sekolah asrama milik pemerintah Vietnam, yang telah tutup sejak virus Corona merebak dan menjadi pandemi.
Bao dan Dai harus kembali ke rumah mereka yang terletak di wilayah Ha Giang, Vietnam Utara yang berbatasan dengan China.
Wilayah terpinggirkan tersebut merupakan tempat tinggal komunitas minoritas dengan keterbatasan mereka.
Mereka masih jauh disebut modern, dan hidup sehari-hari di desa yang tertinggal dengan jalanan berbatu.
Kembalinya Bao dan Dai menyebabkan jatah makan mereka tidak tercukupi.
Ibu mereka telah pergi lama, sedang ayah mereka adalah pecandu alkohol.
Tidak ada pilihan bagi keduanya selain pergi ke kota besar dan menjadi pengemis untuk sesuap nasi.
Melansir South China Morning Post, hampir sebulan mereka menjadi pengemis tanpa tujuan, tidur di kolong jembatan saat mereka tidak memiliki energi untuk melanjutkan langkah.
Beruntung, mereka diselamatkan oleh Organisasi LSM Blue Dragon Children's Foundation.
Kini, mereka telah bersama dengan keluarga asuh mereka.
Bao dan Dai hanyalah dua dari sekian banyak anak kecil tidak beruntung di dunia ini.
Manajer program Blue Dragon, Nam Xuan Pham, menyebutkan, "Pemerintah di provinsi Ha Giang mengestimasi ada 1.600 anak kecil mengalami situasi yang sama dengan kedua saudara ini."
Virus Corona telah menginfeksi 1.2 juta jiwa di seluruh dunia dan membunuh lebih dari 50 ribu manusia.
Namun ada juga korban sekunder, yang disebut para ahli sebagai mereka yang terkena dampak dari lumpuhnya ekonomi dunia secara tidak langsung.
Mereka adalah rakyat kecil yang hidupnya sudah sulit sebelum ada virus Corona, dan semakin sulit dengan adanya pandemi ini.
Imbas paling besar mengenai wanita dan anak kecil yang hidup di bawah ambang kemiskinan, seperti yang harus mengalami pernikahan paksaan di China.
Hal serupa bisa ditemukan di seluruh Asia, mulai dari Vietnam, India, Filipina dan Thailand.
Dampak paling buruk adalah banyak anak kecil dan wanita menjadi pengemis dan terlunta-lunta di jalanan.
Mereka akan rentan terhadap ancaman perdagangan manusia dan eksploitasi.
Vietnam telah lakukan penanggulangan wabah untuk hentikan penyebaran lebih lanjut lagi pada Januari awal.
Sampai sekarang upaya mereka berhasil karena akhir bulan lalu, 204 kasus telah diidentifikasi.
Pemerintah telah umumkan bantuan untuk pebisnis termasuk potongan pajak dan suku bunga yang lebih rendah.
Diskon listrik untuk seluruh warga selama tiga bulan juga dilakukan.
Namun, efek pandemi masih terasa sangat besar.
Turisme telah menurun secara dramatis, seluruh keluarga kehilangan pekerjaan mereka dan bisnis kecil terpaksa tutup, sekolah juga.
Anak kecil dari keluarga miskin di kota terpaksa keluar dari sekolah, membuat mereka rentan menjadi buruh atau ikut perdagangan manusia.
Saat ini pemerintah telah mencari gadis berumur 13 tahun dari Dien Bien Barat Laut.
Gadis itu meninggalkan rumah untuk mencari kerja di provinsi lain.
"Dengan sekolah tutup, murid SMP kelas 3 menjadi yang paling mungkin tinggalkan sekolah untuk mulai bekerja," ujar Thuy Thu Nguyen, pekerja di Blue Dragon wilayah Dien Bien.
Sementara itu pendiri Blue Dragon, Michael Brosowski, mengatakan minggu ini ada peningkatan jumlah anak kecil dan remaja yang datang ke ibukota Hanoi.
Seringnya, kemiskinan dan kekerasan lokal telah mendesak mereka pergi dari rumah mereka.
"Kita melihat banyak anak muda datang ke kota karena mereka putus asa," ujarnya.
"Risikonya besar, tidak hanya tertular virus tetapi juga ditangkap predator untuk dijual atau hal yang lebih buruk lagi."
Selain paparan human trafficking, ahli menyebut anak kecil dan remaja tersebut juga rentan menikah di usia dini.
Hal tersebut karena pada minggu ini jumlah pernikahan melibatkan gadis remaja meningkat.
Anak Kecil di Kandang
Di Filipina, anak kecil dan keluarga mereka di wilayah kota yang padat adalah yang paling terkena dampak krisis virus Corona.
Saat Presiden Rodrigo Duterte mengkarantina seluruh pulau Luzon pada Maret 16, jalur distribusi dengan Manila terputus.
Penanganan ini termasuk yang paling ketat di ASEAN, dengan lebih dari separuh populasi negara diperintahkan untuk tetap di rumah.
Baru minggu ini pemerintah mengatakan jika makanan dan bantuan uang tunai untuk warga miskin akan diberikan di hari mendatang.
Namun pimpinan organisasi LSM Bahay Tuluyan, Catherine Scerri, menyebutkan jika ribuan orang hidup dalam kondisi mengerikan sejak lockdown diperintahkan.
Baca Juga: Peduli Tubuhmu Ini Tanda Tubuh Kekurangan Oksigen, Termasuk Sesak Napas dan Sakit Kepala
"Mereka tidak bisa mengisolasi diri sendiri, tidak ada air bersih untuk membersihkan diri dan tidak ada uang untuk berobat. Mereka lapar dan mengalami malnutrisi," ujarnya.
Karena lockdown, organisasi Scerri tidak mampu memberikan bantuan secara langsung.
Estimasi saat ini ada sekitar 250 ribu sampai 1 juta anak kecil hidup di jalanan Manila.
Layaknya anak kecil di Vietnam, mereka juga rentan terjerumus ke human trafficking karena banyak pula keluarga yang tidak tentram dan memberikan banyak kekerasan.
"Isolasi dapat sangat menekan anak kecil yang tidak memiliki tempat untuk melarikan diri dari kekerasan fisik, seksual maupun emosional," ujarnya.
"Filipina telah menjadi hotspot ekploitasi seksual anak kecil dan faktor risikonya semakin besar sekarang."
Turunnya militer di jalanan Filipina telah membuat krisis semakin buruk.
"Anak kecil, remaja dan keluarga yang hidup di jalan sudah sangat rentan dilanggar HAM mereka oleh pasukan milliter sebelum lockdown dilaksanakan."
"Contohnya, banyak anak kecil ditangkap dan dimasukkan ke kandang anjing karena masih berkeliaran di luar jam malam, yang lain harus duduk di bawah terpaan sinar matahari yang panas, dan yang lain berbaring di peti mati selama satu jam."
Meski begitu, dampak paling mengerikan dari krisis virus Corona sampai saat ini masih tersembunyi.
Bagaikan ranjau darat yang siap meledak saat terinjak, dampak paling mengerikan yang bisa terjadi adalah akan lebih banyak anak yatim piatu yang orang tuanya meninggal karena Covid-19.
Setelah krisis berakhir dan lockdown dibuka kembali, akan banyak warga dari negara miskin pergi ke negara maju untuk bekerja.
Kedua hal tersebut membuka peluang terjadinya eksploitasi seksual terhadap perempuan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini