Advertorial
Intisari-Online.com -Masih ingat dengan ulasan beberapa pakar saat Indonesia masih 'streril' dari wabah corona yang sudah menyerang beberapa negara?
Saat itu, Indonesia disebut memiliki beberapa kekuatan yang sangat ampuh untuk menangkal corona masuk.
Sayangnya, ulasan tersebut kemudian seolah 'menguap' setelah pemerintah mengumumkan adanya WNI yang terinfeksi virus corona pada awal Maret.
"Indonesia tidak kebal corona". Kira-kira seperti itulah yang terjadi.
Namun, sebuah hasil penelitian terbaru yang diungkapkan olehBadan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menemukan bahwa Indonesia sebenarnya memang memiliki kekuatan untuk melawan virus corona.
Kesimpulan tersebut diperoleh setelah BMKG melakukan analisis tentang pengaruh cuaca dan iklim dalam penyebaran penyakit Covid-19 di Indonesia.
Analisis dilakukan bersama 11 Doktor di Bidang Meteorologi, Klimatologi dan Matematika, didukung Guru Besar dan Doktor di Bidang Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Kajian dilakukan dengan analisis statistik, pemodelan matematis dan studi literatur.
Kepala BMKG Dwikorita mengatakan, hasil kajian menunjukkan adanya indikasi pengaruh cuaca dan iklim dalam mendukung penyebaran wabah Covid-19, sebagaimana disampaikan dalam penelitian Araujo dan Naimi (2020), Chen et. al. (2020), Luo et. al. (2020), Poirier et. al (2020), Sajadi et.al (2020), Tyrrell et. al (2020), dan Wang et. al. (2020).
"Hasil analisis Sajadi et. al. (2020) serta Araujo dan Naimi (2020) juga menunjukkan sebaran kasus Covid-19 pada saat outbreak gelombang pertama, berada pada zona iklim yang sama, yaitu pada posisi lintang tinggi wilayah subtropis dan temparate," kata Dwikorita kepada Kompas.com, Sabtu (4/4/2020).
Kondisi ideal virus corona
Dari hasil penelitian tersebut, lanjut dia, dapat disimpulkan sementara bahwa negara-negara dengan lintang tinggi cenderung mempunyai kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tropis.
Dwikorita menambahkan, penelitian Chen et. al. (2020) dan Sajadi et. al. (2020) menyatakan bahwa kondisi udara ideal untuk virus corona adalah temperatur sekitar 8-10 derajat celcius dan kelembaban berkisar 60-90 persen.
"Artinya dalam lingkungan terbuka yang memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi merupakan kondisi lingkungan yang kurang ideal untuk penyebaran kasus Covid-19," ujar dia.
Para peneliti tersebut menyimpulkan, kombinasi dari temperatur, kelembaban relatif cukup memiliki pengaruh dalam penyebaran transmisi Covid-19.
Menurut Dwikorita, penelitian oleh Bannister-Tyrrell et. al. (2020) juga menemukan adanya korelasi negatif antara temperatur (di atas 1 derajat celcius) dengan jumlah dugaan kasus Covid-19 per hari.
"Mereka menunjukkan bahwa bahwa Covid-19 mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang sangat rendah (1-9 derajat celcius)," tutur dia.
Hal ini berarti, semakin tinggi temperatur maka kemungkinan adanya kasus Covid-19 harian akan semakin rendah.
Iklim tropis bantu hambat penyebaran virus
Lebih lanjut, Wang et. al. (2020) menjelaskan bahwa serupa dengan virus influenza, virus corona baru ini cenderung lebih stabil dalam lingkungan suhu udara dingin dan kering.
"Kondisi udara dingin dan kering tersebut dapat juga melemahkan "host immunity" seseorang, dan mengakibatkan orang tersebut lebih rentan terhadap virus sebagaimana yang dituliskan dalam studi Wang et al. (2020) tersebut," papar Dwikorita.
Ia menjelaskan, penelitian Araujo dan Naimi (2020) memprediksi dengan model matematis yang memasukkan kondisi demografi manusia dan mobilitasnya, menyimpulkan bahwa iklim tropis dapat membantu menghambat penyebaran virus tersebut.
"Mereka juga menjelaskan lebih lanjut bahwa terhambatnya penyebaran virus dikarenakan kondisi iklim tropis dapat membuat virus lebih cepat menjadi tidak stabil," kata dia.
Sehingga, lanjut Dwikorita, penularan virus corona dari orang ke orang melalui lingkungan iklim tropis cenderung terhambat dan akhirnya kapasitas peningkatan kasus terinfeksi untuk menjadi pandemik juga akan terhambat.
Kajian tim gabungan ini menjelaskan, analisis statistik dan hasil pemodelan matematis di beberapa penelilitian di atas mengindikasikan bahwa cuaca dan iklim merupakan faktor pendukung untuk kasus wabah ini berkembang pada outbreak yang pertama di negara atau wilayah dengan lintang linggi.
Namun, bukan faktor penentu jumlah kasus, terutama setelah outbreak gelombang yang ke dua.
Peningkatan kasus dipengaruhi mobilitas manusia
Meningkatnya kasus pada gelombang kedua saat ini di Indonesia tampaknya lebih kuat dipengaruhi oleh pengaruh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial.
Kondisi cuaca atau iklim serta kondisi geografi kepulauan di Indonesia, sebenarnya relatif lebih rendah risikonya untuk berkembangnya wabah Covid-19.
Tetapi fakta menunjukkan terjadinya lonjakan kasus akibat virus SARS-CoV-2 di Indonesia sejak awal bulan Maret 2020.
"Indonesia yang juga terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-rata berkisar antara 2-30 derajat celcius dan kelembapan udara berkisar antara 70 - 95 persen, dari kajian literatur sebenarnya merupakan lingkungan yang cenderung tidak ideal untuk outbreak Covid-19," kata Dwikorita.
Berdasarkan fakta dan kajian terhadap beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya, tim gabungan antara BMKG dan UGM ini merekomendasikan bahwa apabila mobilitas penduduk dan interaksi sosial benar-benar dapat dibatasi, disertai dengan intervensi kesehatan masyarakat (Luo et. al. 2020 dan Poirier et. al., 2020), maka faktor suhu dan kelembapan udara dapat menjadi faktor pendukung dalam mengurangi risiko penyebaran wabah yang terjadi.
Waspada demam berdarah
Selain itu, perlu diwaspadai bahwa memasuki bulan April hingga Mei, sebagian besar wilayah Indonesia memasuki pergantian musim, yang sering ditandai dengan merebaknya wabah penyakit demam berdarah.
Sehingga, masyarakat diimbau terus menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas tubuh, dengan memanfaatkan kondisi cuaca untuk beraktivitas atau berolahraga pada jam yang tepat.
Tak hanya itu, masyarakat diminta lebih ketat menerapkan physical distancing dan pembatasan mobilitas dengan tinggal di rumah dan intervensi kesehatan masyarakat, sebagai upaya untuk mengurangi penyebaran wabah Covid-19 secara lebih efektif.
"Karena cuaca yang sebenarnya menguntungkan ini, tidak akan berarti optimal tanpa penerapan seluruh upaya tersebut dengan lebih maksimal dan efektif," pungkas Dwikorita.
(Mela Arnani)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BMKG: Iklim Tropis Bantu Hambat Penyebaran Virus Corona Covid-19".