Advertorial
Intisari-online.com -Pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus Corona jenis baru atau Sars-CoV-2 telah membuah sistem kesehatan seluruh dunia kewalahan.
Jumlah kasus baru yang terus menerus meningkat mencapai lebih dari 1 juta pasien di seluruh dunia telah membuat fasilitas kesehatan di beberapa negara lumpuh.
Menariknya, sampai sekarang masih belum dapat ditemukan 'ancaman keganasan' yang stabil dari penyakit yang baru ini.
Beberapa pasien mendapat kondisi sakit dalam sistem pernapasannya hanya dalam hitungan jam atau hari.
Namun ada juga pasien yang tunjukkan gejala ringan sampai mereka pulih.
Statistik sampai sekarang telah tunjukkan jika pria memiliki risiko terserang Covid-19 lebih tinggi dibandingkan wanita.
Statistik juga tunjukkan jika para lansia dengan penyakit bawaan akan mendapatkan komplikasi yang parah setelah mereka terinfeksi Sars-CoV-2.
Namun gejala sakit pernapasan yang akut serta kematian menyerang para pasien di seluruh kelompok umur dan jenis kelamin apapun, termasuk mereka yang terlihat muda, bugar dan sehat.
Mengapa bisa begitu?
Penelitian mengenai virus baru dan penyakit yang dibawanya ke manusia ini memang masih berkembang.
Dilansir dari South China Morning Post, ilmuwan temukan jika umur dan jenis kelamin bukan prediktor paling tepat dari apakah seorang pasien dengan gejala seperti flu dapat kembangkan penyakit saluran pernapasan akut setelahnya.
Tanda-tanda klinis di paru-paru, demam dan respon imun yang kuat juga bukan prediktor paling tepat untuk tentukan ada penyakit saluran pernapasan akut atau tidak.
Lantas, apa hal yang dapat digunakan untuk menentukan apakah Anda bisa mengembangkan sakit pernapasan akut?
Ilmuwan mulai berpaling kepada robot dengan kecerdasan buatan (AI) untuk menentukan pasien Covid-19 yang dapat sakit berat.
Algoritma AI yang dibuat oleh peneliti New York University temukan jika umur, jenis kelamin, citra paru-paru dan suhu tubuh bukanlah indikator paling tepat.
Justru, indikator lain yang ada di tubuhlah yang ditemukan algoritma tersebut berpengaruh pada pengembangan penyakit pernapasan akut pada tubuh manusia.
Dalam artikel yang dipublikasikan di Journal Computers, Materials & Continua pada 30 Maret, model AI yang dikembangkan dengan dokter China berdasar data dari dua rumah sakit di kota Wenzhou, China, tunjukkan hal lain.
Ada 3 faktor risiko yang naik: 2 enzim liver alanine aminotransferase dan myalgias, rasa sakit di otot dan jumlah haemoglobin (HB) yang meningkat.
Mengejutkannya, model yang mereka buat terbukti akurat 70-80 persen dalam memprediksi kasus yang terbukti parah.
"Tujuan kami adalah mendesain dan luncurkan peralatan untuk membantu membuat keputusan menggunakan kemampuan AI, sebagian besar analisis prediktif, untuk tandai keparahan virus Corona," ujr Anasse Bari, asisten profesor jurusan ilmu komputer di Courant Institute of Mathematical Sciences.
"Kami berharap jika alat ini, setelah dikembangkan dengan baik, akan berguna bagi ilmuwan dan medis saat mereka menentukan mana pasien yang benar-benar memerlukan ranjang dan perawatan intensif," ujarnya.
Ilmuwan menggunakan data medis 53 pasien di Wenzhou Central Hospital dan Cangnan People's Hospital.
Prediksi AI menemukan adanya 11 indikator yang menjadi faktor terpenting yang nantinya menentukan apakah seorang pasien akan mengembangkan sakit pernapasan parah atau tidak.
Sejauh ini dari 11 indikator tersebut, enzim alanine aminotransferase, myalgia dan kadar haemoglobin dalam tubuh menjadi tiga indikator terpenting.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini