Advertorial
Intisari-online.com -Bagi Anda yang gemar travelling, desa di Italia ini pasti sudah sering Anda dengar.
Desa Vertova adalah desa di Italia yang tawarkan keindahan berupa rumah-rumah batu kuno memeluk sisi gunung Vertova.
Kota yang letaknya 70 km arah Timur Laut Milan ini telah menjadi salah satu tujuan wisata populer di Italia.
Namun sayang, sejak negeri piza dalam status lockdown alias penguncian, jalan-jalan berbatu dan gang-gang yang berliku di Vertova kosong selama berhari-hari.
Penduduk harus tinggal di dalam rumah.
Apalagi, wabah virus corona baru sudah membunuh 36 orang di Vertova kurang dari sebulan.
Padahal, kota berpenduduk 4.600 jiwa ini biasanya hanya memiliki sekitar 60 kematian sepanjang tahun.
"Ini lebih buruk daripada perang," kata Wali Kota Vertova Orlando Gualdi kepada AFP seperti dikutip Channelnewsasia.com.
Yang dia maksud perang adalah Perang Dunia II.
Rabu (25/3), empat peti mati berjejer rapi di dekat pintu masuk sebuah kapel, menunggu untuk dikremasi dan kemudian dimakamkan di pemakaman di belakang kota.
Pemerintah melarang pemakaman tanpa kremasi selama berminggu-minggu.
Dan, upacara pemakaman menjadi bisu yang hanya dihadiri petugas berbalut pakaian pelindung dan masker.
Kuburan juga tertutup bagi penduduk kota karena pemerintah melarang pertemuan umum.
Jadi, berduka untuk orang yang Anda cintai dengan bunga di kuburan mereka tidak lagi diizinkan.
"Tidak ada yang pantas mendapatkan kematian yang mengerikan seperti ini," sebut Wali Kota.
"Tidak masuk akal untuk berpikir bahwa mungkin ada pandemi pada tahun 2020".
Vertova terletak di Provinsi Lombardy, episentrum wabah virus corona di Italia.
Tingkat kematian dan infeksi di provinsi ini yang tertinggi di dunia, dan lebih buruk dari Provinsi Hubei, pusat epidemi di China.
Dan, siapa pun yang melangkah keluar rumah menggunakan masker, sekalipun masker bekas pakai.
"Tidak ada masker yang tersisa di kota ini. Tidak ada lagi desinfektan," ungkap Augusta Magni, penduduk Vertova.
"Saya harus membuat masker sendiri dengan selembar kain menggunakan mesin jahit," imbuh pria 63 tahun ini kepada AFP seperti dilansir Channelnewsasia.com.
Hampir semua orang di kota tersebut mengenal seseorang yang telah terjangkit virus corona.
"Masing-masing dari kami memiliki kerabat, teman, dan orang yang dicintai yang telah terinfeksi," kata Claudio Bertocchi, penduduk Vertova.
Tapi, tidak semua orang patah arang.
Gambar anak-anak dan pelangi juga pesan bertuliskan, "Semuanya akan baik-baik saja!", tergantung di beberapa jendela rumah penduduk Vertova.
Bendera Italia diikat di pagar balkon.
Dewan Riset Nasional di bawah naungan Pemerintah Italia melaporkan, sebanyak 57 dari 107 provinsi telah mencapai puncak penyebaran virus corona.
Jumlah kasus di Italia memang meningkat.
Tetapi, "Langkah-langkah penahanan (virus corona) memberikan efek yang kami inginkan, bahkan kita berada dalam fase awal perlambatan (kasus)," kata Dewan Riset Nasional.
Meski begitu, Wali Kota Vertova masih menghitung orang yang meninggal akibat virus corona.
"Tiga puluh enam kematian antara 1 Maret dan hari ini (25 Maret)," ujarnya.
"Hanya dengan begitu, kamu mengerti seberapa besar yang terjadi di sini".
(S.S. Kurniawan)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Kisah Vertova, saat virus corona lebih buruk dari Perang Dunia II