Advertorial
Intisari-Online.com - Sejauh ini, setiap hari jumlah korban meninggal akibat virus corona di Italia terus meningkat.
Bahkan, mencapai dua kali lipat dari jumlah korban meninggal di China, negara tempat virus ini bermula.
Di China sendiri, jumlah korban meninggal ada di angka 3 ribuan, sementara di Italia ada di angka 6 ribuan.
Selasa (24/3), Italia kembali mencatatkan kematian tinggi akibat corona dalam sehari yakni mencapai 743 orang.
Total hingga saat ini, sudah 6.820 orang meninggal di Italia karena virus corona.
Sudah sejak akhir pekan lalu, Italia menjadi negara dengan tingkat kematian tertinggi.
Jumlah pasien positifnya pun terus mengalami lonjakan. Hingga saat ini jumlahnya mencapai 60 ribuan.
Lalu, mengapa tingkat kematian akibat Covid-19 di Italia paling tinggi di dunia?
Selama berminggu-minggu, briefing harian oleh lembaga perlindungan sipil Italia telah memberikan pembaruan suram tentang jumlah orang yang meninggal akibat Covid-19, penyakit pernapasan yang sangat menular yang disebabkan virus corona, sehingga memperdalam rasa suram di negara yang telah menjadi pusat pandemi paling mematikan di dunia itu.
Meskipun serangkaian langkah keras secara bertahap diluncurkan Italia untuk menghentikan penyebaran virus corona, termasuk penguncian (lockdown) nasional dan penutupan semua bisnis yang tidak penting, Italia tidak dapat 'meratakan kurva' atau memperlambat penyebaran penyakit menular ini.
Tingkat kematian di Italia akibat virus corona tertinggi di dunia yakni lebih dari 9%.
Baca Juga: Meski Tidak Banyak Menyukai Tapi Ini 10 Manfaat Kesehatan Lobak, Sumber Kalium, Vitamin C, dan Serat
Sebaliknya, di China, di mana wabah itu berasal, angka kematian sekitar 3,8%. Di Jerman, yang telah melaporkan lebih dari 24.000 kasus dan 94 kematian, angka kematian ini sebesar 0,3%.
Tetapi mungkin ada beberapa alasan mengapa tingkat kematian di Italia akibat corona begitu mengkhawatirkan.
"Jumlah yang kami miliki tidak mewakili seluruh populasi yang terinfeksi," kata Massimo Galli, kepala unit penyakit menular di Rumah Sakit Sacco di Milan, kota utama di wilayah yang paling parah dilanda Lombardy di mana 68% dari total kematian nasional telah dilaporkan.
Galli menjelaskan, ketika situasi darurat memburuk dengan cepat selama sebulan terakhir, Italia memfokuskan pengujiannya hanya pada orang-orang yang menunjukkan gejala parah di daerah-daerah dengan intensitas epidemi tinggi.
Hasilnya, kata para ahli, angka yang saat ini tersedia menghasilkan suatu distorsi statistik.
"Ini menyebabkan peningkatan tingkat kematian karena didasarkan pada kasus yang paling parah dan bukan pada total mereka yang terinfeksi," kata Galli.
Baca Juga: Setelah Corona, China Kembali 'Dihantui' Virus Lama yang Muncul Kembali yang Tewaskan Satu Orang
Virus corona dapat memakan waktu hingga 14 hari sebelum infeksi menjadi gejala, seperti demam dan batuk kering. Dan selama periode inkubasi, pasien tanpa gejala berpotensi menularkannya.
Para ahli percaya inilah yang disebut 'transmisi sembunyi-sembunyi' yang telah mendorong penyebaran wabah dengan cepat, menginfeksi komunitas yang tetap tidak sadar sampai mereka merasakan gejala dan diuji.
Pada 15 Maret 2020, Italia telah melakukan sekitar 125.000 tes.
Sebaliknya, Korea Selatan - yang menerapkan strategi pengujian luas - telah melakukan sekitar 340.000 tes, termasuk yang menunjukkan gejala ringan atau tidak sama sekali.
Korea Selatan mencatat hampir 9.000 kasus infeksi hingga saat ini, dengan angka kematian 0,6%.
Pupulasi tua
Di Italia, 85,6% dari mereka yang telah meninggal berusia lebih dari 70 tahun, menurut laporan terbaru Institut Nasional Kesehatan (ISS).
Dengan 23% populasi orang Italia berusia di atas 65 tahun, negara Mediterania ini memiliki populasi tertua kedua di dunia setelah Jepang.
Para pengamat percaya distribusi usia juga bisa berperan dalam meningkatkan tingkat kematian.
Virus corona baru dapat menginfeksi orang-orang dari segala usia, namun orang dewasa yang lebih tua yang sistem kekebalannya menurun seiring dengan bertambahnya usia, tampaknya lebih rentan untuk menjadi sakit parah setelah tertular virus.
Faktor lain yang mungkin adalah sistem kesehatan Italia sendiri, yang menyediakan cakupan universal dan sebagian besar gratis.
"Kami memiliki banyak orang lanjut usia dengan banyak penyakit yang mampu hidup lebih lama berkat perawatan yang luas, tetapi orang-orang ini lebih rapuh daripada yang lain," kata Galli.
Ia menambahkan bahwa banyak pasien di Rumah Sakit Sacco - yang meninggal karena virus corona sudah menderita penyakit serius lainnya.
Menurut laporan terbaru ISS yang melacak profil korban corona, 48% dari orang yang meninggal memiliki rata-rata tiga penyakit yang sudah ada sebelumnya.
Para ahli juga menunjuk 'matriks kontak sosial' Italia sebagai alasan lain yang mungkin, meskipun tidak langsung, di balik penyebaran virus corona yang lebih luas di kalangan orang tua.
"Orang-orang tua Italia, kebanyakan dari mereka hidup sendiri, tidak terisolasi, dan kehidupan mereka ditandai oleh interaksi yang jauh lebih intens dengan anak-anak mereka dan populasi yang lebih muda dibandingkan dengan negara-negara lain," kata Linda Laura Sabbadini, direktur pusat Italia Institut Statistik Nasional.
"Ketika kejutan eksternal semacam itu (seperti wabah corona) terjadi, penting bahwa interaksi ini menurun, karenanya mengisolasi orang lanjut usia harus segera menjadi prioritas," imbuh Linda.
Namun, penjelasan seperti itu muncul dari kekhasan pengalaman Italia, mulai dari ikatan kekeluargaan yang kuat dalam masyarakat geriatri hingga masalah seputar praktik pengujian.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Mengapa tingkat kematian akibat corona di Italia paling tinggi?