Advertorial
Intisari-online.com -Virus corona yang baru terus menyebar di seluruh dunia.
Penyebaran virus corona di seluruh dunia telah menembus 152 negara.
Seiring dengan itu, jumlah pasien yang dinyatakan sembuh dari virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, China, tersebut juga semakin banyak.
Hal itu mendorong pemerintah untuk meningkatkan upaya menahan penyebaran penyakit yang disebabkannya, secara resmi dikenal sebagai Covid-19.
Lebih dari 5.700 orang telah meninggal dunia akibat penyakit ini, sementara lebih dari 152.000 infeksi telah dikonfirmasi di banyak negara.
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pun telah menyatakan wabah itu sebagai pandemik.
Pemerintah memperbarui data kasus pasien yang meninggal setelah terpapar virus corona atau Covid-19 menjadi tujuh orang.
"Tujuh (yang meninggal)," kata juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto saat dihubungi, Selasa (17/3/2020) malam.
Sebelumnya dalam jumpa pers di BNPB Selasa sore tadi, Yurianto menyebut jumlah pasien positif yang meninggal masih lima orang.
Angka ini sama dengan jumlah pada Sabtu pekan lalu.
Padahal, hari ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengumumkan seorang pasien positif virus corona yang meninggal dunia di RSUP Kariadi, Semarang, Jawa Tengah.
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah, Yulianto Prabowo mengatakan pasien positif corona tersebut meninggal pada Selasa (17/3/2020) dini hari sekitar 03.48 WIB.
Pasien ini dinyatakan positif terinfeksi virus corona sehari sebelumnya.
Saat ditanya wartawan mengenai pasien yang meninggal di Semarang itu, Yuri mengakui bahwa ada penambahan jumlah pasien yang meninggal.
Menurut dia, ada tambahan dua pasien yang meninggal sehingga jumlahnya kini menjadi tujuh orang.
Namun ia tak merinci satu kasus lainnya.
Baca Juga: Coba Deh Minum Jus Wortel Campur Jahe, Ternyata Punya Manfaat Luar Biasa, Cara Membuatnya pun Mudah!
Yuri menyatakan bahwa dia belum mendapatkan data tersebut dalam jumpa pers sore tadi.
Hal ini menyebabkan dia menyebut pasien yang meninggal tetap berjumlah lima orang.
"Saya umumkannya jam berapa, terus saya dikasih tahu rumah sakitnya jam berapa. Kan kita enggak pernah mempermasalahkan angka, wong ini suatu yang dinamis, bergerak terus," kata Yuri.
Adapun total kasus positif corona sampai hari ini berjumlah 172 kasus.
Dari jumlah itu, 9 pasien dinyatakan sembuh.
Jumlah pasien Covid-19 yang diumumkan pada Selasa sore ini bertambah 38 kasus dari yang diumumkan kemarin.
Penambahan jumlah kasus itu merupakan pasien yang berasal dari DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kepulauan Riau.
Akan tetapi, dia tidak menyebutkan jumlah pasien secara spesifik di setiap provinsi.
"Terbanyak berasal Provinsi DKI Jakarta, kemudian Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kepulauan Riau," ucapnya.
Sementara itu Achmad Yurianto memberikan penegasan terkait pernyataannya dalam wawancara dengan Deddy Corbuzier dalam podcast 'Close The Door' yang dipublikasikan pada 17 Maret 2020.
Saat itu, Yuri mengatakan, beberapa RS enggan merawat pasien Covid-19 karena tidak ingin citranya jatuh dan dihindari pasien-pasien penyakit lain.
"Substansinya (dari pernyataan) itu apa? Substansinya itu ada pasien yang ditelantarkan. Iya kenapa dia ditelantarkan, kalau dia emang mau dirujuk ya rujuk saja dengan baik-baik. Masak dibiarkan begitu saja," ujar Yuri dilansir dari Kompas.com, Selasa (17/3/2020).
Baca Juga: Selain Rasa Pusing, Ini Gejala Stroke Iskemik, Termasuk Jatuh Tanpa Sebab yang Tidak Disengaja
Dengan kata lain, Yuri ingin menyatakan, rumah sakit tidak boleh menelantarkan pasien Covid-19.
Yuri menuturkan, informasi yang disampaikannya kepada Deddy itu bertujuan agar RS lain mau berubah.
"Jangan kemudian dianggap RS tidak mau berubah, sehingga pasiennya banyak yang terlantar. Tujuannya, supaya RS itu (yang menolak pasien Covid-19) tahu bahwa yang dilakukan itu tidak benar," tegas Yuri.
Sebab, menurutnya tidak masalah jika sebuah RS tidak mau merawat pasien Covid-19.
Baca Juga: Tidak Hanya Luka yang Tak Kunjung Sembuh Gejala Diabetes Mellitus Juga Pandangan yang Menjadi Kabur
Namun, sikap demikian harus tetap memperhatikan etika pelayanan kepada pasien.
"Silakan tidak mau merawat karena fasilitasnya tidak ada. Tapi etikanya dong, yang elegan gitu lho. Jangan kemudian pasien merasa diusir gitu," jelasnya.
Saat kembali dikonfirmasi apakah ada banyak RS yang menolak merawat pasien Covid-19, Yuri mengatakan ada beberapa RS.
"Ya ada beberapa RS, " katanya.
Namun, kata Yuri, banyak juga RS swasta yang saat ini merawat pasien Covid-19.
Selain itu, ada pula RS Pertamina Jaya yang sudah menyiapkan satu tempat khusus untuk merawat pasien Covid-19.
"Kalau RS Pertamina Jaya itu atas perintah BUMN. Banyak kok RS yang merawat pasien Covid-19," tambah Yuri.
Sebagaimana diketahui, pernyataan Yuri soal RS yang menjaga citra dengan menolak pasien Covid-19 menjadi perbincangan banyak pihak.
Baca Juga: Wagub Maluku Utara Mengamuk di Pelantikan Pejabat Eseleon II, Beginilah Kronologi Lengkapnya
Pernyataan itu berawal saat Deddy Corbuzier memutarkan salah satu video pasien perempuan yang merasa ditelantarkan oleh salah satu RS.
Pasien yang berstatus pasien dalam pemantauan (PDP) itu mengeluhkan pelayanan RS yang seolah tidak tahu harus melakukan tindakan apa.
Si pasien juga diminta langsung datang ke empat RS yang menjadi pusat rujukan.
Pasien yang merasa kebingungan itu pun lantas mengatakan jika dirinya kemudian merasa malas datang ke empat RS yang dimaksud, tetapi lantas pulang ke rumah dan berinteraksi dengan orang lain, dia tidak tahu dampak yang terjadi.
Baca Juga: Sempat Viral Sebuah Mobil Terparkir di Tengah Sawah Secara Misterius, Inilah yang Sebenarnya Terjadi
Menanggapi video itu, Yurianto mengatakan kepada Deddy bahwa ada beberapa RS yang menjaga citra agar jangan sampai diketahui mereka sedang merawat pasien Covid-19.
Sebab jika hal itu diketahui publik, pasien lain enggan datang.
Yuri juga mengatakan apa yang dilakukan oleh RS itu melanggar hukum.
Sebab menurut Yuri menolak pasien diperbolehkan tetapi harus ada alasan yang jelas, mekanisme yang jelas dan minimal pasien mendapat keterangan dan arahan yang baik sehingga tidak merasa ditelantarkan.
Lantas bisakah orang kebal terhadap virus corona?
Melansir Al-Jazeera (15/3/2020), virus yang menyebar dengan cepat biasanya datang dengan tingkat kematian yang lebih rendah dan sebaliknya.
Tetapi, virus corona merupakan strain yang sama sekali baru, sehingga diyakini bahwa tidak ada kekebalan pada siapa pun.
Meski demikian, beberapa tingkat kekebalan terhadap virus tersebut secara alami akan berkembang dari waktu ke waktu.
Hanya saja, bagi mereka dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu, seperti orang tua atau orang sakit, paling berisiko menjadi sakit parah karena virus corona.
Meskipun jumlah total kematian sekarang telah melebihi yang tercatat selama wabah sindrom pernapasan akut (SARS) 2002-2003, tingkat kematian saat ini jauh lebih rendah daripada SARS.
Tingkat kematian virus corona adalah 2,4 persen, sementara SARS membunuh 9,6 persen dari mereka yang terinfeksi.
Para ahli sepakat bahwa penting untuk sering mencuci tangan dengan sabun untuk melindungi diri dari virus.
Selain itu, tutupi wajah dengan tisu atau siku saat batuk atau bersin.
Kemudian, kunjungi dokter jika memiliki gejala terinfeksi virus corona dan hindari kontak langsung dengan hewan hidup di daerah terdampak.
Sementara, para ilmuwan meragukan efektivitas penggunaan masker wajah terhadap pencegahan virus corona yang menyebar di udara.
Masker mungkin memberikan beberapa perlindungan, tetapi karena mereka tidak seutuhnya menempel pada wajah dan terbuat dari bahan permeabel, maka masih bisa dilewati tetesan.
Banyak negara telah menyarankan orang-orang yang melakukan perjalanan kembali dari China melakukan karantina sendiri setidaknya selama dua minggu.
China telah melakukan lockdown terhadap Wuhan dan lebih dari selusin kota lain, meskipun ini tidak mencegah virus menyebar ke negara di luar China.
Karena jumlah kasus yang dikonfirmasi terus meningkat, bisnis dan negara mengambil tindakan yang semakin drastis.
Sejumlah maskapai penerbangan telah menghentikan penerbangan ke China, sementara sejumlah negara mengevakuasi warganya dari Wuhan dan Hubei.
Beberapa negara telah menutup perbatasan mereka dengan China dan yang lainnya telah melarang masuknya ke warga China.
Penularan dari orang ke orang telah dikonfirmasi di beberapa negara, yang oleh kepala darurat WHO Michael Ryan disebut sebagai "keprihatinan besar".
Bahkan dengan kemajuan terbaru dalam teknologi medis, tidak mungkin vaksin dapat tersedia untuk distribusi massal dalam setahun.
Ini berarti bahwa langkah-langkah kebijakan di bidang kesehatan masyarakat akan menjadi sangat penting untuk menahan penyebaran.
Pembatasan pergerakan tidak akan menghentikan penyebaran penyakit sepenuhnya tetapi akan memperlambat perkembangannya dan memberikan waktu bagi daerah lain untuk bersiap menghadapi virus corona.
Menurut Krause, hal ini juga akan membatasi tekanan pada infrastruktur kesehatan dengan mengurangi jumlah infeksi pada satu waktu.
(Ihsanuddin, Dian Erika Nugraheny, Vina Fadhrotul Mukaromah)
Artikel ini merupakan saduran dari beberapa artikel Kompas.com dengan judul "152 Negara Terinfeksi, Bisakah Orang Kebal terhadap Virus Corona?", "UPDATE: Korban Meninggal Kasus Covid-19 Jadi Tujuh Orang"dan "Pasien Covid-19 Merasa Ditelantarkan, Pemerintah Minta Rumah Sakit Jaga Etika"