Nah, dilansir dari hukumonline pada Senin (9/3/2020), hukum pidana penggunaan senjata api di Indonesia diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api serta UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah “Ordonantie Tijdelijke Byzondere Straftbepalingen (Stbl. 1948 No.17).
Lalu prosedur kepemilikan senjata api di atur dalam Peraturan Kapolri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamanan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/POLRI.
Dalam surat itu disebutkan lima kategori perorangan atau pejabat yang diperbolehkan memiliki senjata api yakni pejabat pemerintah, pejabat swasta, pejabat TNI/Polri, purnawirawan TNI/Polri.
Tapi setiap anggota polisi atau TNI yang ingin menggunakan senjata api, mereka harus memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh institusi pelatihan menembak.
Lalu terdapat ketentuan tersendiri mengenai kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil.
Kepemilikan senjata api secara umum diatur dalam Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 yang bersifat pidana. Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tertulis:
“Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”
Jadi, jika warga sipil memiliki senjata api tanpa izin dan menggunakannya untuk mengancam, maka dia bisa dihukum mati atau dihukum penjara seumur hidup.
Baca Juga: Kasus Virus Corona di Indonesia: Awas, Ada Ancaman Sanksi bagi Pengungkap Identitas Pasien Corona
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR