Advertorial
Intisari-Online.com -Perilaku kongkalikong oknum pegawai pajak masih saja terjadi dan tentu saja merugikan negara.
Mereka seolah bisa dengan mudah memutarbalikan kewajiban membayar pajak menjadi 'keuntungan' bagi si wajib pajak.
Kira-kira itulah yang dilakukan oleh keempat pegawai pajak berikut ini.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Tiga Kanwil Jakarta Khusus Yul Dirga, Supervisor Tim Pemeriksa Pajak Hadi Sutrisno, Ketua Tim Pemeriksa Pajak Jumari, dan Anggota Tim Pemeriksa Pajak M Naim Fahmi.
'Tipu muslihat' mereka mampu membuatKomisaris PT Wahana Auto Ekamarga (WAE) Darwin Maspolim yang seharusnya membayar pajak lebih besar, justru malah mendapat keuntungan dengan potongan kewajiban pajak.
Bagi negara? Jelas merugi karena potensi pajak yang seharusnya didapat berkurang miliaran rupiah.
Perilaku keempat pegawai pajak dalam kasus ini bahkan sangat pantas untuk diganjar dengan hukuman berat termasuk perampasan harta kekayaan.
Mengapa? Simak saja kronologi kasusnya berikut ini.
Baca Juga: Bingung dengan Pajak Pembelian Barang dari Luar Negeri? Ini Cara Mudah Menghitungnya!
"Tersangka DM, pemilik saham PT WAE diduga memberi suap sebesar Rp1,8 miliar untuk YD, HS, JU, dan MNF agar menyetujui pengajuan restitusi pajak PT WAE," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kamis (15/8).
PT WAE merupakan perusahaan PMA (penanaman modal asing) yang menjalankan bisnis sebagai dealer dan pengelola layanan sales, services, spare part, dan body paint untuk mobil merek Jaguar, Bentley, Land Rover, dan Mazda.
Saut mengatakan, uang tersebut diberikan terkait penetapan nilai resitusi pajak PT WAE pada tahun 2015 dan 2016. Pada 2015, PT WAE mengajukan resitusi sebesar Rp 5,03 miliar.
Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga pun melakukan pemeriksaan lapangan terkait pengajuan restitusi tersebut.
Tim itu terdiri dari Hadi Sutrisno (HS) berstatus sebagai supervisor, Jumari (JU) sebagai ketua tim, dan M Naim Fahmi (MNF) sebagai anggota.
"Dari hasil pemeriksaan, tersangka HS menyampaikan kepada PT WAE bahwa hasil pemeriksaan bukan lebih bayar, melainkan kurang bayar. Namun, Tersangka HS menawarkan bantuan untuk menyetujui restitusi dengan imbalan di atas Rp1 miliar," ujar Saut.
Darwin kemudian menyetujui tawaran itu dan mencairkan uang tersebut dalam dua tahap dan menukarkan dalam bentuk valuta asing dollar Amerika Serikat.
Pada April 2017, Kepala KPP PMA Tiga Yul Dirga (YD) menandatangani surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) pajak penghasilan yang menyetujui restitusi sebesar Rp 4,59 miliar.
Awal Mei 2017, staf PT WAE menyerahkan uang sebesar US$ 73.300 kepada Hadi di tempat parkir salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Jakarta Barat.
"Uang tersebut kemudian dibagi HS pada YD, Kepala KPP PMA III dan tim pemeriksa, yaitu JU dan MNF sekitar US$ 18.425 per orang," kata Saut.
Pada tahun pajak 2016, PT WAE kembali mengajukan restitusi. Kali ini, nilainya Rp 2,7 miliar. Yul Dirga pun kembali menunjuk Hadi untuk melakukan pemeriksaan lapangan.
"Pada saat proses klarifikasi, tersangka HS memberitahukan pihak PT WAE bahwa terdapat banyak koreksi sehingga yang seharusnya lebih bayar menjadi kurang bayar," kata Saut.
Hadi pun kembali menawarkan bantuan dengan imbalan Rp 1 miliar. Namun, kali ini Darwin menolaknya.
Hadi lalu berdiskusi dengan Yul dan menyepakati angka Rp 800 juta sebagai commitment fee yang disetujui Darwin.
Kemudian, Yul Dirga meneken SKPLB Pajak Penghasilan yang menyetujui resitusi sebesar Rp 2,77 miliar pada Juni 2018.
Setelah SKPLB keluar, staf PT WAE menyerahkan uang US$ 57.000 kepada Hadi di toilet salah satu pusat perbelanjaan.
Seperti sebelumnya, uang tersebut dibagi rata kepada Hadi, Jumari dan, Naim sebesar US$ 13.700 per orang, sedangkan Yul mendapat jatah US$ 14.000 untuknya seorang.
Terbaru, kasus ini pada akhirnya menggiring Darwin ke kursi pesakitan dengan tuduhan penyuapan.
Dia didakwa menyuap keempat pegawa Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sebesar 131.200 dolla AS (sekitar Rp1,8 miliar), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/2/2020).
Atas perbuatannya, Darwin didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sebagian artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul "Ini kronologi lengkap bos dealer Jaguar suap 4 pegawai pajak".