Advertorial
Intisari-Online.com - Sungai Golan dan sungai Mirah yang beraada di Desa Golan dan Desa Mirah, Kecamatan Sukorejo, di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur tidak bisa bersatu.
Air dari sungai Golan berwarna biru sedangkan dari sungai Mirah berwarna coklat.
Sementara fenomena unik ini entah bisa dijelaskan dengan sains atau tidak, ada sejarah kelam yang seakan memisahkan kedua desa selamanya.
Yakni jarak yang harus membatasi seluruh penghuni dari kedua desa untuk tak saling berhubungan.
Jarak dan pembatas ini berasal dari sejarah kelam perselisihan kedua desa tersebut.
Sejarah atau yang lebih tepatnya legenda itu berkisah antara sepasang kekasih dari dua desa yang saling jatuh cinta dan ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius.
Putra dari Ki Ageng Honggolono bernama Joko Lancur dan putri dari Kyai Ageng Mirah yang bernama Kencono Wungu.
Joko Lancur diceritakan memiliki watak yang buruk suka berjudi sementara Kencono Wungu santun.
Kyai Ageng Mirah sebenarnya tidak rela jika putrinya menikah dengan Joko Lancur, sehingga membuat persyaratan yang sangat sulit supaya pernikahan tersebut tidak terwujud.
Syarat pertama yakni bahwa Ki Ageng Honggolono harus membuat bendungan yang mengaliri di Desa Mirah.
Lalu syarat yang kedua, Ki Ageng Honggolono harus membuat seserahan berupa lumbung berisi padi yang harus berjalan dengan sendirinya menuju tempat pernikahan.
Namun syarat-syarat tersebut sangat sulit dipenuhi karena Kyai Ageng Mirah meminta pertolongan Kluntung Waluh untuk menghambatnya, namun akhirnya diketahui oleh Bajul Kowor, anak buah Ki Ageng Honggolono.
Bajul Kowor dan Kluntung Waluh pun bertempur dan dimenangkan oleh Bajul Kowor.
Mendekati hari pernikahan, Ki Ageng Honggolono belum sanggup memenuhi persyaratandan kemudian berbuat curang dengan ilmu hitam yang dimilikinya.
Saat hari pernikahan, Kyai Ageng Mirah mengetahui kecurangan itu perseteruan terjadi, pernikahan gagal dan terjadi pertempuran sengit antara keduanya.
Melihat hal tersebut, kedua mempelai, Joko Lancur dan Kencono Wungu bunuh diri.
Melihat putranya mati, Ki Ageng Honggolono bersumpah serapah 5 hal:
Sampai sekarang itulah hal yang masih dipatuhi dan bahkan juga dilaporkan ada beberapa kejadian buruk menimpa bagi mereka yan melanggarnya. Salah satunya saat ada seorang warga desa lain yang mengadakan upacara pernikahan dimana peralatan yang dipinjamnya berasal dari Desa Golan dan Mirah hingga akhirnya nasi yang ditanak tidak bisa matang.
Baca Juga: Ini 10 Cara Perawatan dari Biduran Kronis, Salah Satunya Tetap Tenang dan Jangan Stres