Advertorial

Hanya Dapat Warisan Dosa, Perusahaan Mobil Ini Menyesal Sudah Mendompleng Kekuasaan Dua Pangeran Cendana, Simak Pengakuannya

Ade S

Editor

Label mobil nasional pun berakhir menjadi kutukan bagi dua produk produsen asal Korea Selatan ini. Mobilnya bukan cuma tak laku, tapi juga dibenci.
Label mobil nasional pun berakhir menjadi kutukan bagi dua produk produsen asal Korea Selatan ini. Mobilnya bukan cuma tak laku, tapi juga dibenci.

Intisari-Online.com -Belakangan ini puja-puji banyak terlontar kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Banyak pihak mengapresiasi keberanian dan keberhasilan Sri Mulyani mengamankan uang negara sebesar Rp1,2 triliun dari perusahaan milik anak mantan Presiden Soeharto, Tommy Soeharto, PT Timor Putra Nasional (TPN), yang memproduksi mobil nasional Timor.

Hal ini menyusul keputusan Majelis Hakim Mahkahmah Agung (MA) menolak upaya Peninjauan Kembali (PK) kedua yang diajukan oleh PT Timor Putra Nasional terhadap Putusan PK Perkara 118 di PN Jakarta Utara terkait kasus pemblokiran uang Rp 1,2 triliun di Bank Mandiri.

Dalam informasi yang dimuat di situs web Mahkamah Agung disebutkan, penolakan atas PK kedua PT TPN kepada Bank Mandiri dan Menteri Keuangan dengan Nomor Register 716 PK/PDT/2017 itu diputuskan oleh tiga majelis hakim MA pada 13 Desember 2017, dan sudah dikirimkan ke pengadilan pada 4 Juli 2018.

Baca Juga: Ternyata, Selama Satu Tahun Ibu Tien Soeharto Pernah 'Nyuekin' Ayah Prabowo Subianto, Tender yang Kelak Bikin Tommy jadi 'Musuh Rakyat' Pemicunya

Timor sendiri sebenarnya tidak bisa disebut mobil nasional, karena hanya sebuah mobil buatan Korea Selatan (KIA) yang diberi nama lokal, dan bebas bea masuk lewat keputusan ayah pemilik TPN.

Begitu pula dengan Bimantara, milik Bambang Trihatmojo yang sebenarnya hanyalah mobil Hyundai yang diklaim sebagai mobil nasional.

KIA dan Hyundai sendiri pada akhirnya menyesal telah mendompleng proyek mobil nasional, dan harus mewarisi dosa cendana setelah Soeharto turun takhta.

Simak pengakuan rasa menyesal mereka telah menempel dengan proyek dua pangeran cendan, berikut upaya mati-matian mereka mengubah 'image' warisan dosa cendana yang kadung melekat pada mobil-mobil mereka ini.

Baca Juga: Dihamili Pangeran Cendana Saat Masih Berstatus Istri Salah Satu Orang Terkaya di Indonesia, Wanita Ini Rela Rutin Kunjungi Nusakambangan Demi Sang Kekasih

Cendana sayang, Cendana malang. Nama jalan di kawasan Menteng ini makin populer setelah reformasi. Terlebih setelah kerap didemo mahasiswa, lantaran ditengarai jadi tempat lahirnya berbagai kebijakan berbau korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Termasuk kontroversi mobnas gawean Hutomo Mandala Putra dan Bimantaranya Bambang Trihatmojo.

Makanya, saat arus reformasi menguat, pemegang hak jual Timor dan Bimantara tak lagi bisa tinggal diam. "Kalau mau tetap jualan, cap Cendana kududibuang!' usul para penggawangshow room senada. Hasilnya, abjad emas Timor berlatar belakang wama merah di pintu masuk ruang pamer bakal hilang dari peredaran. Begitu juga emblem 'B' (Bimantara) yang telah resmikembali menjadi 'H' (Hyundai). Bahkan ada paket pengaman lewat program penyamaran.

Warisan Dosa

Sejak 14.196 unit Timor diambil alih PT Sumber Auto Graha (SAG) dari Timor Putra Nasional (TPN) September 1998 lalu, SAG memang langsung membuat gebrakan. "Kami waswas, bila bertahan dengan atribut lama, tak akan ada orang yang mau beli," ungkap sumber OTOMOTIF di markas mereka di kawasan Pecenongan.

Maklum, sepak terjang Hutomo Mandala Putra alias Tommy selama ini kerap disumpah-serapahi. Utang TPN di BBD mencapai triliunan rupiah. Belum lagi upaya pemerintah menarik kembali pajak bea masuk yang dulu pernah diberikan pada mobil Korea ini. Kabar terakhir, Tommy punya utang tambahan sekitar Rp 80 miliar, dana dealer yang sedianya bakal digunakan untuk membangun pusat penelitian dan pengembangan TPN.

Dengan setumpuk 'dosa' itu, image masyarakat harus diubah. Paling tidak, "Mereka tahu, Timor tak lagi identik dengan Tommy," jelas David Darmawirya, direktur pemasaran SAG. Caranya, warna khas Timor, perpaduan huruf emas dengan latar belakang warna merah diganti dengan abjad putih berbackground biru. Penggantian warna ini dilakukan serentak, mulai pintu masuk ruang pamer hingga kartu nama penggawangnya.

Hebatnya, SAG juga mewajibkan seluruh ruang pajang Timor mengikuti aturan warna tersebut. Namun upaya melibatkan langsung ruang pamer ini belum seluruhnya terlaksana.

Yang masih membandel, umumnya bukan lantaran masih cinta Cendana, tapi tak punya dana. Amir dari PT Niaga Mobil Nasional jalan Otista misalnya, mengaku nggak punya duit untuk memajang papan nama baru. "Dihitung-hitung, ongkosnya mencapai Rp 15 jutaan," kalkulasi Alfons, juragan Batutulis Motor, Bogor. Selain mesti menyiapkan puluhan galon cat (harga per galon sekarang sekitar Rp 150.000), kocek harus dirogoh juga untuk membeli tiner dan amplas.

Baca Juga: Kisah Keteguhan Andhika Cendana, Tunarungu yang Sudah 6 Tahun Jajakan Kue di Keranjang

Kini, tiga bulan setelah program ubah image dilaksanakan, manfaat mulai terasa. "Ada peningkatan deal yang cukup sig-nifikan," ungkap David. Sebelum pengambilalihan, cuma tercatat 29 perjanjian jual beli. Masuk Oktober, transaksi meningkat jadi 97 unit dan 85 unit, masing-masing untuk Oktober dan November. "Kalau terus begini, dalam dua sampai dua setengah tahun stok Timor bisa terjual habis," tambahnya optimis.

Peluang

Berita dari PT Citramobil Nasional (CN), pengusung merek Bimantara tak banyak beda. Sejak tiga bulan lalu, CN kem-bali kepada fitrahnya sebagai

pedagang. Logo 'B' milik Bimantara di tiap mobil pun dicopot, berganti jadi 'H'-nya Hyundai. Nama belakang Nenggala pun balik lagi jadi Elantra, sementara Cakra kembali ke Accent. "Memang lebih aman pakai Hyundai. Kalau masih berlabel Bimantara, kadang masih muncul rasa ngeri," gumam Evie, penunggang Accent 1997.

Dan seperti kata pepatah, sekali melangkah, Bimantara bereluang melampaui dua-tiga pulau sekaligus. Sebab, selain menghindari bau Cendana, aksi tadi dipercaya bakal membuat ruang pamer bernapas lega. "Kalau mau jujur, CN mestinya bertindak sejak dua tahun lalu," ucap Wilianto Widjadja dari PT Wira Andrawina Megah, penjual Hyundai di kawasan Sunter. Artinya, sejak awal berdirinya CN, tak ada alasan untuk mengganti nama Hyundai dengan Bimantara.

Apalagi dipasarkannya Bimantara, dengan target menjadi mobnas kedua setelah Timor, dipenuhi ragam intrik politik. "Bisnis murni mestinya tak dicampuradukkan dengan risiko politik," tambah Wilianto. Plus kedudukannya sebagai putra Soeharto, persaingan terselubung dengan Timor dipercaya ikut menyeret CN kena getah tuduhan KKN.

Mestinya CN lebih pede (percaya diri). Nama Hyundai kan sudah menginternasional. Selain itu, menurut hitung-hitungan bisnis, jualan Hyundasangat menguntungkan. Lantaran pengaruh eksternal mata uang won tidak sedahsyat dolar. Makanya, masih sangat terbuka peluang untuk menjual sedan murah.

Tambahan, transaksi antara ATPM dan mitra Koreanya menggunakan sistem jual putus. Hingga saat ini, Hyundai yang beredar di jalan mencapai 10.000 unit. Beda dengan mobil Jepang yang rada rewel terhadap segala macam perubahan model, mobil Korea lebih easy going. "Kita mau apain aja tuh mobil, nggak ada yang protes," tegasWilianto.

Baca Juga: Sandyakalaning Cendana, Saat Soeharto Ditinggalkan Semua Orang Kepercayaan

Suara dari para pedagang tadi diamini Arief G, manajer pemasaran Citramobil Nasional. "Sejak terhentinya proyek perakitan mobnas Bimantara Hyundai Indonesia (BHI) Februari 1998 lalu, kami sudah mulai berpikir kembali menjadi ATPM." Makanya, lelaki ramah ini menolak jika dieliminasinya nama Bimantara semata-mata lantaran menghindari bau Cendana. "Secara bisnis, kami juga ingin survive, kan?" tutupnya kalem.

Sambil menyelam minum air.

Baca Juga: Firza yang Suka Bau Cendana, Tommy Soeharto yang Dipanggil Polisi untuk Kasus Makar

Artikel Terkait