Ine mengatakan, usia remaja adalah peralihan menuju fase dewasa sehingga secara psikologis mereka belum stabil.
Keputusan menikah adalah keputusan besar sehingga dituntut pemikiran mendalam dan bijak.
"Remaja yang menikah seperti memaksa mereka untuk dewasa sebelum waktunya.”
“Apalagi bila nantinya memiliki anak, tanggung jawabnya lebih besar," kata psikolog dari lembaga psikologi SATU Consulting ini.
Seorang remaja juga sedang dalam masa mencari identitas diri, salah satu caranya adalah membandingkan diri dengan teman lainnya.
Jika mereka sudah berstatus sebagai istri atau suami, bisa membuat mereka seperti tidak punya teman.
"Akibatnya remaja kesulitan mencari pembanding dan berisiko tidak menemukan jati dirinya.”
“Anak yang tidak punya jati diri akan mudah diombang-ambingkan situasi sekitar.”
“Kondisi ini tentu tidak sehat untuk perkembangan remaja yang masa depannya masih panjang," paparnya.
Perbedaan usia yang terlalu jauh juga dikhawatirkan mengakibatkan perbedaan visi. Sesuai usianya, seorang remaja biasanya masih ingin bersenang-senang.
"Beda sekali dengan orang dewasa yang mungkin ingin lebih tenang, menata masa depan, atau dalam kasus ini mulai memikirkan masa tua.”
“Kasihan sekali kalau remaja harus menghadapi ketidakseimbangan ini," kata Ine.
Bila berkaca ke belakang pernikahan beda usia cukup banyak dilakukan di masyarakat sejak zaman dulu.
Namun menurut Ine, kondisi remaja sekarang sudah berbeda.
"Kondisi dulu dan sekarang berbeda.”
“Remaja saat ini memiliki tuntutan, impian, dan harapan yang sangat banyak," kata Ine.
Karena itu, Ine menyarankan remaja tidak menikah dulu, kecuali dengan pertimbangan matang orangtua dan dirinya.
(Maria Andriana Oky/ Rosmha Widiyani)
(Artikel ini telah tayang di pop.grid.id dengan judul "Bikin Warganet Gagal Fokus, Ini Kisah Bocah 14 Tahun di Pamekasan Nikahi Gadis 20 Tahun, Netizen: Jiwa Jombloku Meronta!” dan “Menikah dengan Pasangan Beda Usia Terlalu Jauh”)
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR