Advertorial
Intisari-Online.com - Tahun 2020 dibuka dengan terjadinya banjir di sejumlah wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Banjir ini pun berimbas pada kegiatan dan sarana prasarana di Jakarta dan sekitarnya.
Air menggenang dan mengganggu beroperasinya fasilitas-fasilitas umum seperti moda transportasi seperti KRL, KA Bandara hingga prasarana umum seperti jalan tol.
Banjir ini terjadi pada Rabu (1/1/2020) pagi setelah Jakarta dan sekitarnya diguyur hujan lebat pada Selasa (31/12/2019) sore.
Dilansir dari Kompas.com, menurut Ahli Hidrologi dan Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) M. Pramono Hadi, penyebab utama dari banjir ini adalah hujan yang merata dan jumlahnya banyak.
Namun tahukah Anda bahwa tanah Jakarta turun 4 meter dalam 40 tahun dan bahkan telah diprediksi akan jadi kota pertama di dunia yang tenggelam?
Laporan dari Organisation for Economic and Cooperation Development (OECD) dalam Green Growth Policy Review (GPPR) 2019 menyatakan bahwa permukaan tanah area-area pesisir Jakarta turun empat meter dalam waktu 40 tahun terakhir.
"Penurunan akibat ekstraksi air tanah yang berlebihan dan subsidensi lahan," tulis koordinator studi Eija Kiiskinen dan Britta Labuhn.
Pada awal Februari 2018, Direktur Pengairan dan Irigasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Abdul Malik Sadat Idris juga mengatakan bahwa permukaan tanah di Jakarta mengalami penurunan sekitar tiga sampai 18 sentimeter.
Seperti yang diberitakan, penurunan tanah ini disebabkan oleh beban bangunan gedung dan pengambilan air tanah yang tidak terkontrol.
Abdul mengatakan, tren penurunan permukaan tanah berbeda-beda di setiap lokasi.
Namun, penurunan permukaan tanah paling dalam terjadi di Muara Baru, Jakarta Utara.
Itulah sebabnya kawasan tersebut kerap terendam banjir rob.
Selain faktor-faktor itu, ditambah dengan pemanasan global, banjir jelas saja menyerbu sebagian besar wilayah Jakarta pada tahun 2007.
Ya, Jakarta sendiri sedang 'menenggelamkan' dirinya.
Bahkan jika mau dihitung, Jakarta adalah kota yang tenggelam paling cepat dibandingkan kota besar lainnya di planet ini.
Bahkan lebih cepat daripada perubahan iklim yang menyebabkan laut naik.
Begitu cepat sehingga sungai bisa mengalir ke hulu dan hujan biasa bisa menyebabkan genangan air tinggi di mana saja.
Penyebab utamanya: warga Jakarta menggali sumur ilegal.
Menggali sumur ilegal seperti membuka saluran udara sebuah balon yang menahan kota ini di bawah permukaan tanah.
Sekitar 40% daratan Jakarta sekarang terletak di bawah permukaan laut.
Kabupaten-kabupaten pesisir seperti Muara Baru telah tenggelam sebanyak 4,2 meter dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam kasus Jakarta, penduduk turut membantu kota ini tenggelam lebih cepat.
Pembangunan yang tak terkendali dan tanpa perencanaan matang serta kurangnya saluran pembuangan menjadi faktornya.
Beban bangunan jelas melebihi daya dukung tanah di Jakarta.
Belum lagi masalah lain seperti sungai yang kotor atau sampah yang berserak di atas air.
Ahli hidrologi mengatakan bahwa Jakarta hanya punya satu dekade untuk menghentikan proses tenggelamnya kota.
Jika tidak bisa, Jakarta Utara (kawasan Pluit) akan menjadi lokasi pertama yang berakhir di bawah air.
Jika tidak ada perubahan besar dan revolusi infrastruktur, Jan Sopaheluwakan, peneliti geoteknologi memprediksi Jakarta akan benar-benar tenggelam tahun 2050.
Jakarta tidak akan mampu membangun tembok yang cukup tinggi untuk menahan serbuan air dari sungai dan khususnya Laut Jawa.
Kondisi Jakarta pernah dialami oleh ibu kota Jepang, Tokyo pada tahun 1900 silam.
Saat itu Tokyo mengalami penurunan daratan 365 meter tapi pemerintah Jepang dengan aturan ketat dan revolusi pembangunan mereka berhasil menghentikan penurunan itu.
Sama seperti Tokyo, Jakarta ada pada titik balik dan sudah seharusnya kita berkata "Alam tidak akan lagi menunggu".