Advertorial

Apa yang Anda Lakukan Ketika Tahu Tinggal di Tanah yang Rawan Bencana? Mau Tak Mau Anda Harus Hidup dengan Bencana!

K. Tatik Wardayati
,
Ade S

Tim Redaksi

Ketika serangkaian gempa dan tsunami yang melanda Sulawesi Tengah 28 September 2018, pemerintah daerah dan masyarakat menyadari bahwa mereka tidak memiliki strategi mitigasi.
Ketika serangkaian gempa dan tsunami yang melanda Sulawesi Tengah 28 September 2018, pemerintah daerah dan masyarakat menyadari bahwa mereka tidak memiliki strategi mitigasi.

Intisari-Online.com – Apa yang Anda lakukan ketika tahu bahwa Anda tinggal di daerah yang rawan bencana atau gempa?

Lalu, apakah negara sendiri sudah mempersiapkan diri bila menghadapi bencana seperti gempa atau tsunami?

Ketika serangkaian gempa dan tsunami yang melanda Sulawesi Tengah 28 September 2018, pemerintah daerah dan masyarakat menyadari bahwa mereka tidak memiliki strategi mitigasi.

Sulawesi Tengah terletak di patahan Palu-Koro yang aktif bergerak 30 – 40 mm per tahun. Posisinya ini menjamin bahwa bencana akan selalu terjadi di Sulawesi Tengah.

Baca Juga: Dinyatakan Sebagai Fenomena Supershear Langka, Gempa Palu Dobrak Teori, Bergerak dengan Kecepatan Super dan Picu Ledakan Sonik

Nenek moyang kita menyadari hal ini, sehingga mereka meninggalkan tanda dan legenda melalui lagu pengantar tidur, patung, dan toponim yang berfungsi sebagai peringatan dan panduan sehingga kita dapat meminimalkan kerusakan di masa depan.

Namun, informasi tersebut tidak ‘sampai’ pada masyarakat sekarang. Masyarakat sekarang tidak paham apa yang dimaksud dengan tanda atau peninggalan yang ditinggalkan oleh para leluhur kita.

Bagaimana itu sampai pada masyarakat sekarang ini, bila tidak ada pencatatan mengenai apa yang dimaksud.

Seperti halnya gempa bumi yang pernah tercatat dalam sejarah kolonial karena pergerakan patahan, tiga kali gempa sudah pernah terjadi di tahun 1927, 1938, dan 2018.

Baca Juga: Ramai Kabar Korban Gempa Palu Lolos dari Cengkeraman Lumpur Setelah 2 MInggu Terperangkap, Ini Jawaban Polisi

Sayangnya, ssejarah sepertinya diabaikan, baik oleh masyarakat umum maupun pembuat kebijakan di Sulawesi Tengah, untuk menghasilkan strategi pembangunan yang singkat.

Neni Muhidin, sebagai tokoh protagonis dalam film Hidup dengan Bencana yang disutradarai oleh Yusuf Radjamuda, ini ingin mengajak kita untuk menjadikan sumber bacaan sebagai literasi, termasuk literasi bencana.

Jangan sampai informasi yang sudah diketahui secara turun-temurun dari nenek moyang kita terputus untuk dijadikan bahan pertimbangan di masa kini.

Juga kenyataan bahwa masyarakat pun harus memahami bahwa nyatanya mereka tinggal di daerah yang rawan dengan bencana.

Baca Juga: Ingin Cari Putrinya yang Tertimbun Reruntuhan Gempa Palu, Pria Ini Justru Jadi Pahlawan karena Selamatkan 7 Nyawa

Maka, mengkombinasikan ilmu pengetahuan dan data historis nyata, serta kearifan lokal dapat berfungsi sebagai strategi mitigasi penting untuk mencegah kerusakan besar ketika bencana melanda.

Dari film ini diharapkan mendapatkan dukungan dari masyarakat untuk menyebarkan informasi tentang mitigasi bencana.

Jangan sampai terputus informasi mengenai risiko yang harus dihadapi oleh warga tentang tanah yang mereka diami serta bagaimana mengurangi risiko bila terjadi bencana.

Diharapkan juga perubahan kebijakan di tingkat pemerintah, sehingga pemerintah dapat mengadopsi strategi mitigasi bencana yang beragam dan kuat dalam kebijakan pembangunannya.

Baca Juga: 'Mama Sudah Di Atas Sekali, Sudah di Surga', Ini Curahan Hati Anak Korban Gempa Palu Setelah Bertemu Jokowi

Artikel Terkait