Advertorial

Gempa Kerap Guncang Indonesia, Apa yang Bisa Kita Lakukan? Yuk Simak!

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah
,
Tatik Ariyani

Tim Redaksi

Untuk meminimalisasi risiko gempa bumi dapat dilakukan dengan pendekatan mitigasi struktural. Seperti apa?
Untuk meminimalisasi risiko gempa bumi dapat dilakukan dengan pendekatan mitigasi struktural. Seperti apa?

Intisari-Online.com - Seperti diketahiu, gempa bumi kerap mengguncang wilayah di Indonesia.

Seperti misalnya pada Jumat (2/8/2019), gempa terjadi di Banten hingga ke beberapa daerah lain di Pulau Jawa dan Sumatera.

Gempa Banten itu juga diikuti peringatan dini tsunami yang kemudian dicabut oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG). Biasanya, terjadi kepanikan jika terjadi gempa.

Ada upaya mitigasi yang dilakukan karena Indonesia termasuk wilayah yang rawan gempa.

Baca Juga: Denda Rp30 Miliar Plus Penjara 3 Tahun Menanti Bagi Pedagang yang Menjual Bensin Eceran

Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono menjelaskan, meminimalisasi risiko gempa bumi dapat dilakukan dengan pendekatan mitigasi struktural.

"Kalau gempa itu enggak usah banyak rencana, pokoknya wujudkan bangunan rumah tahan gempa sesuai aturan yang ada (mitigasi struktural)," kata Daryono saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (3/8/2019).

Daryono mengatakan, jatuhnya korban saat gempa biasanya karena bangunan yang rubuh.

"Gempa itu menjadi human interest kalau ada (bangunan) yang roboh, korban luka, korban meninggal.

Baca Juga: 5 Cara Alami Hilangkan Kutil Hingga Tak Bersisa, Termasuk dengan Bawang Putih dan Nanas, Yuk Coba!

Dalam konteks ini, gempa tak pernah membunuh orang, yang membunuh adalah bangunan rumahnya," ujar dia.

Contohnya, lanjut Daryono, peristiwa dua gempa dengan perilaku dan kondisi geologi serupa, yaitu gempa di Yogyakarta pada 2006 dan gempa di Suruga, Jepang pada 2010.

"Pembangkitnya (dua gempa itu) sama-sama sesar aktif. Yang beda bangunan rumahnya.

Rumah di Jepang sudah mengadopsi bangunan tahan gempa, di Indonesia belum," papar dia.

Baca Juga: Demi Menabung untuk Pernikahan, Pria Ini Rela Beli Obat Murah, Namun Akhir Kisahnya Tragis dan Diluar Harapan

Gempa di Yogyakarta dan di Jepang sama-sama mempunyai kekuatan 6,4 magnitudo dan berada pada kedalaman 10 meter.

Gempa di Yogyakarta menyebabkan ribuan orang meninggal, sementara di Jepang hanya satu orang.

"Ini sebagai contoh nyata. Niat untuk menyelematkan masyarakat kita dari daerah gempa (yaitu) mendirikan bangunan tahan gempa, tidak ada lainnya lagi," ucap Daryono.

Guncangan besar

Baca Juga: Sabet Penghargaan Internasional, Gadis 16 Tahun Ini Temukan Alat Pendeteksi Diabetes Tanpa Perlu Sampel Darah, Harganya Lebih Terjangkau!

Daryono mengungkapkan, selain mitigasi struktural, masyarakat juga harus paham mitigasi ketika gempa bumi terjadi.

Saat guncangan besar terjadi, mengelola rasa panik menjadi satu hal penting.

"Masyarakat kalau di dalam rumah, goncangannya besar jangan paksa lari keluar.

Tunggu guncangannya selesai. (Berlindung dengan cara) cari barang apa saja yang bisa melindungi badan kita," papar Daryono.

Hal ini dilakukan karena saat gempa, tubuh akan mengikuti gerak tanah.

"Kalau gempa besar, enggak bisa kita jalan atau merangkak. Lempar sana lempar sini (terombang-ambing).

Belum lagi rak buku ambruk, telivisi jatuh, semua mencelat semua. Bisa saja pintu enggak bisa dibuka karena terkunci," lanjut dia.

Baca Juga: Galang Rambu Anarki, Putra Iwan Fals yang Wafat di Usia Belia dengan Meninggalkan Sebuah Proyek Superaneh

Tsunami

Gempa bumi yang berpusat di laut juga dapat memicu potensi gelombang tsunami.

Mengenai hal ini, Daryono mengatakan, evakuasi mandiri menjadi hal penting yang harus segera dilakukan.

Jika gempa terasa di daerah dekat pantai terutama pantai rawan tsunami, maka masyarakat tak perlu menunggu peringatan yang dikeluarkan oleh BMKG atau instansi resmi lainnya untuk menyelamatkan diri.

"Kalau ada gempa di pantai, ya sudah pergi tinggalkan pantai. Menghindari daerah pantai," kata Daryono.

Jalur-jalur evakuasi juga harus disiapkan.

Baca Juga: Sering Dijilat oleh Anjingnya, Kaki dan Tangan Wanita Ini Diamputasi, Ternyata Inilah yang Terjadi

"Harus diperkuuat evakuasi mandiri di pantai-pantai yang rawan tsunami.

Harus ada sosialisasi yang menyeluruh dan berkelanjutan. Kemudian diadakan jalur-jalur evakuasi mandiri di berbagai pantai yang rawan tsunami," ujar Daryono.

Penataan ruang di sekitar pantai rawan tsunami juga harus diperhatikan.

Selain itu, tidak disarankan mendirikan bangunan di dekat bibir pantai rawan tsunami.

Jika memang akan membuat bangunan, usahakan setidaknya berjarak 400 meter dari pantai.

Baca Juga: 'Gear Persneling' Tersangkut di Organ Intim Pria Ini, Petugas Sempat Bingung Melepaskannya Hingga Akhirnya Terpaksa Lakukan Ini

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gempa Kerap Guncang Indonesia, Apa yang Bisa Kita Lakukan?"

Artikel Terkait