Advertorial
Intisari-Online.com -Masih ingat kisah bagaimana seorang badut bernamaArthur Fleck berubah menjadi seorang penjahat keji bernama Joker setelah menjalani berbagai kisah kelam dalam hidup?
Nah, kisah serupa ternyata pernah dialami oleh seorang wanita bernama Wiwik Pratiwi (WP).
Dia menjadi otak pembunuhan sadis terhadap suaminya sendiri setelah menjalani serangkaian kepiluan dalam hidupnya.
Dimulai dari orang tua yang mengharapkan kehadirannya lalu menjadi korban perkosaan kakak iparnya sendiri lalu mengalami serangkaian kegagalan dalam berumah tangga.
Bahkan dua kisah pernikahan terakhirnya terasa begitu rumit, WP menjadi istri kedua dari dua orang sekaligus. Ya, di satu sisi dirinya dipoligami, namun di sisi lain dirinya juga melakukan poliandri.
'Klimaks' dari kepiluan WP adalah ketika anak kandungnya coba dirayu oleh salah seorang suaminya yang menurut WP memiliki kelainan seksual berupa hasrat seks yang sangat sulit dibendung.
Tak kuat dengan segala kepiluan, WP pun memutuskan untuk mengakhiri hidup salah seorang suaminya melalui kedua adiknya.
Berikut ini kisahnya seperti pernah dimuat di Tabloid NOva No.28/I yang terbit pada 4 September 1988.
Dirayu, lalu diracun, kemudian dibunuh dan akhirnya dibuang di tepi jalan di luar kota. Sungguh naas sekali, tapi begitulah akhir perjalanan nasib, yang apa boleh buat, mesti diterima Haji Marhaenis Abdul Hay.SH (47) semasa hidupnya dikenal sebagai dosen Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta.
Otak dari pembunuhan berlatar belakang dendam dan sakit hati ini, adalah WP (37), istri kedua yang dinikahinya tahun 1984, tanpa sepengetahuan istri pertama.
Semua ini bermula pada perjumpaan almarhum dengan WP di tempat minum-minum kawasan Jl.Blora Jakarta Pusat, tahun 1981. WP yang berkerja di situ sebagai gadis bar, rupanya menarik perhatian Marhaenis.
Marhaenis tak bertepuk sebelah tangan. Diam-diam hubungan mereka semakin intim. Tiga tahun kemudian mereka nikah di bawah tangan. Soalnya saat itu WP masih isNxi sah Sony Sibutar-butar, pamen polisi.
Meski menurut pengakuan WP pada NOVA, "Perkawinan dengan Sony hanya membawa kesengsaraan. Tapi Sony tidak pernah mau menceraikan saya." Sementara Marhaenis sudah mendesak terus.
Pernikahan dengan Sony Sibutarbutar, terjadi setelah tahurf 1976 ia bercerai dari Sukarnan, yang menikahinya tahun 1969 di Jakarta dan dikaruniai seorang putri.
Tapi hubungannya dengan Sony yang masih beristri, baru disahkan di hadapan pegawai KUA Tanah Abang tahun 1980, setelah lahir dua putri, Dina dan Weni. "Itu pun atas desakan ibu saya, karena Sony sendiri takut karena masih punya istri," ungkap wanita yang tak pernah mengecap kebahagiaan.
Agak unik juga proses pernikahannya yang kedua ini, karena meski belum dipermandikan, WP mengaku beragama Katolik dan Sony penganut Kristen, melakukan pernikahan di KUA. "Karena agama Islam mengizinkan lelaki beristri dua, begitu alasan Sony dulu," ujar WP.
Kelanjutannya perkawinan ini uk ubahnya neraka bagi WP. "Selain galak, Sony tak pernah memberi uang belanja. Padahal waktu itu dua keponakannya ting'gal bersama saya. Saya malah disuruh kerja di bar," begitu pengakuannya.
Baca Juga: Pemprov Aceh Siap Legalkan Poligami, Studi: Risiko Serangan Jantung Menanti Pria Beristri Banyak
Apalagi tak lama kemudian Sony bertugas ke Timor Timur. Praktis hubungan hanya dilakukan melalui surat menyurat saja. Sampai akhirnya ber. jumpa Marhaenis.
Perkawinan dengan Marhaenis, ternyata ibarat keluar dari mulut buaya masuk ke mulut singa. Selain kasar dan ringan tangan, menurut WP, "Marhaenis sepertinya punya kelainan seks. Setiap kali kami berhubungan ia selalu minum pil dulu dan memaksa saya melakukan adegan seperti dalam film.porno."
Lama kelamaan, wanita kelahiran Nganjuk Jawa Timur ini, rupanya menjadi jijik dan kesakitan. Karena saat haid atau habis pendarahan pun, kalau Marhaenis lagi ingin, ia tak kuasa menolak. Dan itu bisa terjadi di mana saja.
"Saya diperlakukan seperti binatang saja," ungkapnya pada NOVA di tahanan sementara PN Jakarta Timur. Tapi ketika minta diceraikan saja, Marhaenis malah mengancam. "Saya jadi takut sekali."
Begitu pula setiap kali ia hamil, "Marhaenis selalu menyuruh untuk menggugurkan saja." Selama terikat dengan Marhaenis, menurut pengakuannya sudah 11 kali ia melakukan abortus. "Lima kali di sedot sama dokter. Yang enam kali dipijit dukun."
Akibatnya, kini ia sering merasa sakit dan mudah lemas. "Sekarang saya. terpaksa selalu mengenakan korset," ujarnya lirin. Bahkan untuk berjalan pun ia harus melangkah perlahan-lahan. "Sakit sekali rasanya," lanjutnya sambil mengelus bagian perutnya.
Harapannya memperoleh kebahagian dan kasih sayang yang tak pernah ia dapatkan dari orang tua mau pun keluarganya, punah sudah. "Hidup saya tersia-sia. Sewaktu ikut kakak wanita hidup tak ubahnya seperti babu. Dibenci dan dicemburui. Setelah menikah sama saja," katanya sambil menerawang.
Sampai di situ WP masih menahan kesabarannya. Juga ketika Marhaenis ada main dengan mahasiswinya. "Malah sampai hamil, tapi digugurkan atas suruhan Marhaenis. Anak itu, saya lupa namanya, lalu diberi 150 ribu rupiah oleh Marhaenis," kisah wanita bertubuh sedang itu.
Klimaksnya, sewaktu Marhaenis mulai sering menggoda dan merayu Sulistyowati (18), buah perkawinan WP dengan Sukarman, suami pertama.
Baca Juga: Bahas Qanun Keluarga, Aceh Ingin Legalkan Poligami
"Untungnya Lis orangnya judes. Coba kalau gampangan, pasti sudah diembat," kata WP dengan geram. "Siapa yang tidak akan kesal, anak sendiri mau dikerjai juga. Biarlah cukup saya yang hancur, jangan anak-anak saya,"- tambahnya.
Tanggal 21 September 1987, dengan membawa dendam dan sakit hati, akhirnya WP menjemput Marhaenis dari tempat kerjanya dan menghabisi nyawanya bersama-sama tiga orang lainnya.
Akhirnya WP memang terbebas dari kekejaman pria asal Padang itu, tapi tak berarti bebas dari ancaman hukuman mati atau seumur hidup pasal 340 jo 55 KUHPidana.
Kini, WP hanya bisa menyesali perbuatannya di tahanan, sambil menanti putusan dari majehs hakim PN Jakarta Timur pimpinan Hakim Djaenal Hakim SH atas tuntatan jaksa A.Hamid Thahir S.SH. Ia scndin didampingi oleh tim penasehat hukum dari dua kantor pengacara, Palmer Situmorang SH dan Posbakum Jakarta Timur.
"Dalam kasusnya sendiri masih banyak keganjilan. Nanti akan terbukti dalam pemenksaan persidangannya," ucap Sitor Situmorang SH, salah satu pengacaranya.
Bukan pembunuh
Dalam persidangan yang berlangsung pada 8 Agustus 1988 (setahun setelah peristiwa pembunah berlangsung), WP justru menyangkal sebagai pembunuh.
"Saya bukan pembunuh... Saya hanya disuruh," ujar WP (37) terisak-isak di bahu seorang kerabatnya. "Sony yang menyuruh saya membunuh Marhaenis," lanjutnya. Tangisnya semakin menjadi ketika Sulistyowati (18), putri sulungnya, tiba. Mereka berdua menangis berpelukan.
Jaksa A. Hamid Thahir S. SH dengan suara tenang dan jelas meminta Majelis Hakim PN Jakarta Timur, dipimpin oleh Djaenal Hakim. SH, memutuskan WP sebagai otak pembunuhan terhadap Marhaenis dan menuntutnya hukuman 20 tahun penjara.
Sesaat wanita asal Nganjuk (Jatim) itu termangu-mangu di depan majelis. Badannya gemetar dan menoleh jaksa dengan pandangan tak percaya. Tak sepatah kata pun terucap dari bibirnya. Air matanya baru mengalir deras, ketika memasuki sel tahanan sementara.
Dalam persidangan itu, hadir Horas Sinaga. SH., satu dari lima pengacara WP.
WP tidak siap dengan tuntutan demikian lamanya. Ini tercermin dalam ucapannya, "Kok tega sekali Pak Jaksa menghukum saya sampai 20 tahun," desahnya. Bujukan Horas, bahwa ancaman jaksa baru tuntutan, tidak menjadikan WP tenang. "Jangan terlalu sedih. Putusan akhir ada pada hakim. Ingat anak-anak, Mbak," hiburnya.
Masalahnya, WP melibatkan banyak pihak dalam tindakannya itu. Repotnya lagi, selain dituduh merencanakan dengan teliti, WP juga disangka menjadi dalang pembunuhan terhadap dosen Umversitas Pembangunan Nasional (UPN) Jakarta.
Sejauh menyangkut pembunuhan terhadap Marhaenis, WP mengakui ia ikut terlibat. "Tapi saya nggak terima dituduh sebagai dalangnya!" katanya sengit. "Saya hanya orang suruhan. Sony yang menyuruh." Konon, Sony Sibutar-butar, Letnan Kolonel Polisi, yang menyuruh WP membunuh Marhaenis. Pangkalnya kecemburuan Sony terhadap Marhaenis yang dianggap merebut WP.
Dalam pengakuan WP, Sony melihat hubungan yang tak serasi antara dirinya dengan Marhaenis. Sony lalu memanas-manasi WP untuk menghabisi nyawa Marhaenis.
Merasa didesak terus menerus, "Saya akhirnya mengikuti saran Sony. Apalagi ketika itu ia setengah mengancam, mau menghabisi saya sekalian, kalau tidak membunuh Marhaenis," ujar WP.
Sayangnya, kisah itu tak bisa dibuktikannya di depan sidang. Sony tak bisa diajukan sebagai saksi. Me; nurut majelis hakim kala itu, sudah terlalu banyak saksi. Lagi pula WP tak punya bukti-bukti otentik bagi pembenaran keterlibatan Sony.
15 Tahun
Sekitar 20 hari kemudian, Kamis (28/8/1988),Majelis Hakim PN Jakarta Timur memutuskan,15 tahun penjara pada Wiwik Pratiwi (37).
la terbukti bersalah mendalangi pembunuhan sadis dan terencana atas H. Marhenis Abdul Hay. SH (47), Senin 21 September 1987 di Kampung Bambu Apus, Jakarta Timur. Mayatnya lalu dibuang di Sukabumi, Jabar.
"Sejak kemarin saya tak bisa tidur," katanya sebelum sidang, "Ingat anak-anak. Kalau saya dipenjara, gimana nasib mereka?" Sampai sekarang ia konon tak tahu, di mana anak sulungnya, Sulisyowati (17), berdiam.
"Katanya berpindah-pindah, dari rumah temannya yang satu ke lainnya." Dua anak lainnya yang kini tinggal di Nganjuk bersama nenek mereka, juga tak diketahui kabarnya. "Terakhir saya kirim surat sekitar sebulan lalu. Tapi nggak ada balasan," lanjutnya sendu.
Mengaku sudah menduga bakal kena hukuman belasan tahun penjara, tak urung ia shock juga ketika Ketua Majelis Hakim, Djacnal Hakim SH memvonis 15 tahun penjara, Kamis (25/8) lalu.
"Hakim nggak adil! Berat sebelah. Pembelaan saya sama sekali nggak diperhatikan," ujar Wiwiek dengan mata sembab habis menangis. Mengenakan blus biru cerah dan rok hitam, ia kelihatah jauh lebih kurus dan tak secerah blusnya. Wajahnya penuh bercak hitam akibat memakai make up yang berlebihan.
Baca Juga: Selain Mendapat Predikat Desa Terbersih, Penglipuran Juga Dikenal Sebagai Desa Antipoligami