"Sepatu itu akan dipakainya untuk datang ke persidangan. Soalnya sepatu dia satu-satunya untuk bekerja, hilang ketika terjadi kecelakaan Bintaro dulu," kata Kasni.
Waktu itu Kasni tak bisa memenuhi permintaan SS. Tapi keesoKan harinya, Selasa (12/4), ketika SS disidangkan untuk pertama kalinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kasni membawakan sepatu yang diinginkan SS.
"Sepatu itu hasil pembelian rekan-rekannya," ujar Kasni, ketika ditemui NOVA. Sayang, sepatu itu tak sempat dipakai SS karena Kasni datang terlambat. SS disidangkan pukul 09.30, sementara Kasni baru datang pukul 11.00.
Sejak SS tak bisa bekerja lagi dan terus berada di bawah pengawasan pihak berwajib, Kasni mengaku terpaksa mencari penghasilan tambahan.
Sebulan belakangan ini, ia membuka -waning nasi di Stasiun Dipo Lokomotif Tanah Abang. Sebab Kasni kini hanya menerima separoh dari gaji yang biasa diterima suaminya setiap bulan. Jumlahnya Rp. 69.000.
Uang sebanyak ini, jelas tak mungkin cukup untuk menghidupi tujuh anak selama sebulan.
Tujuh anak itu, memang bukan anak kandung Kasni semua. Sebab, ketika menikah dengan SS sembilan tahun silam, SS adalah duda beranak lima. Kasni sendiri waktu itu janda beranak satu.
Perkawinannya dengan SS, membuah seorang putri. Kini berusia- delapan tahun. Keadaan anak-anak itu sekarang nyaris cerai berai. Dua orang dititipkan di Parung Panjang, Bogor. Lima lagi di rumah neneknya.
Karena ketiadaan biaya, empat anak tirinya yang kini duduk di bangku SMP dan SLTA, terpaksa berhenti sekolah. Rumah kontrakan di Parung Panjang, telah pula habis masa sewanya Maret lalu.
KOMENTAR