Advertorial
Intisari-Online.com -Tawuran antarkelompok warga kerap menjadi pemberitaan yang menyita perhatian di Indonesia.
Yang terbaru, tawuran terjadi di kawasan Manggarai, di depan Pasar Raya Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, pada Selasa (29/10/2019).
Berdasarkan laporan Kompas.com, Selasa (29/10/2019), perjalanan KRL dari arah Sudirman maupun Cikini tertahan karena banyaknya kerumunan warga di lokasi tersebut.
Seorang anggota kepolisian juga dilaporkan terluka lantaran terkena bacokan.
Ini bukan satu-satunya peristiwa tawuran yang pernah terjadi di Indonesia.
Satu hari sebelum peristiwa tawuran tersebut, hal serupa juga terjadi di Sulawesi Selatan.
Dua kelompok mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM), Sulawesi Selatan, kembali terlibat tawuran di halaman kampus yang terletak di Keluarahan Parangtambung, Kecamatan Tamalate, Makassar, Senin (28/10/2019) siang.
Bentrokan ini membuat para mahasiswa serta pegawai kampus panik dan saling berlarian karena dua kelompok mahasiswa yang diduga berasal dari Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) serta Fakultas Seni dan Desain (FSD) saling melempar batu dan busur.
Mengutip laporan Kompas.com, Senin (28/10/2019), Kapolsek Tamalate Kompol Arifuddin mengatakan bahwa tawuran ini diduga buntut dari bentrokan yang terjadi pada Senin pekan lalu, yang mengakibatkan dua mahasiswa FBS mengalami luka tusuk.
Menanggapi maraknya tawuran di Indonesia, Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair), Bagong Suyanto mengatakan tawuran memang bisa terjadi tidak hanya antarpelajar, tetapi juga antarwarga kampung.
"Hal tersebut bisa disebabkan karena faktor warisan sebelumnya, dan subkultur sok jagoan di kalangan masyarakat marginal," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (30/10/2019).
Sikap intoleran
Ia juga memaparkan, tawuran yang seolah telah menjadi budaya ini tidak hanya membuat ruang publik terganggu, namun juga bisa memakan korban jiwa.
Di sisi lain, tawuran juga bisa membuat sikap intoleran semakin tumbuh besar.
"Hal paling berbahaya dari tawuran itu adalah berkembangnya sikap intoleran terhadap kelompok yang berbeda."
"Masyarakat jadi lebih mengedepankan kepentingan kelompok daripada kepentingan bersama," tambahnya.
Bagong juga mengatakan, untuk mengatasi hal ini, satu-satunya cara adalah mencari akar penyebab adanya perbedaan antar kelompok yang menyebabkan timbulnya konflik.
"Harus dicari kepentingan yang lebih tinggi untuk mengatasi perbedaan kelompok."
"Jadi, setelah kita menemukan apa perbedaan yang memicu konflik, baru kita bisa menemukan solusinya," ungkap dia.
Baca Juga: Perayaan Hari Orang Mati di Meksiko, Warga Buat Kerangka 'Bangkit' dari Aspal Jalan
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Koentjoro Soeprapto mengatakan, tawuran yang terjadi di Manggarai sudah berlangsung lama dan terjadi karena banyak faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain kepadatan penduduk, jurang yang kaya dan miskin begitu besar, lalu lintas yang padat hingga akhirnya menyulut agresivitas massa dan menjadi mudah disulut kemarahannya.
Selain itu, ada banyak faktor lain yang melatarbelakangi tawuran yang terjadi akhir-akhir ini.
"Ada tiga faktor yang menjadi penyebab tawuran, faktor karena memang diadu, faktor kepentingan, dan dendam lama," kata Koentjoro saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
Selain hal di atas, alasan warga ataupun pelajar melakukan tawuran adalah untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Menurutnya, di luar negeri jarang terjadi tawuran. Yang terjadi seperti di Hongkong beberapa waktu lalu adalah karena faktor kepentingan.
Tetapi antar kampung jarang terjadi, dikarenakan masyarakat di luar negeri lebih individualis.
"Di luar negeri tidak ada orang yang nongkrong atau berkumpul, kalau di Indonesia banyak. Kegiatan tersebut dapat memicu dan menyulut tawuran," terangnya.(Ariska Puspita)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Mengapa di Indonesia Sering Terjadi Tawuran?