Advertorial

Sang Orator Ulung Berkata: 'Amerika Kita Setrika! Inggris Kita Linggis!' Inilah Potret Perjalanan 7 Pemimpin Indonesia

Tatik Ariyani

Editor

Terlepas dari itu, tujuh puluh empat tahun Indonesia merdeka, tujuh presiden mewarnai perjalanan negeri ini.
Terlepas dari itu, tujuh puluh empat tahun Indonesia merdeka, tujuh presiden mewarnai perjalanan negeri ini.

Intisari-Online.com -Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin akan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden 2019-2024, pada hari ini, Minggu (20/10/2019).

Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024 akan digelar di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Acara pelantikan dijadwalkan dimulai pukul 14.30 WIB dan diperkirakan selesai pada 15.48 WIB.

Presiden terpilih Joko Widodo menyebutkan, pengumuman Kabinet Kerja Jilid 2 kemungkinan akan diumumkan pada malam hari setelah dirinya dilantik sebagai Presiden 2019-2024 atau sehari setelahnya.

Terlepas dari itu, tujuh puluh empat tahun Indonesia merdeka, tujuh presiden mewarnai perjalanan negeri ini. Mulai dari Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo. Penampilan dan gaya komunikasi mereka membawa warna tersendiri dalam membangun Indonesia.

Baca Juga: 'Pelantikan' Presiden Soekarno 1945 yang Sudah Diramalkan Mertua: Fatmawati Akan Tinggal di Istana Putih Besar

Awal republik

Orator ulung, mungkin itu kata yang pas untuk menggambarkan sosok Soekarno, Presiden pertama RI dan proklamator kemerdekaan bersama Mohammad Hatta. Di atas panggung, Soekarno yang kelahiran Surabaya, 21 Juni 1901, mampu membius dan membakar semangat rakyat yang mendengarkan pidatonya.

Pidato berapi-api dengan tangan mengepal ke atas menjadi ciri khasnya. ”Amerika kita setrika! Inggris kita linggis,” kata Soekarno yang melihat peran kedua negara yang merusak kedamaian Asia dan Indonesia.

Surat kabar Die Welt, yang terbit di Hamburg, memuji Jenderal Soeharto sebagai politikus dan ahli strategi ulung, sementara koran Handelsblatt menyebutnya sebagai ”Der lachelnde General” (dalam bahasa Inggris, The Smiling General) yang artinya jenderal yang selalu tersenyum (Kompas, Senin, 27/3/1967).

Baca Juga: Jelang Pelantikan Presiden Jokowi, Pria Ini Ungkap 'Makhluk Tak Kasat Mata' Asal Jawa Ini Juga Akan Hadir

Sebutan ini dinilai cocok dengan pembawaan Soeharto selama menjadi Presiden kedua RI. Tidak mudah bagi orang untuk mengerti dan memahami setiap senyumannya yang kelihatan khas.

Bahkan, Hayono Isman, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Kabinet Pembangunan VI (1993-1998), salah mengartikan. Ia menyangka Pak Harto setuju diadakan seminar nasional soal Nawaksara, padahal sebaliknya.

Era Reformasi

Ketika Soeharto lengser, 21 Mei 1998, BJ Habibie yang saat itu menjadi wakil presiden, segera dilantik sebagai Presiden ketiga RI pada hari yang sama. Latar belakangnya sebagai teknokrat dan ilmuwan menjadikan dirinya terlihat berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya.

Bola matanya yang bulat berbinar-binar dan gerak tubuhnya yang selalu aktif membuat suasana lebih ceria.

Baca Juga: Polisi Klaim Amankan 'Calon Pengantin' Bom Bunuh Diri di Solo dan Yogyakarta, Amankah Pelantikan Jokowi-Ma'ruf Amin 20 Oktober Mendatang?

Presiden BJ Habibie sering bercerita kepada wartawan tentang kegiatannya berenang sebelum berangkat ke Istana Kepresidenan. Ia juga sering melantunkan lagu ”Widuri” (ciptaan Adriyadi) dalam berbagai kesempatan, termasuk acara di Istana Negara. (Kompas, Selasa, 6/4/2010).

Habibie juga menggemari karya Ismail Marzuki dan sering menyanyikan lagu karyanya, ”Sepasang Mata Bola”.

Bagi Mohamad Sobary, Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur layak disebut raja humor. (Kompas, 24 September 2000). Diceritakannya, saat menonton ketoprak humor di Taman Ismail Marzuki tahun 2000, Gus Dur yang menjabat sebagai presiden pada 20 Oktober 1999-23 Juli 2001 mengatakan, Pak Harto adalah presiden new order, Pak Habibie merupakan presiden in order, sedangkan dirinya sendiri ialah presiden no order.

Megawati Soekarnoputri menjadi perempuan presiden pertama Indonesia sejak 23 Juli 2001. Ditempa dari perjuangannya selama aktif di partai politik, membuat Presiden kelima RI itu berani datang ke daerah konflik seperti di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua untuk menyapa warga.

Baca Juga: Pengunjung Terkejut, Masuk ke Wisata Rumah Hantu, yang Dipajang Bukan Manekin Tapi Mayat Manusia Sungguhan, Identitas Mayatnya Mengerikan

Ribuan warga Aceh menyambut hangat Presiden Megawati ketika tampil di Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh, 8 September 2001. Ia menegaskan, masalah Aceh tak bisa diatasi dengan kekerasan.

Presiden Megawati di depan ribuan warga Aceh di Masjid Raya Baiturrahman tampil berbicara bagai sosok Bung Karno, ayahnya. Berpidato tanpa teks dengan gaya retorika yang tinggi, ia memukau hadirin.

Ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan Menko Polhukam di era pemerintahan Megawati, menjadi Presiden keenam RI pada 20 Oktober 2004, terlihat kesibukan besar untuk mempersiapkan kompleks Istana Kepresidenan sebagai tempat tinggalnya.

Baca Juga: 'Pelantikan' Presiden Soekarno 1945 yang Sudah Diramalkan Mertua: Fatmawati Akan Tinggal di Istana Putih Besar

Ia akan menjadi presiden ketiga yang berdomisili di Kompleks Istana Kepresidenan setelah Soekarno dan Gus Dur.

Pasangan Presiden SBY dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi tonggak penting pasca-Reformasi karena untuk pertama kalinya rakyat Indonesia memilih secara langsung presiden dan wapres, selain calon anggota legislatif.

Semasa pemerintahannya, SBY dikenal dengan cara pidato yang tersusun rapi. Gerak tubuhnya selaras dengan kata-kata yang disampaikannya.

SBY mengaku memiliki hobi main musik, menulis puisi, hingga menciptakan lagu. ”Ada presiden yang hobinya menulis puisi, seperti Presiden India. Ada yang suka memancing dan lain sebagainya,” katanya (Kompas, 30 Oktober 2007).

Baca Juga: Ditentang Keluarga, Gadis Muda Ini Nekat Nikahi Pria Tertinggi di Dunia, Akhirnya Menangis Setelah Melahirkan Anak Pertamanya

Pada Minggu, 28 Oktober 2007, digelar acara peluncuran album 10 lagu karya Presiden SBY, di Jakarta International Expo, Bandar Kemayoran, Jakarta. Panggung besar dengan tata panggung dan lampu megah disiapkan. Acara ini bak konser musik.

Adapun Presiden ketujuh RI Joko Widodo dikenal memiliki ciri melakukan blusukan dan berdialog langsung dengan masyarakat. Hal ini sudah dijalaninya sejak lama, yakni ketika menjadi Wali Kota Solo.

Di era serba digital, segala informasi dapat tersebar dalam hitungan detik. Demam swafoto pun dimanfaatkan oleh Jokowi sebagai cara untuk menyampaikan pesan dan kedekatannya dengan masyarakat. Hampir dalam setiap kegiatannya, Jokowi melayani swafoto bersama warga. Hal ini merupakan sesuatu yang harus diantisipasi oleh anggota Pasukan Pengamanan Presiden.

Selain itu, saat melakukan pengawalan di jalan raya, petugas keamanan juga diminta Jokowi untuk tidak membunyikan sirene. Penutupan ruas jalan juga diminta untuk tidak dilakukan.

Baca Juga: Hendak Pulang ke Rumah, Kapal Pria Ini Diserang Buaya 3 Meter, Diseret ke Air, Kemudian Dibunuh

Seperti SBY, Jokowi memiliki hobi di bidang musik, khususnya musik beraliran rock. Maka, tidak mengherankan jika selebrasi pengangkatannya sebagai presiden RI ditandai dengan konser musik. Ajang ini, Syukuran Rakyat Konser Salam Tiga Jari, berlangsung di Lapangan Monas, 20 Oktober 2014 (Kompas, 26 Oktober 2014).

Selain itu, Presiden Joko Widodo juga membeli paket album band Mettalica, Deluxe Box Set Mettalica: Master of Puppets, yang telah diterima sebelumnya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, 20 Februari 2018, menyatakan paket pemberian itu dibeli oleh Jokowi seharga Rp 11 juta. Dengan cara ini, barang gratifikasi yang awalnya milik negara boleh dimiliki kembali oleh Presiden Jokowi. (Johnny TG/Kompas.id)

Artikel ini pernah tayang di Fotokita.id dengan judul "Jelang Pelantikan Presiden, Begini Potret Perjalanan 7 Pemimpin Negara Kita yang Unik. Dari Orator Ulung, Ahli Strategi, Raja Humor, Hingga Penyuka Musik Metal!"

Artikel Terkait