Intisari-Online.com - Turun 35 kg. Dari 110 ke 75 kg. Dari Desember 2018 hingga April 2019. Itulah buah kedisiplinan Esther Wahyuni (41) yang menjalani diet ketofastosis (KF). Bukan penurunan berat badan sebanyak itu yang menjadi tujuan awal Esther menjalani diet itu.
“Setahun sebelumnya saya terkena diabetes. Gula darah sampai 500. Saya berusaha menurunkannya secara alami. Takut sama efek obat diabetes yang katanya harus konsumsi seumur hidup. Juga capek suntik insulin,” kata Esther.
(Diabetes adalah penyakit yang berlangsung lama atau kronis serta ditandai dengan kadar gula atau glukosa darah yang tinggi atau di atas nilai normal. Glukosa yang menumpuk di dalam darah akibat tidak diserap sel tubuh dengan baik dapat menimbulkan berbagai gangguan organ tubuh. Jika diabetes tidak dikontrol dengan baik, dapat timbul berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa penderita.)
Agar motivasi terjaga dan juga memperoleh banyak wawasan soal KF, Esther pun bergabung dengan komunitas Keto Fastosis Indonesia (KFI).
Kini, tak hanya berat badan yang turun, gula darah Esther pun kembali normal. Gula darah seketika dari 500 menjadi di bawah 100. Sementara gula darah puasa dari 200-an menjadi di bawah 80.
Baca Juga: Yuk Konsumsi Kayu Manis untuk Kurangi Kadar Kolesterol dan Glukosa, Begini Cara Mengonsumsinya!
Memaksa lemak
Ketofastosis termasuk diet rendah karbohidrat. Mirip dengan diet keto(genik) yang belakangan populer. Menurut Healthline, sebuah situs kesehatan, diet rendah karbohidrat sudah populer semenjak beberapa dekade belakangan. Khususnya untuk penurunan berat badan.
Logika gampangnya, karbohidrat merupakan sumber energi bagi tubuh. Karena kehidupan kini membuat jarang orang bergerak, sumber energi itu tak terpakai semuanya. Lalu oleh tubuh, salah satunya disimpan menjadi lemak. Itulah sebabnya, kebanyakan konsumsi karbohidrat pasti bikin gemuk.
Menurut ahli gizi dr. Cindiawaty Pudjiadi, MARS, MS., SpGK, diet rendah karbohidrat merupakan diet yang sering disarankan untuk dijalankan. Hanya saja, karbohidrat yang disarankan untuk dikonsumsi dihitung dan dipertimbangkan banyaknya, sehingga kebutuhan karbohidrat beberapa sel tubuh, termasuk sel otak tetap terpenuhi. Juga perlu disesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing orang.
Selain itu, bahan makanan sumber karbohidrat yang dikonsumsi, sebaiknya merupakan karbohidrat kompleks. Misalnya roti gandum, havermut, atau nasi merah. Bahan makanan sumber lain seperti bahan makanan sumber protein, lemak, juga sayur dan buah-buahan, tetap dihitung kebutuhannya. “Disesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing orang,” kata dr. Cindy.
Pada dasarnya, diet rendah karbohidrat membatasi asupan karbohidrat di rentang 20 – 150 g per hari. Tujuan diet ini “memaksa” tubuh untuk menggunakan lemak yang disimpan tadi sebagai sumber energi tubuh. Karena lemak dibakar dan asupan karbohidrat berkurang, tubuh pun menjadi langsing.
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR