Intisari-Online.com -Hari ini, 1 Oktober, diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Melansir Kompas.com, Selasa (1/9/2019), ini dimaksudkan agar bangsa Indonesia mengingat peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Pancasila pada saat itu mendapat ancaman dari paham-paham lain yang menyerang, namun pada akhirnya berhasil selamat.
Jika mengingat 54 tahun silam, oknum-oknum tertentu berusaha mengkomuniskan Indonesia.
Gerakan yang ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan Komunis ini menyasar 7 orang perwira tinggi Angkatan Darat lantaran dianggap vokal menghalangi niatan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dengan memanfaatkan Resimen Tjakrabirawa, G30S/PKI menculik dan membunuh perwira tinggi Angkatan Darat.
Mengutip Akun Youtube MTA TV, Senin (30/9/2019) dalam tayangan video tersebut mewawancarai Pelda (Purn) Sugimin dan Pelda (Purn) Evert Julius Ven Kandou.
Baca Juga: 17 Tahun Buron, Polisi Temukan Pria Ini di Tempat Tak Terduga dengan Bantuan Pesawat Tanpa Awak
Keduanya adalah tentara yang diberikan tugas oleh Komandan KKO AL saat itu Mayjen Hartono untuk mengangkat jenazah korban G30S di Lubang Buaya, Kompleks Halim.
Sugimin dan Ven Kandou termasuk dari 12 orang yang jadi saksi hidup melihat kekejaman apa yang dilakukan PKI terhadap tujuh perwira TNI AD.
Awal keduanya ditugasi saat itu 3 Oktober 1965 sore hari, seorang personel Kostrad bernama Kapten Sukendar mendatangi Pusat Kormar untuk menemui perwira dinas disana.
Tujuan Kapten Sukendar ialah meminta bantuan personel KKO AL untuk mengangkat jenazah para perwira TNI AD atas mandat dari Pangkostrad Mayjen Soeharto.
Lantas Sugimin dan Kandou bersama rekan-rekan naik truk menuju Lubang Buaya.
Sesampainya di Lubang Buaya, Sugimin dan Ven Kandou mengetahui secara jelas tugas apa yang bakal mereka lakukan.
Cepat saja Ven Kandou dan Sugimin langsung diperintahkan untuk masuk ke sumur tua tempat dimana tujuh jenazah perwira tinggi TNI AD dibunuh.
Dari 100 meter bau busuk mayat sudah tercium oleh Sugimin dan Ven Kandou saat masuk ke sumur tua itu.
"Masker anti huru-hara tembus baunya, dari 100 meter kita masuk sudah terasa bau (busuknya) jenazah," ujar Ven Kandou.
"Dua hari setelahnya kami tak bisa makan (gara-gara bau itu)," tambahnya.
Untuk mengangkat jenazah pun secara wajar tidak mungkin.
Hal ini lantaran posisi jenazah dari ketujuh perwira TNI AD di sumur itu terbalik, yakni kaki berada diatas dan kepala dibawah.
Mau tak mau kaki jenazah harus diikat dan ditarik keatas dalam keadaan terbalik.
"Yang ngenes sekali itu (jenazah) pak Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal Sutoyo ketika ditarik ke atas sudah dimulut sumur talinya putus," kata Ven Kandou.
Baca Juga: Putranya Terlibat Perusakan Halte Bus, Sang Ayah Tidak Membelanya dan Justru Melaporkannya ke Polisi
Putusnya tali itu membuat jenazah keduanya jatuh lagi kedalam sumur tua.
Ven Kandou melanjutkan jika dirinya semakin sedih tatkala melihat kondisi para jenazah, terutama jenderal Ahmad Yani.
"Sedih, saya melihat pak Yani lehernya disayat hampir putus," kata Ven Kandou.
Sugimin juga mengatakan kondisi jenazah Ahmad Yani yang paling memprihatinkan.
"Mungkin Pak Yani diberondong tembakan berkali-kali."
"Pada waktu (jenazah Ahmad Yani) diangkat kotoran dari perutnya keluar (sobek akibat berondongan peluru sebelumnya), jenazah yang lainnya tak ada yang sampai seperti itu," ujar Sugimin.
Perlu 2-3 jam bagi tim untuk mengangkat semua jenazah keluar dari sumur tua di Lubang Buaya itu. (Seto Aji)
Artikel initelah tayang di Sosok.ID dengan judulKesaksian Personel KKO AL Pengangkat Jenazah Korban G30S/PKI di Lubang Buaya, Bau Busuk Mayat Sampai Buat Tak Bisa Makan 2 Hari