Advertorial
Intisari-Online.com -Hari ini, dua tahun lalu pada 16 September 2017, pesawat N219 untuk pertama kalinya mengudara.
Pesawat hasil pengembangan riset PT Dirgantara Indonesia (DI) dan Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) itu lepas landas di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, pukul 09.15 WIB.
Melansir Kompas.com, pesawat itu berputar di langit Kota Bandung sekitar 45 menit.
Setelahnya dilakukan uji coba tahap kedua pada 22 Agustus 2017.
Melansir Kompas.com, keberhasilan uji coba ini sampai pada Presiden Joko Widodo.
Saat meninjau pesawat N219 di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada 10 November 2017, Jokowi memberikan nama khusus, yakni Nurtanio.
Mendengar nama Nurtanio mungkin orang tak tahu siapa sosok tersebut.
Nama Nurtanio memang tak seterkenal dengan BJ Habibie, namun ia merupakan salah satu tokoh penting dalam kedirgantaraan nasional.
Laksamana Muda (Anumerta) Nurtanio Pringgoadisuryo adalah sosok pembuat pesawat pertama all metar dan fighter Indonesia.
Lahir di Kandangan, Kalimantan Selatan pada 3 Desember 1923, Nurtanio Pringgoadisuryo adalah perintis industri pesawat terbang Indonesia.
Nurtanio bisa dibilang adalah orang yang 'gila pesawat', ia mencintai berbagai buku dan majalah teknik penerbangan.
Melansir Bangkapos.com, Nurtanio pernah menimba ilmu Teknik Penerbangan di FEATI (Far Eastern Aero Technical Intitute) Manila, Filipina.
Sepulangnya dari sana, ia langsung merancang pesawat terbang untuk Indonesia.
Kala itu Nurtanio berusia 30 tahun, ia mengerjakan pesawatnya dengan tim berjumlah 15 orang di Depot Penyelidikan, Percobaan, & Pembuatan, Lanud Andir, Bandung pada 1953.
Ia menamai pesawatnya Sikumbang dengan kode Nu-200dan prototipe pertama diberi nomor registrasi X-01.
Namun karena ada keterbatasan material, ia mengganti beberapa bagian pesawat dengan kayu, misalnya pada bagian sayap belakang.
Baca Juga: Tak Kalah Hebat Dibandingkan Boeing 777, Inilah Kehebatan Pesawat R80 Rancangan BJ Habibie
Mesinnya, ia menggunakan de Havilland Gipsy Six I berdaya 200 Tenaga Kuda, mesin bekas pakai pesawat TNI AU.
Penerbangan perdana Sikumbang dilaksanakan pada 1 Agustus 1954 oleh pilot uji berkebangsaan AS yang kala itu bekerja untuk TNI AU, Captain Powers.
X-01 mengangkasa selama 15 menit di atas Kota Bandung, hasilnya memuaskan.
Nurtanio merancang Nu-200 sebagai pesawat intai bersenjata yang dapat dioperasikan dari lapangan terbang tanah atau rumput.
Baca Juga: Inilah Pesawat N250 Gatot Kaca dan R80 yang Dirancang BJ Habibie
Seiring berjalannya waktu, Sikumbang juga digunakan sebagai pesawat antigerilya (counter insurgency – COIN).
Nurtanio merancang Sikumbang agar bisa dipasangi dua senapan mesin di sayap dan satu cantelan di bawah masing-masing sayap untuk membawa satu bom napalm atau empat roket kaliber lima inci.
Namun baru senapan mesin kaliber 7,7mm yang kala itu berhasil terpasang dan telah diuji sistemnya.
Kekurangan utama yang dirasakan Nurtanio dari Nu-200, adalah karena tenaga yang dihasilkan mesin Gipsy nyatanya terlalu rendah.
Sedangkan bobot mesin itu terlampau berat.
Nurtanio kemudian memperbaiki kekurangan ini pada prototipe Sikumbang yang kedua, yakni Nu-225.
Kali ini pesawat menggunakan mesin Continental O-470A berdaya 225 Tenaga Kuda.
Nu-225 oleh Nurtanio dijadikan sebagai rujukan untuk diproduksi massal.
Prototipe Nu-225 diberi registrasi X-02 dan berhasil diterbangkan sendiri oleh Nurtanio pada 25 September 1957.
Baca Juga: Mengenang Kejeniusan Nurtanio, Sosok yang Dijadikan Nama Pesawat N-219 oleh Jokowi
Secara keseluruhan tampilan Nu-200 dan Nu-225 serupa.
Pesawat yang diawaki satu orang ini menerapkan sayap tipe rendah, roda model fixed, dan kokpit model gelembung.
Yang membedakan adalah materialnya karena Nu-225 seluruhnya telah menggunakan bahan metal.
Rencananya, kala itu Nu-225 akan diproduksi untuk mengisi skadron intai ringan TNI AU.
Baca Juga: Berkenalan dengan Nurtanio Pringgoadisuryo, Si Pembuat Pesawat Bersentara Pertama di Indonesia
Namun sayang, pembuatan “Kumbang Penyengat” ini tak pernah terealisasi karena tidak adanya kucuran dana dari pemerintah.
Nurtanio tidak patah arang, ia menyiapkan lagi Sikumbang generasi ketiga, yakni Nu-260. Namun proses kelanjutannya tak diketahui lagi.