Advertorial
Intisari-online.com - Watu Temanten ( Batu Pengantin ) di Desa Semugih, Gunung Kidul, Yogyakarta akhirnya dapat dibongkar.
Sebelumnya warga sudah berusaha untuk membongkar batu tersebut dengan bantuan alat besar, namun tidak bisa.
Karena hal itu, warga Desa Semugih meminta bantuan pihak Keraton Yogyakarta untuk memindahkan batu tersebut sesuai dengan ritual dan adat Yogyakarta.
Panas terik matahari tidak dihiraukan oleh ribuan warga Desa Semugih dan sekitarnya. Mereka berkumpul untuk melihat prosesi pemindahan batu yang terletak di tengah-tengah lahan yang terkena perluasan Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS).
Saat beristirahat tiba-tiba muncul sebuah batu yang berukuran besar menimpa kedua orang tersebut.
Akhirnya hingga saat ini batu yang menimpa kedua pengantin disebut warga sekitar dengan nama Watu Temanten (Batu Pengantin).
Di bagian atas batu tersebut ditumbuhi dua pohon jati yang tidak terlalu besar ukurannya.
Menurut Kepala Desa Semugih, Sugiarto kedua pohon jati yang tumbuh di bagian atas merupakan perwujudan dua pengantin yang tertimbun batu tersebut.
"Kemarin saat akan diukur tidak bisa, lalu dicoba untuk dibongkar mesin juga tidak mampu," katanya ketika ditemui Tribunjogja.com sebelum prosesi upacara adat pemindahan batu dimulai.
Karena kesulitan mengukur dan memindah batu.
Tetua adat lalu berembuk dengan warga bagaimana sebaiknya cara memindah batu yang berukuran cukup besar.
Lalu hasil dari mereka berembuk adalah meminta bantuan dari pihak Keraton Yogyakarta.
Warga Desa Semugih, Agus Sutoko menjelaskan, batu tersebut sudah lama ada di Desa Semugih.
Sejak dirinya kecil sudah diceritakan oleh orangtuanya cerita yang sama diucapkan oleh Kepala Desa Semugih.
"Sudah ratusan tahun mungkin sudah ada, dan pohon jatinya ya segitu saja tidak tambah tinggi atau besar," ungkapnya.
Dari pantauan Tribunjogja.com, pukul 11.00 WIB perwakilan dari Keraton Yogyakarta sudah datang ke lokasi tempat upacara adat pemindahan batu.
Baca Juga: Jangan Berbagi Riasan Mata! Berikut 5 Cara Sembuhkan Bintitan dan Tips Jitu Mencegahnya
Bermacam-macam sesajen sudah disiapkan mulai dari nasi tumpeng, telur rebus, rokok kelobot jagung (kulit jagung), ingkung (ayam utuh), ikan lele dan kemenyan sudah disiapkan.
Tidak hanya sesajen berbentuk makanan saja namun juga disiapkan dua buah pakaian pengantin.
Pakaian itu terdiri dari pakaian pengantin perempuan lengkap dengan sanggul dan pakaian pengantin laki-laki.
Kedua pakaian pengantin tersebut dipisahkan tempatnya dengan menggunakan kotak yang dibuat dari kayu.
Baca Juga: Jangan Berbagi Riasan Mata! Berikut 5 Cara Sembuhkan Bintitan dan Tips Jitu Mencegahnya
Setelah mempersiapkan sesajen, prosesi selanjutnya adalah berdoa bersama yang dipimpin oleh perwakilan dari Keraton Yogyakarta dan warga sekitar mengikuti doa yang dilantunkan dari perwakilan Keraton.
Mereka melantunkan ayat-ayat suci Alquran bersama-sama.
Setelah doa bersama prosesi selanjutnya adalah penyerahan pakaian pengantin kepada pihak Desa Semugih.
Nantinya pakaian tersebut akan disimpan di Balai Desa Semugih.
Baca Juga: Viral Karena Tak Biasa, Buah Tomat Ini Tumbuh Misterius pada Tiang di Sungai, Kok Bisa?
Setelah itu barulah prosesi pemecahan batu dengan menggunakan alat berat berjenis tracker.
Di sekitar batu sudah disiapkan berbagai jenis alat berat yaitu backhoe empat buah, tracker satu buah.
Di setiap alat berat tersebut diikatkan sebuah janur kuning di satu diantara sisi masing-masing alat berat.
Perwakilan dari Keraton dan merupakan pemimpin rombongan, GRM Hertriasning menjelaskan, prosesi adat bertujuan untuk meminta berkah kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
Baca Juga: ‘Sudah Cukup Pakai Batik, Pakai Lurik Dong…’ Ucap Habibie untuk Melestarikan Kain Lurik
Menurutnya, berkah yang dimaksud tidak hanya untuk Desa Semugih Kecamatan Rongkop, tetapi juga untuk seluruh Gunungkidul, dan DIY seluruhnya.
"Upacara adat ini adalah tradisi untuk memohon kepada Tuhan yang maha Kuasa supaya diberikan berkah kepada seluruh warga Rongkop dan Gunungkidul,"
"Semoga dengan dilakukan kegiatan ini dapat menambah barokah kepada masyarakat," katanya.
Ia menjelaskan berbagai sesajen yang disiapkan adalah wujud dari permohonan berkah.
Baca Juga: Sebuah Pulau di Irak Membara Setelah AS Gunakan 36 Ton Bom untuk Basmi Anggota ISIS
"Persiapannya cukup singkat hanya satu minggu karena sudah terbiasa dengan adat dan tradisi sehingga hanya membutuhkan tambahan-tambahan," katanya.
Hertriasning memaparkan, bahwa di setiap lokasi sesajen akan berbeda-beda sesuai dengan adat tradisi yang dipercaya untuk menggeser situs.
Pihaknya juga berpedoman dengan buku-buku yang berisi persyaratan apa saja yang disediakan.
"Semua tempat memiliki ciri khas masing masing sesuai dengan kearifan lokal masing-masing," pungkasnya. (Tribunjogja.com/Wisang Seto)
Artikel ini pernah tayang di Tribun Jogja dengan judul Detik-detik Pemindahan Watu Temanten di Gunung Kidul yang Sempat Tak Mempan Dibongkar Mesin