Biasanya mereka sengaja dikembangbiakkan di penangkaran. Hal ini pun tidak dipungkiri Amir.
Amir menjelaskan, ini karena hewan di penangkaran lebih terkontrol dan termonitor oleh manusia.
Sehingga ketika ada kejadian apapun terkait hewan di penangkaran, tak hanya ular, akan lebih mungkin terpantau dan tercatat.
Selain itu, hewan-hewan di penangkaran jumlahnya sangat terbatas. Ada kemungkinan, sepasang hewan dari keturunan yang sama akan kawin karena keterbatasan individu dalam penangkaran tadi.
"Karena terbatas, variasi genetik yang dihasilkan di anakan itu rendah. Karena variasi genetik rendah, biasanya kalau kawin terus akan menghasilkan kecacatan seperti itu.
Sama dengan manusia kalau kawin incest secara genetik kan tidak baik, ada penyakit muncul, kelainan-kelaian, dan kecacatan," jelas Amir.
Amir juga menambahkan, makhluk hidup dengan kelainan seperti ular berkepala dua sulit untuk bertahan hidup di alam liar.
"Inilah kenapa individu (berkepala dua) yang di alam liar lebih sedikit teramati karena sulit untuk survive," jelas Amir.
Amir berkata, makhluk hidup apapun yang memiliki kelainan akan sulit bertahan hidup tanpa intervensi manusia.
"Jadi wajar kalau disebut lebih banyak ular berkepala dua di kandang, karena yang teramati di kandang. Kalau di alam, belum teramati biasanya sudah mati," tutup dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral Ular Berkepala Dua di Bali, Peneliti Reptil LIPI Sebut Itu Wajar"
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR