Advertorial
Intisari-Online.com - Seperti tercatat dalam sejarah bahwa, Belanda adalah salah satu negara yang sangat ngotot untuk menjadikan tanah Irian Barat (Papua) daerah persemakmuran mereka.
Hal itu dituangkan dalam Konferensi Meja Bundar yang digelar pada 1949, Belanda bersikukuh ingin memerdekakan Irian Barat, namun disisi lain Ada Indonesia yang mengklaim Irian Barat sebagai wilayah mereka.
Ini adalah catatan sejarah yang seringkali kita jumpai, di mana pada akhirnya Irian Barat memilih untuk memeluk NKRI pada 1963.
Namun, tak banyak tercatat dalam sejarah dan sedikit diketahui bahwa Kesultanan Tidore ternyata adalah salah satu kerajaan yang sebelumnya memiliki daulat lebih tinggi atas Papua.
Dalam liputan langsung Intisari Online mengunjungi Kesultanan Tidore pada Kamis (18/7/19) pada awalnya wilayah Irian Barat adalah milik Tidore sejak abad ke-16.
Kemudian saat itu dibuatlah patok pembatas Irian Barat dengan Papua Nugini.
Dalam peta catatan kesultanan Tidore terlihat sebuah noktah kecil yang menguasi sebegitu besar wilayah nusantara sebelum dikenal sebagai Indonesia.
Sebelum itu, ternyata Tidore dan Irian Barat telah memproklamirkan kemerdekaan pada 12 April 1797, ini adalah catatan di Kesultanan Tidore.
Salah satu yang menarik adalah dalam hikayat dikisahkan bahwa wilayah itu sempat ingin dimiliki oleh Belanda.
Namun tak pernah ditemukan letaknya, sebelum akhirnyaTidore memberi tahu mereka setelah melakukan perjanjian antara sultan Tidore dengan Belanda.
"Tidore juga bagian penting yang ikut membentuk pilar negara, ketika menjadi bagian dalam pembebasan Irian Barat," tukas (Jojau) M Amien Faarouk, Perdana Menteri Kesultanan Tidore.
"Tidore ikut membentuk UU no 15 tanggal 16 Agustus 1956, untuk membagi wilayah Kesultanan Tidore dengan Irian Barat kala itu," sambungnya.
Kemudian Sultan Tidore Jaenal Abidin Syah diangkat sebagai kepala daerah Ternate saat itu setelah ikut andil membuat Irian Barat kembali ke pangkuan NKRI pada 19 Agustus 1963.
Sebelumnya itu Belanda sempat menduduki Irian Barat, dan belum mau menyerahkan Irian Barat, hingga akhirnya PBB turun tangan dan mengundang Sultan Tidore di puncak Malino.
Kemudian menawarkan 3 opsi, Tidore-Papua mau merdeka silahkan, Tidore-Papua mau bergabung dengan Belanda akan dijamin tujuh turunan, atau memilih bergabung dengan NKRI.
Tetapi Tidore memilih bergabung dengan NKRI.
“Jika Ingin kepakan kembali sayap burung cendrawasih, maka kembalilah pada kejayaan sejarah,” begitulah kata (Jojau) M Amien Faaroek. (Afif Khoirul M/Intisari Online)