Advertorial
Intisari-Online.com -Sebelum berubah nama menjadi Papua pada 2001, sesuai dengan kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, provinsi paling timur dari Indonesia ini dikenal dengan nama 'Irian'.
Baik itu "Irian Barat" di zaman presiden Soekarno, maupun "Irian Jaya" di zaman presiden Soeharto.
Namun, tahukah Anda bahwa kata "Irian" sebenarnya merupakan sebuah akronim?
Jika sudah tahu asal-usulnya, tahukah Anda siapa yang mengusulkan nama tersebut?
Jika Anda tidak tahu, apalagi arti dan pencetus nama Irian, artikel berikut ini wajib dibaca secara tuntas.
Mari kita mulai dengan sosok pencetusnya.
Barangkali tak banyak orang yang mengenal sosok pahlawan ini. Sebagian orang mungkin mengenalnya sebagai nama bandar udara di Biak, Papua.
Padahal, keteguhannya menentang penjajahan Belanda dapat menjadi pembelajaran dan sumber inspirasi bagi generasi zaman sekarang untuk lebih mencintai dan memajukan Tanah Air.
Kaum terpelajar
Pendudukan bala tentara Jepang di sebagian besar kepulauan Indonesia menyebabkan pemerintahan Belanda di New Guinea kekurangan personel yang terlatih dalam bidang pemerintahan.
Untuk memenuhi kekurangan itu, pada 1944, Residen J P van Eechoud mendirikan sebuah sekolah polisi dan sekolah pamong praja (bestuurschool) di Hollandia (Jayapura).
Bestuurschool telah mendidik 400 orang pada periode 1944-1949.
Dari sekolah itu muncul kaum terpelajar Irian yang kemudian terlibat dalam perjuangan Indonesia, termasuk Frans Kaisiepo.
Kisah perjuangan Frans Kaisiepo bermula pada 1945, ketika ia berkenalan dengan Sugoro Atmoprasojo saat mengikuti kursus kilat pamong praja di Kota Nica Holandia (Kampung Harapan Jayapura).
“Sugoro Atmoprasojo merupakan mantan guru Taman Siswa dan pejuang Indonesia yang diasingkan ke Boven Digul,” terang Guru Besar Sejarah FIB UI Prof Dr Susanto Zuhdi MHum.
"Dari perkenalan itu, mulai tumbuh rasa kebangsaan Indonesia pada diri Frans Kaisiepo."
Partai Indonesia Merdeka
Pada Juli 1946, Frans menggagas berdirinya Partai Indonesia Merdeka (PIM) di Biak.
Saat Belanda mengadakan Konferensi Malino di Sulawesi Selatan yang membahas rencana pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT), Frans Kaisiepo menjadi anggota delegasi Irian Barat.
Frans Kaisiepo menentang rencana Belanda untuk membentuk NIT. Saat Konferensi Meja Bundar (KMB), Frans menolak diangkat sebagai anggota Delegasi Belanda.
Akibatnya, ia dihukum dan diasingkan ke daerah terpencil. KMB menghasilkan keputusan pengakuan kedaulatan terhadap Republik Indonesia.
Namun, Belanda bersikeras bahwa Irian termasuk ke dalam wilayahnya.
Hingga pada 19 Desember 1961, Presiden Sukarno mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora) sebagai upaya membebaskan Irian yang dilanjutkan dengan operasi militer.
Frans Kaisiepo turut aktif membantu kelancaran TNI untuk mendarat di Irian Barat.
Baca Juga: 6 Jam Hilang Diduga Disandera KKB Papua, Briptu Heidar Ditemukan Tak Bernyawa dengan Luka Tembakan
Ketika Trikora berakhir, perjuangan dilanjutkan melalui jalur diplomasi.
Akhirnya, pada 1 Mei 1963, secara resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerahkan Irian Barat kepada Pemerintah RI.
“Dalam diri Frans Kaisiepo dapat dilihat pribadi yang mempertahankan dengan teguh persatuan bangsa dan dari sini dapat diketahui bahwa banyak pihak dari Sabang – Merauke yang berupaya memperjuangkan Indonesia jaya,” papar Susanto.
Soal nama Irian
SosokFrans Kaisiepo sendiri kini dapat dengan mudah Anda temui pada pecahan Rp10.000.
Nah, sosok inilah yang berperan memberi nama Irian bagi provinsi paling timur di Indonesia tersebut.
Frans Kaisiepo menyusun nama Irian dari akronim "Ikut Republik Indonesia Anti Nederland".
Sebagian besar artikel ini sudah tayang di Kompas.Id dengan judul "Frans Kaisiepo, Berjuang Menjaga Keteguhan Demi Indonesia".
Baca Juga: Sosok Briptu Heidar, Polisi yang Baru Berusia 24 Tahun dan Gugur Diduga Disandera KKB Papua