Pelaku menggunakan pendekatan emosi dan psikologis
Fakta pertama yaitu berubahnya pola rekrutmen para pelaku dengan cara memanfaatkan dan mengeksploitasi anak untuk melancarkan pendekatan emosi dan psikologis mengajak teman sebaya.
Proses rekrutmen ini instan dan cepat sekaligus menyamarkan pelaku sebagai otak perekrut yang sebenarnya.
Dalam waktu singkat terkumpul 12 orang target dengan profil mirip, yaitu remaja (di bawah umur), dalam keadaan putus sekolah, tidak asing dengan dunia malam, serta kurang kasih sayang dan perhatian orang tua dan sedang membutuhkan pekerjaan.
Baca Juga: Bak Pahlawan Wanita, Transgender Ini Bantu Polisi Ungkap Perdagangan Manusia
Diiming-imingi uang dan fasilitas
Fakta kedua, korban langsung mendapat pinjaman uang Rp 5-10 juta untuk keperluan mereka, dari mulai HP, tempat tinggal atau kos, baju dan makan sehari-hari.
Iming-iming uang dan fasilitas tersebut yang awalnya terlihat seperti keringanan kemudian menjadi hutang, dan justru korban semakin terikat dan tereksploitasi.
Hutang tersebut harus dibayar di luar pendapatan mereka saat bekerja.
Berujung pada eksploitasi seksual
Fakta ketiga hampir seluruh korban mulanya dijanjikan bekerja di tempat karaoke hanya sebagai pemandu lagu.
Namun karena adanya pemenuhan kebutuhan yang terus dipenuhi dan menumpuk jadi hutang, akhirnya sulit menghindari terjadinya eksploitasi seksual.
Penulis | : | Nieko Octavi Septiana |
Editor | : | Nieko Octavi Septiana |
KOMENTAR