Advertorial
Intisari-Online.com -Namata namanya. Ia tinggal di Amerika Serikat bersama sebuah keluarga yang mengadopsinya.
Ibu kandungnya berada di Uganda. Ia terpisah sejauh lebih dari 12 ribu kilometer.
Ia tampak senang dapat melihat wajah ibu kandungnya walau hanya melalui layar laptop.
Setelah video call ditutup, Mata, nama panggilannya, menyebutkan bahwa ibunya telah tertipu.
Ibu Mata menceritakan padanya, ia tidak akan pernah menyerah merawat dirinya.
Tapi, Ibu Mata tertipu oleh rayuan yang menyebutkan Mata akan mendapat pendidikan lebih baik bila diserahkan dan nantinya Mata akan dikembalikan kepadanya.
Jessica, ibu adopsi Mata terkejut dengan pengakuan Mata.
Kepada Jessica dan suaminya, Adam, agen adopsi mengatakan bahwa ayah Mata telah meninggal sementara ibunya mengabaikannya dan tak mampu memberinya makan.
Dari percakapan Skype itu, Jessica yang punya empat anak kandung ini menyadari dirinya bukan mengadopsi tapi mengambil anak dari keluarga yang penuh kasih.
Keluarga itu membayar 15 ribu dolas AS untuk bisa mengadopsi Mata.
Ia dan suaminya merasa perlu mengembalikan Mata ke ibunya.
Sejurus kemudian, Adam melakukan penelusuran latar belakang Mata secara lebih jelas. Ia dan istrinya ingin kebenaran bagi Mata. Bagi pasangan ini, hidup dalam kebohongan tidak akan menghasilkan apa-apa.
Jessica lalu menghubungi State Department untuk mencari klarifikasi. Alih-alih mendapatkan yang memuastkan, petugas yang ia hubungi justri bilang bahwa dirinya bisa menjaganya bila ia menginginkannya.
“Tanpa kami sadari, kami ini sedang memesan anak. Satu-satunya trauma yang dialami Mata karena kami memesan anak, ” ujar Adam.
(Baca juga:Polwan Ini Gagal Adopsi Anak Hanya karena Dirinya Beragama Minoritas, Ini Peraturan yang Melarang)
Akhirnya Adam dan Jessica mengajukan proposal untuk mundur dari menjadi orangtua adopsi Mata.
Sejurus kemudian, Pemerintah Uganda memberikan kembali hak asuh Mata kepada ibu kandungnya.
Tak hanya sampai situ, Adam pun mengantarkan Mata kembali ke ibunya di Uganda.
Mata dan ibunya sangat gembira mereka dapat bertemu kembali. Mereka tertawa dan menangis bersama setelah perpisahan yang lama.
(Melina Ikhwan)