Advertorial

Kejayaan Sriwijaya 'Tinggal' Sejarah, Indonesia Masih Belum Bisa Jadi Poros Maritim Dunia Karena 2 Kendala

Nieko Octavi Septiana
,
Tatik Ariyani

Tim Redaksi

Kekuatan Sriwijaya sudah 'tinggal' sejarah. Saat ini, masih ada beberapa faktor yang membuat Indonesia belum bisa menjadi poros maritim dunia.
Kekuatan Sriwijaya sudah 'tinggal' sejarah. Saat ini, masih ada beberapa faktor yang membuat Indonesia belum bisa menjadi poros maritim dunia.

Intisari-Online.Com -Sebagai negara kepulauan, tak diragukan lagi Indonesia memiliki perairan yang luas.

Dulu, kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatra pernah menorehkan sejarah sebagai negara maritim yang kuat.

Sayangnya, kekuatan Sriwijaya sudah 'tinggal' sejarah. Saat ini, masih ada beberapa faktor yang membuat Indonesia belum bisa menjadi poros maritim dunia.

Deputi V Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Staf Presiden RI Jaleswari Pramodhawardani menyebutkan dua hal yang menjadi kendala Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Baca Juga: Hari Maritim Nasional: Inilah Kapal Kato, Kapal yang Digunakan Sultan Siak dari Riau Untuk Telusuri Daerah Kekuasaannya

Kedua kendala tersebut adalah leadership (kepemimpinan) dan koordinasi.

Ia mengatakan, kendala itu muncul setelah hal-hal prinsipil yang ditemukan, diturunkan ke dalam program-program tertentu yang dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga terkait.

"Leadership. Ini penting di pusat dan daerah sehingga saya yakin sering melihat kasus-kasus yang berkaitan dengan kesejahteraan nelayan. Contohnya masalah cantrang," ujar Jaleswari saat menjadi salah satu pembicara di acara Seminar Nasional bertajuk 'Prospek Poros Maritim Dunia di Periode Kedua Jokowi' di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2019).

Ia mengatakan, potensi kelautan Indonesia sangat luar biasa tetapi tidak berbanding lurus dengan ekspor.

Contoh lainnya adalah gerakan mengkonsumsi ikan yang masih kalah dibandingkan negara-negara lain di dunia.

Indonesia, kata dia, tahun ini menargetkan jumlah masyarakat mengonsumsi ikan adalah 49-50 kilogram per kapita.

Baca Juga: Hari Maritim Nasional: Mengenang Kejayaan Sriwijaya, Leluhur Toleransi dan Kekuatan Maritim Indonesia

Namun, target tersebut juga masih kalah dibandingkan negara lain yang sudah menargetkan 70-80 kilogram per kapita.

Bahkan Jepang sudah menargetkam 100 kilogram per kapita. "Kedua soal koordinasi, tentang melihat kinerja birokrasi masih jadi kendala.

Contohnya, bagaimana untuk percepatan Peraturan Presiden (Perpres) Industri Perikanan," terang dia.

Klausul Perpres itu sendiri, kata dia, perlu dikoordinasikan oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Kementerian tersebut harus duduk bersama untuk menyisir regulasi yang tumpang tindih.

"Tapi ini tidak mudah," ujar dia. Ia mengatakan, ada beberapa tataran dalam poros maritim dunia yang ingin dicapai.

Menurut dia, poros maritim harus diletakkan dalam kebijakan politik di Indonesia yang lebih luas.

Baca Juga: Iran Beli Pesawat Amfibi Rusia, sebagai Negara Maritim Indonesia Seharusnya Juga Punya

Sebab, gagasan poros maritim ini juga tercipta dari keyakinan tentang letak geografis, strategis, dan ekonomi Indonesia.

"Kita berelasi dengan banyak negara yang 70 persennnya berkaitan dengan ekonomi. Gagasan jati diri bangsa ini tidak dilangsungkan begitu saja tanpa ada konsep dan kerja teknokratis," terang dia.

Oleh karena itu, muncul lah 5 hal yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia sebagai bagian dari pelaksanaan poros maritim.

Pihaknya pun sudah memetakan, apa saja yang menjadi perhatian, kendala, dan jawaban tentang bagaimana membangun negara maritim yang kuat.

"Persoalannya, penting membicarakan tentang bagaimana kepemimpiann dan koordinasi itu tidak lagi jadi batu sandungan dan dapat mengimplementasikan gagasan yang besar-besar itu," pungkas dia.(Deti Mega)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulIndonesia Belum Bisa Jadi Poros Maritim Dunia, Ini Kendalanya

Artikel Terkait