Selain itu, dirinya juga harus membayar rumah kontrakan yang ditinggalinya bersama keluarga.
Wawan mengontrak di daerah Tahunan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
Setiap bulan, wawan harus membayar sewa Rp 600.000.
"Prinsip saya satu, bekerja apapun asal tidak merugikan orang lain," kata Wawan.
Setiap hari, dari pagi sampai siang hari, Wawan mangkal di seberang TBY.
Tetapi, saat sore hari ia berpindah tempat di seberang Pasar Beringharjo.
"Saya kadang sampai jam 2 pagi baru pulang. Kadang malam sampai tidur di becak juga, ya sambil nunggu penumpang," bebernya.
Penghasilanya sebagai tukang becak pun tidak menentu.
Terkadang, di hari libur, ia bisa membawa uang untuk keluarganya.
Namun, terkadang Ia juga harus rela pulang dengan tangan kosong, karena tidak mendapat penumpang.
"Kadang dapat, kadang tidak, Ya kalau ramai liburan sehari bisa dapat Rp 50.000 sampai Rp 100.000.
Ya bagi saya, berapapun, cukup tidak cukup tetap harus disyukuri," tandasnya.
Meski demikian, ada juga penumpang yang baik hati. Terkadang ada penumpang yang tidak mau diberi uang kembalian, bahkan memberikan uang lebih kepada Wawan.
Dulu, Wawan menyewa becak untuk mencari nafkah. Ia harus membayar Rp 10.000 untuk sewa becak setiap harinya.
Wawan pun bertekad untuk memiliki becak sendiri.
Ia akhirnya menyisihkan uang penghasilanya untuk ditabung.
Setelah beberapa tahun, uang tabungan itu digunakanya untuk membeli becak.
"Nabung sebisanya mas, kadang Rp 1.000 kadang ya Rp 5.000. Satu tahun lalu, Saya bisa beli becak ini, harganya Rp 700.000," tuturnya sambil tersenyum.
Baca Juga: Ini 9 Hal yang Dirasakan Bayi Saat Persalinan Berlansung, Salah Satunya Tercengang Melihat Dunia
Mandiri sejak kecil
Wawan Setiawan dahulu tinggal bersama kedua orang tuanya di Magelang, Jawa Tengah.
Di usianya yang masih kecil, kedua orang tuanya meninggal dunia.
"Orang tua meninggal karena sakit. Saat itu saya usia 3 tahun," ungkapnya.
Di saat anak-anak seusianya asik bermain, Wawan terpaksa harus mencari nafkah.
Ia pun mencari nafkah dengan berjualan koran, menjadi tukang semir sepatu di jalanan Magelang, Jawa Tengah.
"Saya tidak sekolah, umur 7 tahun hidup di jalan, cari uang agar bisa makan. Pokoknya cari uang, tapi yang tidak merugikan orang lain," tegasnya.
Baca Juga: Rotasi Bumi Melambat 'Secara Misterius,' Waspada Frekuensi Gempa Dahsyat Semakin Tinggi
Kaki diamputasi
Wawan mengatakan, musibah hingga kaki kananya harus diamputasi terjadi saat di Magelang.
Saat itu, pada malam hari ia hendak menuju Yogyakarta. Saat berjalan kaki, ia terperosok ke dalam lubang sedalam lutut orang dewasa.
Lubang tersebut ternyata bekas orang membakar sampah.
"Tahun 2013 Saya jatuh, langsung tidak sadarkan diri, tahu-tahu sudah di rumah sakit.
Cerita orang yang menolong, saya jatuh di lubang bekas orang bakar sampah dan masih panas," kata Wawan.
Akibat kejadian itu, kaki kanan dan kirinya mengalami luka bakar. Ia pun harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari.
Keluar dari rumah sakit, Wawan langsung menjalankan profesinya sebagai tukang becak.
Sebab, ia harus tetap mencari nafkah.
Baca Juga: Berusia Lebih Dari 1 Abad, Wanita Ini Mengaku Menghindari Pria dan Menolak Menikah Karena Alasan Ini
Menurut Wawan, kakinya sering terasa sakit saat mengayuh becak.
Namun, karena tidak ada biaya, rasa sakit itu ditahanya dan terus menarik becak.
Pada tahun 2014, ada yang melihat kondisi Wawan. Orang tersebut lantas menawari bantuan agar Wawan berobat di rumah sakit.
"Amputasinya tahun 2014 di Hardjolukito (RSPAU dr S Hardjolukito), dibiayai oleh sedekah rombongan. Saya dirawat 16 bulan, ya bersyukur dibantu," kata Wawan.
Wawan mengatakan, meski mengayuh dengan satu kaki, ia tidak ingin mengganti becak kayuh dengan becak motor.
"Tidak mau ganti bentor, karena belum ada izin. Ya kalau becak listrik, tidak apa-apa" pungkasnya. (Wijaya Kusuma)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Wawan, Kayuh Becak dengan Satu Kaki demi Keluarga"
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR