Advertorial
Intisari-online.com - Jumat (2/8/2019) sekitar pukul 19:00 WIB, terjadi gempa berkekuatan 7,4 skala richter di Barat Daya Banten yang berpotensi tsunami.
BMKG menyebutkan kedalaman gempa yang terjadi di 7.54 LS,104.58 BT tersebut mencapai 10 km.
Getaran yang ditimbulkan oleh gempa ini sendiri dirasakan oleh warga Jakarta dan Bandung.
Rasa panik tersebut dipastikan muncul, karena gempa tersebut datang secara tiba-tiba tanpa bisa diprediksi.
Baca Juga: Editorial INTISARI Edisi Agustus 2019: Tujuh Windu Bagi Sang Pemula
Tapi, konon hal serupa tidak terjadi pada hewan. Sebab beberapa hewan dianggap mampu memprediksi datangnya gempa.
Benarkah hewan bisa memprediksi kedatangan gempa?
Banyak cerita yang tersebar hampir di seluruh budaya bahwa beberapa jam sebelum gempa, semua binatang bertingkah laku gelisah.
Anjing melolong tanpa alasan, kuda melompat-lompat tinggi, ikan berenang berputar-putar.
Cerita hewan berperilaku tak menentu sebelum gempa bumi telah beredar selama ribuan tahun.
Salah satu contoh penting adalah evakuasi di Haicheng, China, pada 1975.
Saat itu, evakuasi murni didasarkan pada laporan adanya perilaku aneh para hewan.
Suatu tindakan yang diyakini telah menyelamatkan ribuan nyawa dari gempa berkekuatan 7,3 SR yang datang tidak lama kemudian.
Saat gempa yang terjadi Samudra Hindia, yang selanjutnya menimbulkan tsunami di Aceh dan beberapa negara Asia lainnya, banyak laporan yang menyatakan banyak hewan melarikan diri ke pedalaman beberapa saat sebelum gelombang tsunami menyapu daratan.
Laporan-laporan yang meluas tersebut memicu para peneliti dari University of California untuk mempelajari kemungkinan hewan sebagai prediktor gempa.
Lewat ratusan wawancara dengan pemilih hewan, ditemukan bahwa sebagian besar pemilik memang menemukan perilaku aneh sebelum getaran terjadi.
Tapi sebagian besar memberikan laporan positif bahwa perilaku-perilaku aneh tersebut tercatat saat gempa terjadi.
Baca Juga: Gempa Jakarta Hari Ini, BMKG: Magnitudo 7,4, Lokasi di Sumur-Banten, Berpotensi Tsunami
Bahkan, ketika contoh-contoh perilaku yang terekam sebelum gempa dimasukkan, secara statistik perilaku aneh tersebut tidak terkait dengan gempa bumi.
Orang-orang cenderung melihat perilaku aneh pada hewan setelah gempa terjadi.
Memori selektif juga tampaknya bermain ketika laporan tsunami diperiksa.
Kendati masyarakat melaporkan adanya perilaku aneh sebelum tsunami, peneliti menemukan bahwa gajah-gajah di Sri Lanka tidak menunjukkan perilaku seperti itu, kadang-kadang bahkan bergerak lebih dekat ke pantai.
Mereka hanya bergerak menuju ke pedalaman sesaat setelah gelombang menghantam daratan, menunjukkan bahwa gajah bereaksi terhadap dampak bukan sebagai gerakan antisipasi.
Sangat mungkin bahwa hewan melarikan diri diamati setelah tsunami menghantam, dan kemudian ditempatkan sebelumnya oleh memori selektif.
Selain itu, peneliti tidak menemukan mekanisme yang masuk akal dimana hewan mungkin mendeteksi gempa bumi.
Gelombang gempa bergerak lebih cepat daripada suara, jadi tidak ada cara nyata hewan bisa mendengar mereka.
Mungkin hewan mendeteksi getaran lemah, tetapi ini pasti sudah terdeteksi oleh seismograf.
Pergeseran medan magnet juga kadang-kadang terdeteksi memiliki hubungan dengan gempa bumi namun tidak ada bukti bahwa hewan bereaksi terhadap ini.
Namun, ide terus berlanjut. Setidaknya satu kota di China memasang pengawasan 24 jam di sebuah peternakan ular untuk mendeteksi perilaku aneh.
Pemerintah Jepang terus melakukan percobaan dengan ikan lele.
Anekdot dari prediksi lewat perilaku aneh hewan jelas telah menangkap imajinasi rakyat, bahkan jika penelitian tidak cukup menguatkan klaim tersebut. (Ade S)