"Tidak tahu ya. Muncul begitu saja."
Akibatnya, intuisi yang memang merupakan pengalaman sangat individual ini kadang disimpulkan dengan deretan kata-kata bernada kebingungan: aku tahu tanpa tahu mengapa kutahu.
Bagaimana bisa tahu, kalau di tengah perjalanan, tiba-tiba saja kita memilih belok kiri dari yang sehari-hari biasanya belok kanan.
Telepon berdering, dan kita sudah tahu siapa yang menelepon.
Melihat sebidang tanah kosong, kemudian merasa cocok mendirikan usaha bakso urat di tempat itu, dan ternyata memang sukses. Pernahkah Anda mengalaminya?
Bisa jadi, salah satu penyebab intuisi jadi barang yang tidak populer karena pemunculannya yang tidak diduga-duga. Orang zaman sekarang gitu loh, selalu butuh kepastian. Selalu memerlukan data dan analisis sebelum bertindak. Bertolak belakang dengan intuisi yang bisa muncul tanpa permisi.
Selalu "mendadak", itulah salah satu ciri intuisi. Munculnya memang tidak melalui kajian panca indera dan pemikiran kita terlebih dulu.
Karena itulah ada yang menyebut kemampuan ini sebagai extrasensory perception (ESP). Sebuah istilah untuk menjelaskan kemampuan seseorang mendapatkan informasi atau persepsi di luar panca inderanya.
Disebut "extra", karena di luar kebiasaan, dan diperoleh langsung dari pikiran yang sifatnya universal. Atau boleh juga disebut indera keenam.
Bukan gaib
Amarullah Hamali, seorang praktisi ESP, menekankan benar soal di luar kajian indera kita itu.
"Kalau sudah memakai rasio, berarti sudah diolah dalam pikiran. Intuisi sama sekali tidak dipikirkan. Tiba-tiba saja gambarannya muncul dalam pikiran. Atau kalau itu bentuknya kata-kata, maka akan langsung terucapkan begitu saja," tutur pria yang tinggal di Bandung ini.
Penulis | : | T. Tjahjo Widyasmoro |
Editor | : | T. Tjahjo Widyasmoro |
KOMENTAR