Advertorial
Intisari-Online.com - Seorang remaja, M (19), pemilik pabrik ekstasi di Desa Alu Garut, Kecamatan Sawang, Aceh Utara, terancam hukuman mati.
Remaja asal Desa Blang Naleung Mameh, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, Aceh, dijerat pasal berlapis, atas kepemilikan pabrik dan 2.000 butir ekstasi itu.
Dikutip dari Kompas.com, dalam konferensi pers di Mapolres Lhokseumawe, Kamis (18/7/2019), Direktur Narkoba Polda Aceh, Kombes Pol Muhammad Anwar, menyebutkan, tersangka dijerat Pasal 12 ayat 2 Jo Pasal 113 ayat 2, jo Pasal 114 ayat 2 jo Pasal 115 ayat 2, UU No 35 tahun 2009 tentang Narkoba.
“Dari semua pasal itu, ancamannya mulai dari pidana mati, pidana seumur hidup, pidana penjara minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar,” jelas Kombes Pol Muhammad Anwar.
Dia menyebutkan, polisi juga memburu tiga teman pelaku berinisial B, J, dan D. Ketiganya, menurut pengakuan tersangka, adalah teman untuk memproduksi ribuan ekstasi yang kini disita petugas. Dalam sepekan, mereka memproduksi ekstasi maksimal 3.000 butir.
Jika pada akhirnyaM dipidana hukuman mati, dia akan menghadapi eksekusi di Pulau Nusakambangan.
Pulau Nusakambangan memang dikenal sebagai pulau para tahanan.
Di atas daratan pulau ini, terdapat beberapa lapas yang dikhususkan sebagai rumah tahanan bagi narapidana dengan tingkat kejahatan tinggi.
Misalnya ada lapas khusus bandar narkoba, lapas untuk kasus pembunuhan dan pencurian, hingga lapas khusus napi kasus terorisme.
Nusakambangan juga disebut sebagai Alcatraznya Indonesia karena sangat sulit bagi napi untuk bisa melarikan diri dari pulau ini.
Setiap lapas juga dijaga dengan keamanan tingkat tinggi dan dilengkapi dengan teknologi keamanan modern seperti CCTV dan sensor gerak.
Namun, dari semua lapas canggih itu, ada sebuah lokasi yang menyimpan kesunyiannya sendiri.
Lokasi itu adalah Nirbaya, yang kerap dijadikan sebagai lokasi eksekusi mati bagi para tahanan Nusakambangan.
Baca Juga: Terinfeksi, Kaki Wanita Ini Digerogoti Bakteri Pemakan Daging hingga Tulangnya Terlihat
Seolah tak cukup 'angker', beberapa tahanan yang tidak dijemput atau tidak diakui keluarganya juga kabarnya dimakamkan di Nirbaya ini.
Nirbaya berupa bukit dengan lembah yang terletak di ujung selatan Pulau Nusakambangann.
Tempat ini adalah lapangan luas yang dipenuhi dengan tanaman rumput liar dan berbatasan dengan batuan karang.
Di balik jajaran karang itulah Samudera Hindia dengan ombaknya yang berdebur menghantam karang.
Baca Juga: Ini 5 Makanan Terbaik Untuk Membantu Mengatasi Penyakit Lemak Hati
Tak sembarang orang bisa mendatangi Nirbaya.
Jalan menuju Nirbaya cukup terjal dan berat karena memang sengaja tidak dibersihkan serta dipugar.
Nirbaya merupakan lokasi peninggalan Belanda.
Dulu, tempat ini merupakan lapas yang didirikan oleh Belanda namun ditutup tahun 1986.
Bangunannya telah hancur dan tersisa puing-puing yang menebarkan kesan sunyi dan ngeri sekaligus.
Meski seseorang datang ke tempat ini tanpa tahu bahwa lokasi eksekusi mati di Nusakambangan dilakukan di lokasi ini, tetap saja mereka akan merinding takut.
Kalau tidak terdapat bangunan, lalu bagaimana para narapidana dihukum mati di tempat ini?
Biasanya, eksekusi dilakukan pada tengah malam dengan tiang kayu yang telah disiapkan terpancang di tengah pekarangan kosong itu.
Dengan diiringi deburan ombah Samudera Hindia, timah panas akan diluncurkan tepat pada jantung tahanan itu.
Setelah itu semua kembali sunyi menanti menit-menit menegangkan hingga si tahanan benar-benar tak bergerak lagi.
Eksekusi paling awal yang dilakukan di Nirbaya terjadi pada tahun 1985 dan 1987.
Terpidana lain yang meregang nyawa di Nirbaya adalah pelaku kasus bom Bali, Amrozi, Imam Samudera, dan Ali Ghufron.
Terpidana kasus narkotika di jaringan Bali Nine juga dilakukan di lokasi ini.
Bagi warga di sekitar Pulau Nusakambangan, hampir setiap sudut pulau ini mengeluarkan area negatif.
Bahkan, warga juga percaya hal mistis mengenai banyaknya makhluk halus yang menghuni Nusakambangan, khususnya di bukit Nirbaya.
Namun, warga juga mengaku telah terbiasa mengenai pelaksanaan hukuman mati di Nirbaya.
Mereka juga tidak pernah menjelajahi sampai ke lokasi itu karena dianggap terlalu berbahaya dan menyeramkan.
(Aulia Dian Permata)