Advertorial
Intisari-Online.com - Partisipasi Israel dalam usaha Prancis-Inggris untuk menguasai kembali Terusan Suez berubah dengan perancis.
Perancis diketaui membangun reaktor reaktor nuklir di Dimona, Gurun Negev, pada 1957.
Perancis juga masih merupakan satu-satunya negara yang bersedia menjual pesawat jet modern kepada Israel.
Pada awal 1960-an, Israel mengkhawatirkan secara serius pembangunan kekuatan senjata Arab yang baru.
Uni Soviet mengirimkan senjata dalam jumlah besar, dan angkatan bersenjata Mesir, khususnya angkatan udara mereka, menerima peralatan tempur ultramodern seperti MiG-19.
Untuk memperkuat pertahanan Israel dari ancaman kekuatan udara Arab yang semakin menguat, 24 pesawat pemburu Super Mystere B-2 dipesan.
Versi Mysere terbaru ini dapat terbang hingga mencapai kecepatan udara.
Tetapi pesawat ini hanyalah sebuah solusi sementara terhadap masalah itu.
Baca Juga: Kisah Seekor Monyet Rakus yang Obesitas, Tapi Malah Jadi Hewan Langka
Jawabannya ditemukan Israel dalam Dassault Mirage IIICJ.
'J' berarti jui, atay Yahudi dalam bahasa Perancis.
Secara teoritis, Mirage IIICJ memiliki keceptan Mach 2,2 pada ketinggian 12.000 meter.
Dengan bantuan sebuah motor pendotong roket, pesawat mampu menanjak hingga ketinggian 15.000 meter dalam waktu enam menit.
Dengan kecepatan subsonik, pesawat ini mampu menjangkau jarak tempur 1.200 km.
Ini mampu membuatnya mencapai wilayah Mesir maupun negara Timur Tengah lainnya dalam sekejap.
Tidak seperti versi aslinya, pesawat yang dalam dinas Israel disebut sebagai 'Shahak' atau 'Pembelah Langit' otu dipasangi dua kanon kembar DEFA 552 30 mm.
Sementara di rak bawah sayapnya ditempatkan banyak peralatan untuk memainkan peranan sebagai pesawat pemburu-pembom.
Baca Juga: 3 Jam Tanpa Henti, Seorang Suami Siksa Istrinya hingga Tulang Rusuk Patah di Depan Anak Balitanya
Setelah Mesir mendapatkan pesawat-pesawat baru MiG-21 yang memiliki kecepatan Mach 2+, pesanan awal Mirage Israel ditingkatkan dari 24 buah menjadi 72 buah.
Sementara itu, Israel mepermodern armada pesawat angkutnya dengan memensiunkan pesawat C-47 Dakota yang telah bertuas sejak Perang Kemerdekaan dan menggantinya dengan 20 pesawat angkut Noratlas buatan Prancis.
Setengah pesawat angkut ini dibeli Israel dari Prancis sementara sisanya dari Jerman Barat.
Selain itu, pada pertengahan tahun 1960-an Israel juga membeli helikopter Super Frelon buatan Prancis, yang membawa 30 prajurit atau jip, artileri ringan atau peralatan berat.
Prancis juga menyediakan helikopter ringan Alouette bagi Chel Ha'Avir untuk melatih para pilot helikopter.