Advertorial
Intisari-Online.com - Siapa tidak kenal rempah-rempah Indonesia? Ragam khasiat dan kualitasnya sudah diakui dunia dari dulu.
Berbagai bangsa berpolitik memperebutkan rempah Indonesia yang berharga.
Salah satu rempah kebanggaan Indonesia, yakni lada yang disebut The King of Spice karena menjadi komoditas utama yang diperdagangkan. Julukan ini muncul sejak zaman Romawi Kuno.
Lada bahkan disebut menjadi rempah yang paling banyak digunakan dalam masakan di dunia.
Rasanya yang pedas, hangat, dan sedikit pahit membuat tanaman ini cocok menjadi bumbu penyedap.
Bicara tentang lada, Bangka Belitung termasuk penghasil lada terbaik di Indonesia bahkan dunia.
Baca Juga: Tamasya di Sungai Purba Belitung, Menjelajah Sambil Bercerita Kisah Unik
Lebih dari 30 ribu ton lada dihasilkan setiap tahun dari tanah Laskar Pelangi ini. Lada Bangka Belitung bahkan menyumbang 40 persen produksi lada nasional.
Orang lokal menyebutnya sahang. Rempah produksi tanah Babel ini sudah terkenal sejak masa lampau.
Lada Bangka Belitung bahkan punya nama khusus yakni Muntok Pepper White. Muntok adalah nama tempat yang dahulu menjadi pusat penghasil lada.
Semakin lama, perkebunan lada tersebar di sepenjuru tanah Babel karena tanah di Muntok tidak produktif lagi menghasilkan lada.
Meski demikian, lada putih dari Bangka Belitung tetap dikenal dengan nama Muntok di pasar internasional karena zaman dulu selalu dikapalkan melalui Pelabuhan Muntok.
Baca Juga: Terkenal Sebagai Kota 1001 Kopi, Ternyata Ini Istimewanya Warung Kopi di Belitung
Para petani lada yang umumnya pekerja tambang timah menghabiskan waktu sekitar tiga tahun dari penanaman bibit hingga panen pertama.
Setelah tiga tahun pertama, tanaman lada bisa dipanen setiap tahun. Satu tanaman lada yang subur bisa menghasilkan kurang lebih satu kilogram lada.
Bulir-bulir buah lada yang sudah matang akan dipanen lalu direndam dengan air selama dua minggu. Tindakan ini berfungsi untuk melepaskan buah lada dari kulitnya.
Setelah terkelupas, biji lada siap dikeringkan. Biasanya makan waktu sekitar dua hari sampai lada benar-benar kering di bawah sinar matahari. Lada yang sudah kering siap dijual petani ke pengepul.
Baca Juga: Belitung Tak Hanya Laskar Pelangi
Meski kualitasnya tidak turun, harga lada mengalami penurunan signifikan. Harpan (45) sudah menjadi petani lada sekitar 20 tahun lalu mengeluhkan harga lada yang turun drastis.
“Tiga tahun lalu, harga per kilo bisa sampai 170 ribu. Sekarang 47 ribuan,” katanya sembari menunjukkan lada yang tengah direndam di Desa Kacang Butor, Belitung.
Ia sebagai petani mengaku tidak mengetahui jalur distribusi lada. Petani sekaligus pekerja tambang ini hanya menjual lada kepada pengepul di desanya.
Kepala Desa Kacang Butor, Hadian, meminta para petani tidak putus asa menanam lada. “Pemerintah membantu bibit, jangan putus asa menanam lada. Harga turun biasa karena stok banyak,” katanya di kawasan kebun lada.
Semoga harga lada bisa tetap menyejahterakan petani dan pemetik lada. Lada Bangka Belitung memang istimewa, kualitasnya lebih bagus dan rasanya lebih pedas. (Nat)
Baca Juga: Gangan Kepala Ikan, Makanan Wajib Saat Di Belitung