Advertorial
Intisari-online.com - Algojo yang melaksanakan eksekusi hukuman cambuk terhadap pelanggar qanun syariat Islam di Aceh merupakan orang yang dipilih dan sangat dirahasiakan.
Semua yang dipilih dan ditunjuk untuk menjadi orang yang diundang taat ibadah, disiplin, dapat mengendalikan mental, serta mendukung mental untuk menghukum terpidana di atas panggung yang terbuka dan disaksikan oleh banyak orang.
Itu sebabnya tidak semua orang bisa menjadi cengkuk hukuman di Aceh.
Salah satu algojo cambuk berinisial D bercerita, dia merasakan beban yang sangat berat saat pertama kali ditunjuk menjadi algojo.
Namun, karena permintaan, ia tidak dapat menolak dan meminta harus memberanikan diri.
"Saat pertama kali dipilih untuk menjadi algojo, sangat terbeban saya, tetapi karena memang untuk hukum, harus saya terima," katanya kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
D mengatakan, dia ditunjuk sebagai algojo pada 2008. Sebelum naik panggung untuk mengeksekusi pelanggar, D mendapat pelatihan singkat tentang tata cara mengeksekusi cambuk dari instruktur senior.
Baca Juga: Adakah Pertanyaan Soal Dietmu Belum Terjawab? Cek di Sini ....
Tubuh gemetar
D ingat betul saat pertama kali mengeksekusi pelanggar. Tubuhnya bergetar dan pikirannya menjadi kacau.
"Saat pertama kali dieksekusi sangat gemetar. Saya takut salah dan pikiran sangat kacau. Karena cambuk ada aturannya, tidak boleh membahas bahu, kemudian cara mengangkat dan mengayunkan tangan juga harus sejajar bahu. Kalau bisa salah, langsung mendapat protes, baik dari jaksa maupun penonton, "WIB.
Setelah berhasil menjalankan eksekusi cambuk untuk kali pertama, D kemudian sudah siap saat ditunjuk untuk menjalankan eksekusi cambuk terhadap pelanggar lain.
Hingga dia menjadi salah satu pembina untuk melatih algojo cambuk generasi selanjutnya. D mengatakan, hanya beberapa orang yang tahu kompilasi dia menjadi algojo.
Bahkan, dia yakin tidak seluruh anggota Satpol PP Wilyatul Hisbah (WH) yang sekantor tahu bahwa dia adalah anggota algojo.
Identitas algojo dirahasiakan. Sesaat dikeluarkan eksekusi, algojo dibawa ke ruang rahasia untuk mengenakan pakaian algojo yang semua tertutup.
Tak semua orang bisa jadi algojo D bilang, tak seluruh anggota Satpol PP WH punya mental menjadi algojo.
Banyak petugas menolak kompilasi yang ditunjuk karena tidak siap mental. Hal itu membuat sampai saat ini masih ada beberapa kabupaten dan kota di Aceh yang mendatangkan algojo dari Satpol PP WH Provinsi Aceh saat membuat uqubat cambuk.
"Belum tentu yang badannya kekar punya mental untuk mengalahkan pelanggar. Kemudian untuk menjadi algojo juga tidak boleh ditolak, ada yang mau jadi algojo hanya satu kali, kemudian lanjut dia tidak mau lagi. Lagi pula, di beberapa kabupaten, algojo harus didatangkan dari provinsi, "WIB.
Identitas dirahasiakan
Kepala Sapol PP-WH Kota Banda Aceh, melalui Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Aceh Zakwan, mengatakan, identitas algojo cambuk sangat dirahasiakan.
Bahkan, hanya sedikit rekan kerja yang tahu teman sekantor mereka adalah algojo.
"Algojo itu dirahasiakan, hanya beberapa orang tertentu di Satpol PP-WH yang mengetaui identitasnya.Algojo itu orang pilihan," kata Zakwan.
Menurut Zakwan, setelah seseorang pelanggar qanun syariat Islam diputuskan oleh pengadilan mahkamah syariah dan perkaranya inkrah, wewenang dan eksekutor terhadap terdakwa adalah jaksa.
Namun, perbaikan dari Satpol PP WH. Memilih algojo Zakwan mengatakan, penunjukan algojo setelah pelanggar diputuskan pengadilan oleh mahkamah syariah.
Jaksa kemudian berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam hal ini WH untuk menentukan jadwal dan lokasi tempat eksekusi dilaksanakan.
Setelah jadwal dan lokasi cambuk ditentukan, kemudian dipilih algojo dari Satpol PP WH dengan jumlah atau kebutuhan cambukan dan pelanggar yang akan dieksekusi.
Setelah algojo dipilih, mereka akan diberikan pelatihan selama beberapa hari agar mencambuk pelanggar sesuai dengan ketentuan hukum acara.
Satu algojo mengeksekusi dua hingga tiga pelanggar jika jumlah cambukannya tidak banyak. Namun, jika jumlah cambukan mencapai 100 kali untuk satu pelanggar, algojo yang ditunjuk bisa mencapai tiga orang.
Zakwan mengatakan, sampai saat ini algojo yang dipilih setiap melaksanakan eksekusi cambuk terhadap pelanggar syariat Islam adalah laki-laki. Mereka mengeksekusi sementara pelanggar adalah perempuan.
"Sampai saat ini memang algojo itu hanya dari laki-laki walau pelanggar perempuan. Namun, tata cara berbeda, jika perempuan dicambuk dalam posisi duduk, yang laki-laki berdiri," katanya. ( Kontributor Kompas TV Aceh, Raja Umar/Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Algojo Cambuk di Aceh, Tubuh Bergetar Saat Jadi Eksekutor hingga Identitas yang Dirahasiakan"