Advertorial
Intisari-Online.com –SM (52) wanita yang membawa anjing ke dalam masjid Al-Munawaroh, Kabupaten Bogor dipastikan mengalami skizofrenia.
Hal tersebut disampaikan langsung olehKepala Rumah Sakit Polri Kramat Jati Brigjen Pol Musyafak berdasarkan hasil pemeriksaan dan observasi kejiwaan pihaknya selama dua hari kepada SM.
"Sudah dipastikan (alami) gangguan jiwa, kita secara marathon dua hari ini observasi dan melakukan pemeriksaan dan juga dari medical record yang disampaikan ke kami," kata Musyafak di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (2/7/2019), seperti dilansirINTISARIdarikompas.com.
Baca Juga: Hati-hati, Parasit yang Disebarkan Kucing Ternyata Bisa Menyebabkan Skizofrenia pada Manusia
SM sendiri diketahui memiliki riwayat gangguan jiwa dengan rutin melakukan kontrol di sejumlah Rumah Sakit Jiwa di daerah Bogor.
"Kami tidak hanya menerima informasi dari pihak keluarga dalam hal ini suaminya. Kami juga mendatangkan dokter ahli jiwa yang menangani yang bersangkutan. Dan memang dari hasil pengalaman penyakit dahulu ditangani dokter tersebut. Kemudian penanganan dari ahli kami, kami bisa simpulkan penyakit skizofrenia," ujar Musyafak.
Penyakit jiwaskizofrenia yang diderita SM memang bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah jarangnya orang tua lakukan aktivitas seksual.
Baca Juga: Seorang Kakak yang Menderita Skizofrenia Melemparkan Adiknya dari Gedung Tujuh Lantai
Ya, sebuah penelitian baru telah menemukan hubungan antara aktivitas seksual orangtua dan perkembangan skizofrenia pada anak-anak.
Para peneliti mengatakan bahwa kontak seksual orangtua yang singkat antara pasangan sebelum kehamilan membuat bayi berisiko terkena gangguan mental di masa depan.
Temuan ini, yang diterbitkan dalam jurnal Schizophrenia Research, mendukung penelitian sebelumnya yang menyarankan komplikasi kehamilan, yang disebut preeklampsia, berkontribusi pada pengembangan skizofrenia.
Baca Juga :Ini 11 Hal Tersembunyi yang Kerap Dilakukan Wanita Sebelum Berhubungan Seksual dengan Pasangannya
Ini juga mendukung penelitian lain yang menunjukkan periode lamanya paparan sperma sebelum kehamilan meningkatkan perlindungan wanita terhadap peeklampsia.
“Hasil kami menyimpulkan bahwa keturunan yang lahir dari pasangan yang menikah kurang dari tiga tahun, di semua usia ayah, memiliki risiko kecil alami skizofrenia, yang tidak tergantung pada gangguan kejiwaan orangtua dan usia ayah,” jelas Dolores Malaspina, penulis penelitian dan profesor psikiatri, genetika dan ilmu genomik dan ilmu saraf di Fakultas Kedokteran Icahn di Gunung Sinai, dalam sebuah pernyataan.
Untuk penelitian tersebut, Malaspina dan timnya menganalisis risiko skizofrenia pada lebih dari 90.000 bayi.
Baca Juga :Catat! Ini 7 Ciri Wanita Hamil yang Tidak Boleh Melakukan Hubungan Seksual
Mereka menemukan bahwa bayi memiliki risiko 50 persen lebih tinggi ketika lahir dari orangtua yang menikah kurang dari dua tahun dan pada jenis kelamin yang lebih sedikit.
Mereka yang lahir empat tahun setelah pernikahan orangtua mereka memiliki risiko skizofrenia 30 persen lebih tinggi.
Tetapi bayi dengan orangtua yang menikah selama lima tahun menunjukkan risiko 14 persen lebih rendah terkena gangguan mental.
Baca Juga :Teh Ginseng: Tingkatkan Kesehatan Seksual dan 6 Manfaat Luar Biasa Lainnya
“Temuan ini tepat waktu mengingat penemuan baru-baru ini menyatakan bahwa beberapa gen yang terlibat dalam skizofrenia adalah gen plasenta dengan ekspresi diferensial dari kesulitan prenatal seperti preeklampsia dan hipertensi,” kata Malaspina, seperti dilansir darimedical daily.
"Data menunjukkan bahwa aktivasi kekebalan prenatal dari preeklampsia dapat menghasilkan kerentanan inflamasi yang bertahan lama untuk ibu dan janin, meningkatkan kerentanan untuk kondisi kejiwaan dan metabolisme."
Skizofrenia adalah gangguan mental kronis dan parah yang menyebabkan halusinasi, delusi, pemikiran yang tidak teratur, suasana hati negatif, dan gangguan kognitif.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak gen berkontribusi terhadap perkembangannya.
Faktor lingkungan, seperti paparan virus, kekurangan gizi dan masalah selama kelahiran, juga dicatat.
Para peneliti berharap untuk melakukan lebih banyak studi untuk lebih memahami hubungan langsung antara durasi pernikahan dan gangguan kejiwaan lainnya pada bayi.
(K. Tatik Wardayati)