Menurut Dr. Richard Alexander, Profesor Biologi Evolusi di University of Michigan, menggelitik bisa menjadi bentuk dominasi dan tawa yang mengikuti adalah cara evolusi untuk menunjukkan kepatuhan.
Menggelitik telah lama digunakan sebagai cara penyiksaan.
Selama Dinasti Han di Cina, menggelitik adalah cara menyiksa kaum bangsawan karena tidak meninggalkan bekas dan korban dapat pulih dengan mudah dan cepat.
Itu juga populer di Jepang di mana mereka bahkan menciptakan kata khusus untuk itu: kusuguri-zeme, yang berarti "gelitik tanpa ampun".
Vernon R. Wiehe dari University of Kentucky mempelajari 150 orang dewasa yang dilecehkan oleh saudara mereka selama masa kanak-kanak.
Banyak dari subyek penelitian yang melaporkan menggelitik sebagai jenis pelecehan fisik.
Studi ini menyimpulkan bahwa menggelitik dapat memicu reaksi fisiologis ekstrem pada korban seperti muntah dan kehilangan kesadaran karena ketidakmampuan untuk bernapas.
Menggelitik dapat menyebabkan tawa yang tidak terkendali dan sulit untuk dihentikan.
Tawa yang disebabkan oleh gelitik terus-menerus dapat mencapai titik di mana orang yang digelitik tidak dapat lagi bernafas dengan benar, dan mereka tidak dapat mengatakan bahwa mereka berada dalam situasi yang sulit.
Sesuatu yang dimulai sebagai "kesenangan" dapat menyebabkan komplikasi medis yang serius.
Dan mengapa bersenang-senang menggelitik ketika ada begitu banyak cara yang lebih baik untuk bersenang-senang bersama?
Menurut Dr. Alexander, menggelitik kehendak seseorang sebenarnya dapat menyebabkan "sakit mental yang hebat".
Kadang-kadang rasa sakit ini bisa bertahan seumur hidup.
Baca Juga: Divonis 20 Tahun Penjara, Jessica Wongso Dikabarkan Tampak Jadi Pendiam Setelah 3 Tahun Dipenjara
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR