Paling sering, suami dan istri menyetujui ketentuan penjualan beberapa minggu sebelum penjualan publik terjadi.
Sementara kita mungkin berpikir penjualan istri gila dan ofensif hari ini, namun saat itu pernikahan adalah perjanjian ekonomi, bukan ekspresi cinta.
Sebelum UU Perkawinan 1753, pernikahan bahkan tidak memerlukan upacara - itu hanya sebuah perjanjian.
Suami dan istri akan secara resmi dianggap sebagai 'satu orang' yang sah, dengan lelaki mempersatukan hak-hak perempuan.
Sementara praktik penjualan istri telah cukup mengalami penurunan sejak penerapan pengadilan perceraian modern, sayangnya ini masih terjadi hari ini di beberapa bagian dunia.
Misalnya tak lama sebelum ini, pada 2009 petani miskin yang tinggal di bagian-bagian tertentu pedesaan India dipaksa untuk menjual istri mereka untuk melunasi si pemberi pinjaman.
Source | : | History Daily |
Penulis | : | Nieko Octavi Septiana |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR