Advertorial

Kasus Pembunuhan Keddie Cabin yang Belum Terungkap Selama 38 Tahun

intisari-online
Tatik Ariyani

Tim Redaksi

Setelah 38 tahun berlalu, polisi kembali melakukan menyelidiki kasus pembunuhan brutal di pondok Keddie Cabin yang menewaskan empat anggota keluarga.
Setelah 38 tahun berlalu, polisi kembali melakukan menyelidiki kasus pembunuhan brutal di pondok Keddie Cabin yang menewaskan empat anggota keluarga.

Oleh:Fransiska Natalie

Intisari-Online.com - Setelah 38 tahun berlalu, kini polisi kembali melakukan penyelidikan terhadap kasus pembunuhan brutal di sebuah pondok kecil yang menewaskan empat anggota keluarga.

Kejadian ini bermula pagi hari pukul 07.45 ketika Sheila Sharp tiba di rumahnya.

Gadis berusia 14 tahun itu baru saja kembali ke pondok kecil tempatnya tinggal di Keddie, Quincy, California Utara.

Ia baru saja menginap di rumah teman yang berjarak hanya beberapa meter dari rumahnya itu.

Baca Juga: Biasa Dijadikan Tanaman Hias di Indonesia, Tanaman Ini Ternyata Alat untuk Menyiksa Budak pada Masa Lalu

Baru saja membuka pintu rumah, Sheila dikejutkan penampakan tiga jasad bersimbah darah dan dalam kondisi tragis di ruang tamu.

Ketiganya tak lain adalah ibunya, Glenna Sharp Sue (36); kakaknya, Johnny (15); serta teman Johnny, Dana Wingate (17).

Seketika Sheila langsung berlari ke luar rumah sambil berteriak histeris dan meminta tolong tetangga agar memanggilkan polisi.

Berdasarkan olah TKP, polisi menemukan bekas tusukan di dinding pondok serta sejumlah besar darah di lantai ruang tamu.

Baca Juga: Dijatuhi Hukuman Mati Setelah Bunuh 5 Anaknya, Polisi Temukan Catatan Mengerikan di Mobil Pria Ini

Ditemukan pula pisau steak yang telah membengkok hingga 25 derajat dan pisau daging berlumuran darah.

Kedua benda tajam itu berada bersebelahan di atas meja kayu kecil di dekat pintu masuk menuju dapur.

Selain itu, ditemukan palu di dekat kolam yang berjarak 120 meter dari TKP.

Ketiga korban ditemukan dalam posisi berdekatan.

Tangan dan kaki ketiganya diikat dengan kabel.

Sue mendapat ikatan paling kuat. Badannya ditutupi selimut kuning.

Johnny mengalami pendarahan di kepala dan leher dengan posisi telentang, tepat di sebelah Dana.

Ketiganya diduga mengalami kekerasan ekstrem dan serangan biadab sebelum akhirnya meninggal.

Baca Juga: Sejarah Panjang Kekerasan di Sri Lanka, Serta Hubungannya dengan Aksi Pengeboman dan ISIS

Berubah-ubah

Jenazah ketiganya langsung dilarikan ke rumah sakit guna dilakukan autopsi.

Anehnya kedua adik laki-laki Sheila, Rick (10) dan Greg (5), serta temannya, Justin Smartt, ditemukan selamat.

Ketiganya sama sekali tidak disentuh pelaku. Mereka tertidur pulas di kamar.

Sheila sempat kembali ke pondok untuk menolong Rick, Greg, juga Justin keluar kamar dengan memanjat jendela.

Namun, adik perempuan Sheila, Tina (12), tak berada di lokasi alias menghilang.

Ketika olah TKP, penyelidik menemukan sejumlah kecil darah di seprai tempat tidur Tina.

Mereka juga menemukan sidik jari berdarah di tiang kayu di halaman belakang.

Polisi menyimpulkan Tina diculik dari kamarnya malam itu juga.

Ketika diwawancarai polisi, Rick dan Greg mengaku sedang tidur saat peristiwa terjadi dan tak mendengar apapun.

Tetapi, Justin memberikan keterangan tidak konsisten selama kasus bergulir.

Terkadang ia mengaku telah melihat pembunuh tersebut, tapi terkadang dia mengatakan, hanya bermimpi melihatnya.

Dalam mimpi itu, ia menutup Sue dengan selimut dan mencoba menghentikan perdarahannya dengan meletakkan kain di dadanya.

Dalam kesaksian lain, Justin mengaku tidak melihat apa-apa malam itu.

Kemudian, polisi membuat dua sketsa wajah pembunuh berdasarkan ingatan Justin.

Namun Justin yang masih kecil membuat akurasi sketsa tersebut diragukan.

Setidaknya, polisi yakin Justin menyentuh setidaknya satu mayat.

Sebab, ditemukan darah di gagang pintu luar kamar anak laki-laki itu.

Pintu kamar tidur itu juga terbuka sebagian saat pihak kepolisian tiba di TKP.

Baca Juga: Pembunuhan Berantai yang Memberi Stigma Buruk pada Kota Snowtown

Single parent

Sue merupakan orang tua tunggal atau single parent.

Ia bercerai dengan Jim yang merupakan seorang anggota militer.

Dari pernikahan itu, keduanya dikarunia lima anak, yakni Johnny, Sheila, Tina, Rick, dan Greg.

Sheila mengatakan, ayahnya kerap berlaku kasar terhadap sang ibu, Tina, serta dirinya.

Di California Utara, Sue beserta anaknya tinggal di sebuah pondok kecil bernama Keddie Cabin atau Pondok Keddie.

Di mata tetangga, Sue dikenal baik, ramah, pendiam, tidak suka berpesta, juga tidak memiliki musuh.

Jim menjadi orang pertama yang diinterograsi kepolisian.

Tapi, polisi menghentikan pemeriksaan terhadap Jim karena memiliki alibi kuat. Ia berada ribuan mil saat kejadian.

Baca Juga: Kasus Pembunuhan Paling Mengerikan dalam Sejarah Malaysia, Saat Bocah 8 Tahun yang Diculik oleh Psikopat

Keterangan palsu

Kecurigaan kemudian mengarah kepada tetangga Sue, Martin Smartt—ayah dari Justin—dan Severin John Boubede atau Bo.

Mike Gamberg, penyidik sekaligus wakil pemimpin dalam penyelidikan mengatakan, baik Martin maupun Bo memiliki catatan kriminal.

Bo bahkan tercatat punya hubungan dengan kejahatan terorganisir di Chicago.

Martin tinggal di ujung jalan di pondok nomor 26 bersama istrinya, Marilyn, dan kedua putranya. Salah satunya Justin.

Bo adalah teman Martin yang tinggal di rumahnya.

Marilyn diketahui berteman akrab dengan Sue dan sering pergi bersama.

Pada malam sebelum kejadian itu, Bo, Marty, dan Marilyn sempat mampir ke pondok Sue untuk mengajaknya ke bar, namun Sue menolak ajakan itu.

Gamberg menuturkan, ketiganya muncul di sebuah bar di Keddie pada tengah malam mengenakan jas dan kacamata.

Martin marah-marah karena musik yang diputar tidak enak, lalu dia mengadu kepada manajer bar.

Akhirnya mereka memutuskan pulang dengan keadaan Martin yang masih kesal.

Akan tetapi, setiba di pondok, menurut Marlyn, suaminya kembali menelepon pihak bar untuk mengeluh tentang musik itu.

Selang beberapa lama, Martin pergi lagi ke bar bersama Bo. Sedangkan, Marilyn memilih menonton televisi.

Marilyn menuturkan, sehari setelah pembunuhan, ia meninggalkan Martin, tapi ia yakin mereka tak ada hubungan dengan pembunuhan itu.

Baca Juga: Kisah Mazlan Idris, Politikus yang Tewas Karena Ingin Tongkat Soekarno

Tetapi juga mengatakan, suaminya temperamen dan sering melakukan kekerasan kepadanya, baik fisik maupun mental.

Sementara, Martin dan Bo memberikan keterangan palsu, berbeda, serta berubah-ubah.

Bo setidaknya telah berbohong tujuh kali.

Pertama, di awal wawancara, ia menyatakan, mengetahui pondok Sue, tapi di pertengahan wawancara, ia berkata tak tahu.

Kedua, ia mengatakan, Marilyn adalah keponakannya, padahal keduanya sama sekali tak memiliki hubungan kekerabatan apa pun.

Ketiga, ia mengaku, telah tinggal selama sebulan di Keddie, padahal baru 12 hari.

Keempat, menurutnya, Marilyn sudah bangun saat ia dan Martin kembali dari bar kedua kalinya, padahal Marilyn masih tertidur.

Kelima, Bo menyatakan, belum pernah bertemu Sue sebelumnya.

Padahal, ketiganya sempat singgah ke pondok Sue sebelum ke bar.

Keenam, kata Bo, mereka tiba di bar antara pukul 21.30 dan 22.00, tapi berubah pukul 24.00 agar sesuai dengan alibi.

Terakhir, Bo mengaku, sebagai pensiunan polisi seharusnya ia diperlakukan hormat, padahal ia bukan pensiunan polisi.

Lain lagi dengan Martin. Kepada penyidik, ia mengaku telah kehilangan palu dengan gagang karet berwarna biru.

“Itu hampir mengarah pada sebuah pengakuan,” kata Gamberg.

Sebelumnya, seorang pria setempat menemukan sebuah palu di kolam dekat pondok setelah menggunakan detektor logam di daerah itu.

Ternyata palu cakar baja biru itu persis sama dengan yang dideskripsikan Martin kepada polisi.

Kini, palu itu sedang diselidiki guna menemukan jejak DNA yang membantu menyelesaikan kejahatan tersebut.

Meski banyak kejanggalan dan alat bukti yang mengarah kepada keduanya, penyidik tak memeriksa lebih lanjut, bahkan tak menetapkan keduanya sebagai tersangka.

Penyidik malah membiarkan Martin pindah ke luar kota, Klamath, California, serta Bo kembali ke rumah sakit.

Thomas beralasan, dengan tidak ditemukan apa pun pada minggu-minggu pertama yang mengarah pada pembunuhan, keduanya tidak bisa dituntut.

Kasus ini pun berjalan tanpa kejelasan siapa pelaku pembunuhan itu.

Hingga akhirnya, Bo meninggal di Illinois pada 1988, menyusul Martin pada 2006 di Oregon.

Sementara itu, Marilyn telah bercerai dengan Martin, lalu menikah lagi.

“Sangat mudah mengatakan seseorang bersalah saat mereka meninggal. Mereka tidak bisa membela diri,” ujar Thomas. Tetapi ia masih merasa keduanya tidak terlibat.

Baca Juga: Kisah Patricia Hearst alias Tania yang Dicuci Otak Jadi Perampok

Jalan buntu

Banyak pertanyaan dan keanehan mengenai kasus ini.

Misalnya, mengapa hanya satu orang yang melaporkan mendengar teriakan dari pondok Sue, sementara yang lain tak mendengar?

Bagaimana mungkin ketiga bocah di pondok itu tidak mendengar saat tiga orang disiksa dengan kejam dan dibunuh tepat di kamar sebelah?

Mengapa ketiganya sama sekali tidak terluka? Mengapa hanya Tina yang diambil malam itu?

Paling memberatkan semuanya adalah polisi tidak langsung mencari Tina setelah ia diketahui diculik.

Kasus ini memunculkan pertanyaan besar ketika Thomas mengundurkan diri untuk mengambil pekerjaan di Departemen Kehakiman di Sacramento setelah tiga bulan kasus itu berjalan.

Akibatnya, kasus ini sempat dihentikan sementara.

Beberapa orang yakin Kepolisian Plumas County kurang berpengalaman menangani kejahatan sebesar ini.

Sementara itu, yang lain percaya kepolisian sengaja menyembunyikan informasi demi melindungi identitas pelaku.

Baca Juga: Misteri Penemuan Mayat Manusia yang Sudah Jadi Kerangka di Belakang Bulog, Ini Keterangan Si Penemu

Tina ditemukan

Pada 1984, tiga tahun setelah peristiwa sadis itu, tengkorak Tina ditemukan di Air Terjun Feather yang berlokasi sekitar 29 mil dari Keddie oleh seorang pemulung.

Penemuan jasad Tina menambah jumlah korban dalam pembunuhan itu, yakni menjadi empat orang.

Hasil pemeriksaan tengkorak menunjukkan, Tina kemungkinan besar terbunuh pada malam itu juga sesaat setelah diculik.

Cara kematiannya tidak diketahui. Lagi-lagi orang yang bertanggung jawab atas kematian Tina pun tak ditemukan.

Kepolisian juga tidak meneliti lebih lanjut sidik jari berdarah yang telah dikumpulkan di TKP.

Ditambah, sebagian besar bukti yang diperoleh hancur akibat hujan yang meresap ke dalam lemari besi penyimpanan.

Baca Juga: Aksi 'Ngamuk' Adi Saputra Hancurkan Motor Ternyata untuk Hilangkan Barang Bukti Motor yang Dibelinya Rp3 Juta Secara Online

Muncul bukti baru

Posisi Thomas pun diambil alih wakilnya, Gamberg.

Ia mulai memilah –milah barang bukti yang mencakup lebih dari 12 kotak.

Gamberg juga memperoleh akses ke Butte County, tempat ditemukannya mayat Tina.

Berhembus rumor Thomas pernah memecat Gamberg, lalu mempekerjakannya kembali dengan catatan dilarang mengerjakan kasus ini.

“Ketika saya kembali, kasus sudah berantakan. Itu adalah volume material yang sangat besar dan sangat terfragmentasi, ” ungkap Gamberg.

Kasus ini punya kedekatan dengannya karena mengenal baik keluarga Sue dan anak-anaknya berkawan dengan anak-anak Sue.

Ia juga menjadi instruktur bela diri Johnny serta Dana.

Sehari sebelum pembunuhan itu, keduanya berada di rumah Gamberg untuk berlatih bela diri.

Bertahun-tahun lamanya kasus itu berjalan tanpa penyelesaian hukum.

Setelah 29 tahun “tersesat”, pada 2010, Gamberg membuka kembali kasus ini.

Jelas tak mudah karena banyak bukti yang rusak dan orang-orang yang dulu muda dan segar, kini banyak yang sudah berusia tua, bahkan terduga pelaku pun telah meninggal.

Selain itu, beberapa yang lain tak lagi tinggal di wilayah tersebut.

Satu per satu bukti baru mulai bermunculan.

Mulai dari penemuan palu, penelepon anonim ke kantor polisi yang menyebut, mengetahui pelaku pembunuh, Martin yang mengakali tes poligraf.

Saat ini, Gamberg tengah menyelidiki bukti tersebut, termasuk menyelidik penelepon misterius itu.

Teknologi pengenalan suara saat ini bisa memainkan peran penting mengungkap identitas penelepon.

Baca Juga: Perkumpulan Sekte Misterius atau Anjing Hutan? Ilmuwan Selidiki Kasus Brutal Pembunuhan Kucing

Sebelumnya, penyidik memang memiliki kecurigaan kuat terhadap Martin dan Bo sebagai calon tersangka paling sempurna di antara saksi yang diperiksa.

Kabarnya, Martin dilaporkan lulus tes kebohongan pada 1981.

Tapi, 10 tahun kemudian, konselor VA memberi tahu pihak berwenang bahwa Martin telah melakukan pembunuhan itu selama sesi konseling.

Konselor mengatakan, Martin berhasil membohongi tes poligraf.

Ia mengaku, telah membunuh Sue karena Sue menyuruh Marilyn agar meninggalkannya.

Sebab, Marilyn kerap mendapat kekerasa dari Martin. Namun, Martin tidak pernah mengaku membunuh Johnny dan Dana.

Perihal Martin sebagai pembunuh Sue juga diperkuat terapis Martin.

Sebulan setelah pembunuha itu, Martin memanggil seorang terapis. Kepada terapisnya, ia mengaku, telah membunuh Sue.

Ia juga mengaku sebagai teman Thomas dan pernah membiarkan Thomas tinggal bersamanya.

Selain itu, ia mengaku telah mengakali alat poligraf. Ia mengatakan, mengecoh poligraf merupakan hal gampang.

Walau demikian, Martin tidak mengatakan siapa yang membunuh Dana, Johnny, atau Tina.

Sayangnya, baik konselor maupun terapis, menahan informasi itu begitu lama hingga Martin meninggal dunia.

Sepuluh tahun setelah kematian Marty, sang terapis maju dan mengatakan kepada Kepolisian Plumas County bahwa Martin telah mengaku membunuh Sue.

Baca Juga: Sudah Dipenjara 39 Tahun, Pria Ini Ternyata Tidak Bersalah dalam Kasus Pembunuhan hingga Dia Diberi Rp294 Juta Sebagai Tebusan

Mulai diselidiki kembali

Kini, Kepolisian Plumas County—yang saat ini dipimpin Greg Hagwood dan Gamberg yang sekarang menjadi penyidik khusus—mulai menyelidiki kasus ini kembali.

Keduanya mengatakan, telah memusatkan perhatian terhadap para tersangka lama.

Mereka percaya telah menemukan bukti baru dan menemukan kembali bukti lama yang terlupakan atau diabaikan—yang dapat menunjukkan sebuah resolusi.

Gamberg maupun Hagwood saat ini percaya bahwa bukti tersebut mengarah kepada Martin dan Bo sebagai pelaku.

Mengungkap pelaku pembunuhan dan memvonisnya, memang tidak akan mengembalikan nyawa korban.

Namun, setidaknya hal itu membuat keluarga yang ditinggalkan tak lagi bertanya-tanya. (Fransiska Natalie)

Artikel ini telah terbit di Majalah Intisari dengan judul “Teka-teki Pembunuhan di Sebuah Pondok Kecil”

Artikel Terkait