Advertorial

Pembunuhan Berantai yang Memberi Stigma Buruk pada Kota Snowtown

Trisna Wulandari
,
Mentari DP

Tim Redaksi

Kebencian John Bunting pada pedofil dan homoseksual yang mengakar sejak kecil membuatnya terobsesi membunuh.
Kebencian John Bunting pada pedofil dan homoseksual yang mengakar sejak kecil membuatnya terobsesi membunuh.

Intisari-Online.com- Ada hampir 5000 laporan orang hilang di Australia Selatan tiap tahunnya.

Beberapa orang sengaja menghilang untuk kabur dari rumah dan kejaran hutang, beberapa lagi kemudian ditemukan tewas bunuh diri.

Beberapa lainnya rupanya bukan hilang, namun dibunuh.

Garion Sinclair tidak sadar, Jumat malam 20 November 1998 menjadi saat terakhir melihat adik perempuannya, Elizabeth.

Baca Juga: Jessica Iskandar Resmi Bertunangan Dengan Richard Kyle: Ini Lho 5 Kelebihan Menikahi Seorang Janda

Ia datang ke rumah Garion bersama suaminya, Mark Haydon, untuk menitipkan.

Mereka hendak menitipkan anak-anak agar bisa berakhir pekan berdua. Elizabeth berjanji akan menjemput William dan Christopher, kedua anaknya, pada Minggu pagi.

Tapi Elizabeth tidak kunjung datang.

Minggu pagi, Anna, adik Garion yang lain mengabari via telepon bahwa Mark barusan menghubunginya.

“Elizabeth kabur,” begitu kata Anna menirukan pesan Mark.

Malamnya, Mark menjemput kedua anak tirinya di rumah Garion.

Tapi saat Garion bertanya kenapa Elizabeth bisa kabur, Mark berujar Elizabeth tidak jadi kabur.

Katanya, sang istri sedang tidur di rumah.

Tapi sesampainya di rumah mereka, William dan Christopher tidak menemukan ibunya.

Mereka mengecek tiap ruangan tanpa bersuara.

Kedua anak ini jadi cemas ditinggal Elizabeth, tapi tidak berani bertanya lebih lanjut pada Mark.

Baca Juga: Skandal Kekerasan Anak Terburuk di Inggris Terungkap, Selama 40 Tahun Ada 1.000 Anak Disiksa dan Diperkosa

Mereka takut dimarahi dan ditampar, atau dikunci di dalam kamar, seperti yang biasa ayah tirinya itu lakukan jika mereka rewel atau banyak bertanya.

Tapi saking takutnya ditinggalkan sang ibu dengan ayah yang tidak sungkan main tangan, William dan Christopher kabur kembali ke rumah sang paman.

Kaki-kaki kecil bocah berusia 7 dan 9 tahun ini butuh waktu dua jam untuk berjalan kaki ke rumah Garion.

Tapi mereka tidak peduli. Mereka hanya ingin bilang pada pamannya bahwa sang ibu betul-betul menghilang dari rumah.

Garion, yang terkejut dengan kehadiran keponakannya segera mengemudi ke rumah Mark dan melabraknya.

“Elizabeth pulang-pulang mabuk hari Minggu pagi. Lalu dia kabur dengan pacar barunya beberapa jam kemudian,” terang Mark dengan wajah tidak tertarik membalas semprotan Garion.

Tidak mungkin, pikir Garion. Sejak menikah, Elizabeth selalu menghabiskan waktu dengan Mark. Kapan adiknya ada waktu untuk bertemu pria lain?

Garion juga tidak percaya Elizabeth tega meninggalkan William dan Christopher.

Elizabeth memang dulu suka pergi sesukanya, namun sejak menikah dengan Mark, ia tampak sudah bisa menjadi ibu yang lebih baik.

Pelan-pelan Garion mencerna semua kemungkinan yang bisa terjadi pada Elizabeth.

Rabu, 25 November 1998, ia melaporkan adiknya ke kepolisian Adelaide di daftar orang hilang.

Garion tidak tahu bahwa laporannya akan menguak kasus pembunuhan berantai yang buntu selama 7 tahun di Australia Selatan.

Baca Juga: Inilah Liu Pengli, Pembunuh Berantai Pertama di Dunia yang Juga Seorang Pangeran

Mobil yang lenyap

Detektif Greg Stone menelusuri daftar orang hilang yang baru saja diberikan padanya.

Seniornya mengatakan kasus perempuan hilang bernama Elizabeth Haydon dijadikan prioritas karena terkait keselamatan perempuan dalam bulan-bulan ke depan.

Satu jam setelah memastikan data-data yang dilaporkan Garion via telepon, Detektif Greg dan polisi pendamping menjemput Mark Haydon ke rumahnya di Blackham Crescent, pinggir kota Adelaide, untuk ditanyai di kantor polisi.

Sebelumnya, mereka mengadakan penggeledahan ke penjuru rumah hingga ke paviliun dan gudang belakang.

Mark lalu dibawa ke kantor polisi bersama Gail Sinclair, adik Elizabeth yang memiliki gangguan mental dan tinggal di paviliun belakang rumah.

Di ruang interograsi, Mark menulis tangan semua detail kejadian sebelum dan sesudah menghilangnya Elizabeth.

Sementara itu, Gail yang ditempatkan di ruang wawancara terpisah menceritakan kisah yang persis sama.

Kesaksian keduanya juga sama-sama menyebut nama John Justin Bunting dan Robert Wagner, teman nongkrong Mark.

John dan Robert sedang di rumah Mark di hari menghilangnya Elizabeth.

Dari rekaman kamera jalanan, mobil itu terakhir terekam tengah bergerak ke arah kota sebelah, Snowtown.

Polisi Snowtown dikirimi info kasus dan ciri-ciri mobil yang mencurigakan itu.

Snowtown adalah kota kecil yang sepi, sehingga seharusnya mendeteksi kendaraan dengan pergerakan mencurigakan bukan hal yang sulit.

Namun baru satu tahun kemudian, salah seorang polisi patroli Snowtown melihat Land Cruiser tanpa plat terparkir di rumah warga. Segera ia menelepon ke Bareskrim Adelaide.

Baca Juga: Lansia 102 Tahun Cekik Tetangganya yang Berusia 92 Tahun, Benarkah Manusia Miliki Gen Pembunuh?

Titipan kawan

Hal pertama yang disadari Deren Freeman adalah mobil polisi beriringan parkir di depan rumahnya.

Tidak lama, terdengar ketukan di pintu. Pelan-pelan Deren membukanya.

Detektif di hadapannya memperlihatkan lencana polisi. “Saya Detektif Steve McCoy,” ujarnya memperkenalkan diri.

“Kami tengah menginvestigasi kasus hilangnya wanita bernama Elizabeth Haydon. Kami meyakini bahwa sebuah mobil four wheel drive di halaman rumah Anda memiliki kaitan dengan hilangnya wanita tersebut,” terang Steve.

Steve lalu memperlihatkan surat perintah penggeledahan. Ia menjelaskan pada Deren yang terdiam bahwa rumahnya akan digeledah dan mobilnya disita.

Detektif itu lalu mengajak Deren ke mobil polisi untuk diwawancara.

Sementara beberapa polisi mulai menelisik isi rumah Deren sambil merekam dengan kamera video, Detektif Greg mendekati Land Cruiser di halaman.

Mobil itu hampir kosong melompong dan tiga kaca jendela dibiarkan terbuka lebar.

Di dalam mobil polisi, Steve mulai menanyai Deren tentang mobil di halamannya tersebut.

Deren yang tampak bingung dan sedikit ketakutan menjelaskan bahwa itu bukan mobil miliknya. Dua kawan meninggalkannya di sana.

Steve langsung mengenali dua nama yang disebutkan Deren—John dan Robert.

Kedua teman Deren sempat menyimpan tong-tong plastik berwarna hitam di dalam mobil itu.

Tong-tong itu berbau busuk hingga membuat para tetangga protes pada Deren.

“Di mana tong itu sekarang?” tanya Steve.

“Di gedung bekas bank,” ujar Deren.

Steve menghentikan wawancaranya. Segera ia menghampiri rekan-rekannya di dalam rumah Deren.

“Kurasa kita sudah menemukan orang hilang itu.”

Baca Juga: Lakukan Atraksi Dirantai dan Ditenggelamkan di Sungai Gangga yang Sakral, Pria Ini Menghilang Tanpa Jejak

Ruang brangkas

Jam tepat menunjukkan pukul 1.12 siang ketika Detektif Steve dan Greg bersama investigator Rick, Gordon, dan Bronwyn tiba di sebuah bangunan berbata merah.

Bangunan kecil itu bekas kantor Bank Negeri Australia Selatan Cabang Snowtown, yang sudah tidak dipakai sejak empat tahun lalu.

Kawan-kawan Deren menyewa gedung bekas bank itu dan meninggalkan sebuah kunci untuknya.

Mereka bilang, Deren boleh turut memakai ruangan bank untuk menyimpan barang-barang stok dagang usaha elektroniknya.

Investigator Rick membuka pintu samping dan mereka bergerak masuk. Di sudut ruangan, tampak ruang brankas. Pintunya terkunci.

Pengecekan pada pintu memperlihatkan sebuah sidik jari di area gagang pintu.

Investigator Gordon membubuhinya dengan bubuk hitam, memperjelas garis-garis sidik jari itu.

Ini perlu difoto, pikirnya. Ia pun bergegas kembali ke rumah Deren untuk mengambil kameranya yang lain.

Sesampainya di rumah Deren, Investigator Gordon memberitahu rekan-rekannya bahwa pintu brankas bank terkunci.

“Tidak apa-apa, aku tahu cara membukanya,” ujar Deren.

Sambil mengajak Investigator Gordon ke tempat penyimpanan gulungan kawat, Deren menjelaskan kunci pasak pintu brankas itu rusak, sehingga pintu brankas bisa dibuka dengan sepotong kawat.

Deren memotong seuntai kawat dan menekuk kedua ujungnya.

Investigator Gordon kembali ke bank dan mendorong kawat ke dalam lubang kunci.

Baca Juga: Sebuah Lubang Tua Misterius Ditemukan, Ternyata Itu Adalah Brankas Rahasia, Tapi Justru Bikin Ilmuwan Kebingungan

Hanya butuh beberapa detik menggerak-gerakkan kawat untuk merasakan pasak di dalam lubang kunci bergeser dan gagang pintu bergerak ke posisi terbuka.

Detektif Greg, dengan tangan berbalut sarung tangan bedah agar tidak mengkontaminasi temuan forensik penting, meraih gagang pintu berat itu dan membukanya.

Bau amis jenazah membusuk dari dalam ruang brankas mulai menyebar.

Meskipun bau itu makin menguat, Detektif Greg pelan-pelan melangkah ke dalam diikuti Gordon yang terus merekam.

Mereka menjejakkan kaki ke dalam ruang brankas yang gelap.

Meski remang-remang melihat dengan bantuan cahaya senter, enam tong plastik hitam besar di kanan mereka tak perlu dicari dengan mata.

Dari situlah sumber bau amis itu berasal. Keenamnya ditutup dengan tutup plastik berwarna senada.

Mereka belum membuka tutup tong itu, namun tidak satupun di antara mereka yang ragu bahwa tong itu berisi mayat.

Di kiri para detektif itu terdapat kursi malas berwarna hijau pucat. Di atasnya ada baki berisi tujuh pisau.

Di samping baki itu, ada sekotak penuh sarung tangan sekali pakai, gergaji bergagang kayu, dan ikat pinggang.

Di satu kursi malas lainnya terletak tiga botol plastik putih berlabel asam klorida.

Di luar gedung bank, Steve McCoy menelepon kantor Bareskrim Adelaide.

Baca Juga: Menyisir Jejak Orang Jawa dan Melayu Kalimantan di Kepulauan Cocos Australia

Tubuh-tubuh dalam tong

Penyelidikan ke kantor pusat bank menemukan bahwa bangunan itu disewa atas nama John Bunting dan Mark Lawrence, nama lain Mark Haydon.

Pada surat perjanjian sewa, tertulis pula alamat asli rumah Mark di Blackham Crescent, Smithfield Plains, Adelaide.

Seperti yang dicurigai tim polisi, tong-tong yang ditemukan di ruang brankas itu berisi jenazah Elizabeth Haydon.

Namun di samping Elizabeth, ada kurang lebih tujuh jasad lagi yang dimasukkan ke dalam enam tong tersebut.

Pemeriksaan forensik dilakukan untuk mengecek identitas masing-masing korban.

Para dokter semula sedikit kesulitan karena jasad-jasad tersebut dimasukkan ke tong dalam keadaan terpotong-potong dan tercampur dengan bagian tubuh korban lain.

Di samping itu, pelaku juga menuangkan cairan asam klorida, sehingga potongan tubuh antarkorban lengket satu sama lain.

Pemeriksaan berbulan-bulan ini akhirnya menemukan identitas masing-masing korban di dalam tong.

Mereka adalah Michael Gardiner (dilaporkan hilang Agustus 1997), Barry Lane (hilang Oktober 1997), Gavin Porter (hilang 1998), Fred Brooks (hilang September 1998), Gary O’Dwyer (hilang November 1998), Elizabeth Haydon, dan David Johnson (hilang Mei 1999).

Beberapa nama dilaporkan resmi sebagai orang hilang ke kantor polisi seperti Elizabeth, namun beberapa korban lain hanya diketahui keluarga tengah berlibur atau pindah ke luar kota.

Baca Juga: Kisah Mazlan Idris, Politikus yang Tewas Karena Ingin Tongkat Soekarno

Sementara pemeriksaan jasad korban dalam tong dilaksanakan, penggeledahan kembali dilakukan di rumah John, Robert, dan Mark.

Ekskavasi di sekitar kediaman John di Waterloo Corner menemukan dua korban lain, yakni dua jasad perempuan dan laki-laki terpotong-potong yang terkubur di halaman belakang rumahnya.

Pemeriksaan forensik mengidentifikasi jenazah perempuan korban mutilasi itu sebagai Suzanne Allen (47). Suzanne adalah teman dan tetangga John.

Tiga tahun sebelum jenazah Suzanne ditemukan, seorang tetangga melihat John, Robert, dan Mark mengangkut sofa-sofa milik Suzanne dan kantong sampah besar ke dalam truk.

Pria-pria tidak dikenal itu mengaku dari jasa ekspedisi dan berkata Suzanne sudah pindah.

Meski janggal karena Suzanne yang ramah tidak berpamitan, si tetangga diam saja. Ia mengira mungkin Suzanne akan mampir lagi.

Tapi Suzanne tidak pernah kembali. Jasad perempuan malang yang disimpan Robert dan Mark di dalam kantong sampah itu dibawa ke gudang belakang rumah John dan dipotong-potong agar mudah dikubur di halamannya.

Baca Juga: Sebulan Buron, Prada DP yang Bunuh dan Mutilasi Pacarnya Dikabarkan Ditangkap, Ini Fakta Penangkapannya

Namun dari pemeriksaan lanjutan, didapati bahwa Suzanne tidak tewas karena dibunuh, melainkan karena serangan jantung.

Di persidangan, John mengaku menguburkan Suzanne untuk melanjutkan alibi sang perempuan pindah ke rumah lain.

Di samping membawa jenazah perempuan itu ke rumahnya, ia juga mengambil kartu dana pensiun Suzanne untuk dicairkan tiap bulan.

Agar pencairan berhasil, ia menyuruh Elizabeth Harvey Bunting, istri John, untuk menyamar sebagai Suzanne di loket dana pensiun.

Uang itu mereka pakai untuk makan sehari-hari.

Jenazah pria yang ditemukan bersama mayat Suzanne diidentifikasi sebagai Ray Davies.

Pria dengan gangguan mental ini tinggal di karavan di belakang rumah Suzzane.

Pada Desember 1995, para tetangga tidak pernah lagi melihatnya di sekitar perumahan.

Namun hilangnya Ray tidak pernah dilaporkan ke polisi karena tetangga mengira Ray berkeliaran ke tempat yang jauh dan lupa jalan pulang.

Ray sebenarnya mantan tunangan Suzanne, tapi hubungan mereka kandas.

Suzanne mengira Ray adalah seorang pedofil saat melihat pria itu memegang-megang lengan cucunya yang masih berusia 5 tahun ketika singgah ke rumah.

Prasangka ini diceritakan Suzanne pada John.

Sayangnya, ia bercerita pada orang yang salah.

Baca Juga: Oknum TNI Ini Benar-benar 'Doyan' Bikin Masalah, Mulai dari Desersi 1 Tahun, hingga Jadi Pedofil dan Culik 6 Siswi SD

Benci yang mengakar

John benci pedofil, apalagi pedofil homoseksual.

Ketika berumur delapan tahun, ia dilecehkan kakak laki-laki temannya di rumahnya sendiri.

Mimpi buruk itu mengikuti bertahun-tahun, tapi tak pernah ia ungkapkan pada siapa pun.

Ia malu sekaligus marah.

Tapi kemarahan John punya penyaluran lain.

Sejak kejadian itu, John mengumpulkan serangga di sekitar rumahnya.

Serangga apa pun bisa, meskipun favoritnya adalah laba-laba punggung merah yang bersarang di bawah rumahnya.

Serangga-serangga itu bukan untuk dipelihara.

John akan menjatuhkannya ke dalam berbagai botol cairan—minyak rem, asam klorida, asam nitrat, dan klorin—lalu mencatat mana saja yang paling efisien membunuh mangsanya; bahan itu yang akan John gunakan lagi di penyiksaan selanjutnya.

Ibu dan ayah John hanya tahu anaknya yang juara kelas dan rajin di sekolah ini suka iseng mengadakan “percobaan kimia” di belakang rumahnya.

Baca Juga: Jika Ada Orang yang Membenci Anda Tanpa Alasan, Jangan Terlalu Galau, Itu Sudah Hukum Alam

Terkadang terdengar John menjerit kesenangan dan tertawa terbahak-bahak bersama seorang teman kecil jika tubuh serangga tangkapannya menggelepar kencang atau hancur dengan cepat.

Kebencian John akan pedofil homoseksual yang terpendam lama kembali membara ketika ia dan istri pertamanya pindah rumah ke Salisbury North pada Desember 1991.

Saat itu ia berusia 25 tahun.

Di daerah pinggiran Adelaide itu ia bertemu dengan Barry Lane dan Robert, sepasang kekasih sesama jenis yang tinggal dekat rumahnya.

Semula John ingin memperlihatkan kebenciannya pada Barry dan Robert.

Rencananya berubah ketika sadar Barry terlihat jauh lebih tua dari Robert.

Tidak butuh waktu lama bagi John yang tampak ramah untuk mengorek cerita dari Robert bagaimana ia dan Barry bisa berpacaran.

Pasangan ini sering dirundung beberapa tetangga yang homofobia, sehingga mendapat teman bicara adalah hal yang menyenangkan bagi Robert dan Barry.

Robert bercerita bahwa pada umur 7 tahun, ia mencoba bunuh diri karena dilecehkan anak remaja kerabat keluarga.

Meskipun ia gagal meninggal dengan menenggak obat tidur ibunya, Robert yang periang berubah jadi pendiam dan takut dengan anak remaja laki-laki.

Baca Juga: Ngeri! Seorang Wanita Diciduk Karena Terbukti Lakukan Praktik Pedofilia di Tempat Penitipan Anak

Ia juga tidak bisa konsentrasi di sekolah.

Suatu hari ketika umurnya menginjak 14 tahun, ia bertemu Barry, transeksual pedofil 31 tahun yang kala itu suka memakai baju perempuan.

Barry seringkali merayu dengan memberinya hadiah dan makanan, sehingga ia tidak menolak saat Barry mengajaknya kabur dan tinggal bersama.

Pelecehan seksual yang juga dialami John semasa kecil memantik simpatinya pada Robert.

Ia merasa Robert bukan homoseks, tapi terkena perangkap Barry.

John pun merasa harus menyelamatkan Robert dari jerat Barry.

Pelan-pelan ia menanami pikiran Robert bahwa pedofil harus diberantas, termasuk Barry.

Di sisi lain, John tidak serta merta memperlihatkan kebenciannya pada Barry.

Baca Juga: Cerita Kriminal: Celaka 13 dan Kelihaian Si Juru Ketik

Baginya, Barry pasti tahu pedofil di daerah mereka—John berencana untuk membunuh mereka semua.

John juga berkenalan dengan Mark yang ditemuinya di kursus las.

Pria pendiam yang sering melamun ini cepat cocok dengan John dan tidak lama kemudian mereka menjadi teman dekat.

Ia dan Robert sering menginap di rumah John yang saat itu sudah pisah dengan istrinya.

John kemudian jadi dekat dengan Elizabeth Harvey. Janda 38 tahun ini tinggal dengan keempat anaknya.

Salah satunya adalah James Vlassakis.

Tidak lama setelah ibunya berpacaran, James meminta John untuk menjadi ayahnya.

Di mata James, John adalah pahlawan yang menyelamatkan ibu, dirinya, dan saudara-saudaranya.

James sendiri dilecehkan ayah kandungnya dan kakak tirinya sejak kecil.

Perhatian John, mulai dari mengajari main basket dan naik sepeda motor, membuatnya merasa menemukan sosok ayah dan keluarga laki-laki sesungguhnya yang belum pernah ia dapatkan.

Pada umur 15 tahun, James ikut tinggal di rumah John lainnya di Murray Bridge.

Saat itulah John mulai mencekokinya dengan kebencian pada pedofilia dan homoseks.

Baca Juga: Tentara Pecinta, Pasukan Elit Yunani yang Terdiri dari 150 Pasangan Homoseksual

Dinding laba-laba

Di dinding kamar rumahnya, John menempel kertas-kertas catatan kecil.

Di kertas itu tertulis nama-nama orang yang diduga pedofil homoseksual. Beberapa nama diketahuinya dari Barry.

Kertas itu dihubungkan dengan benang wol biru dan merah muda membentuk pola seperti jaring laba-laba. John menamainya dinding laba-laba.

Dalam bahasa slang Australia, laba-laba batu adalah istilah untuk pedofil.

Pada 1995, John mulai rutin mengajak James mencorat-coret dinding rumah tetangga yang mereka duga pedofil dengan cat semprot.

Setahun kemudian, John mengaku pada anak tiri kesayangannya itu bahwa ia pernah membunuh seorang pria yang ia yakini pedofil.

Pria itu adalah Ray Davies, yang kelak ditemukan terkubur di belakang rumah bersama jasad Suzanne.

Agar James tak takut pada tindakannya, John juga menjelaskan bahwa ibu James juga “setuju” dengan membacok kaki Ray dan Robert turut ikut mencekik.

Setelah James tampak memaklumi tindakannya, John mulai terang-terangan memperlihatkan sisi kelamnya.

Salah satunya saat program dokumenter kriminal di TV membahas kasus Clinton Trezise, pria yang ditemukan terkubur pada 1994 di padang pasir dekat Lower Light.

Saat menonton, John tertawa girang, “Itu karyaku!”

John membunuh Clinton yang diduganya pedofil pada 1992.

Setelah berpura-pura mengundang teman Barry ini ke rumahnya untuk silaturahmi, ia memukulkan cangkul ke belakang kepala Clinton hingga tewas.

Barry membantu mengangkut Clinton dalam balutan karpet ke Lower Light karena takut menjadi target John selanjutnya.

Ketakutan Barry terjadi. Setelah info-info dasar tentang pedofil homoseks terkumpul, pada Oktober 1997, Barry diikat Robert, John, dan Mark di rumahnya.

Ia dipaksa menelepon ibunya dengan berpura-pura pamit pindah ke Queensland.

Setelah disiksa sampai tewas, badannya dimasukkan ke salah satu tong.

Baca Juga: Kisah Boneka Barbie yang Jadi Pembongkar Kasus Pembunuhan Rumit Seorang Gadis 6 Tahun

Dalam kesaksian James di persidangan, John dan Robert tampak kesenangan saat Barry tewas.

“Seperti anak kecil masuk toko mainan,” katanya.

Beberapa bulan setelah pembunuhan Barry, Robert rutin mengambil dan dana jaminan sosial Barry via mesin ATM dan memakainya untuk kebutuhan sehari-hari.

Korban selanjutnya adalah Thomas Trevilyan, remaja dengan gangguan skidzofrenia.

Robert kesal dengan Thomas karena membuat takut anak kandungnya dengan seorang perempuan saat memegang-megang pisau.

Trevilyan juga menjadi beban di mata tiga sekawan penjahat ini karena tidak sengaja melihat Barry yang pingsan diseret masuk ke rumah.

Thomas ditemukan tewas dengan tubuh tergantung di pohon dekat Kersbrook, Adelaide pada November 1997.

John menyamarkan pembunuhannya dengan membuat Thomas seolah mati gantung diri.

Setelah menghabisi Thomas, sasaran selanjutnya adalah teman James, Gavin Porter.

Korban narkoba ini disebut John sampah karena memengaruhi anak tirinya untuk memakai ganja dan heroin.

Setelah mencekik Gavin hingga tewas di rumahnya, John meletakkan jasad Gavin di atas tong yang saat itu disimpan di gudang. Saat temannya tewas, James tengah pergi berbelanja dengan adiknya.

Ketika James kembali, John menyuruhnya melihat apa yang ada di dalam tong.

“John bilang Gavin adalah pengaruh buruk dan pantas mati,” ujar James di persidangan.

Tong Gavin berdiri di samping tong berisi Barry dan Michael Gardiner.

Baca Juga: Ada yang Berisi Lusinan Mayat Berusia 2.000 Tahun, Inilah Gua-gua Misterius Nepal di Dinding Tebing

Michael adalah teman Barry yang dibunuh John pada 1997 karena terang-terangan mengaku gay.

Tong itu berbau busuk, tapi John dan Robert tidak menciumnya karena penciuman mereka rusak sejak kecil.

James yang merasa terperangkap dalam jerat John kemudian membantu ayah tirinya memasukkan jasad Gavin ke dalam tong.

Ia juga berbohong pada orang-orang yang menanyakan keberadaan Gavin, menyebut temannya pindah ke tempat lain.

Dana jaminan sosial Gavin juga ditarik dan dipakai John tiap bulan.

Agustus 1998, James untuk pertama kalinya dipaksa ikut dalam pembunuhan. Targetnya adalah Troy Youde, kakak tiri James yang melecehkannya sejak kecil. “John tidak pernah suka Troy, bahkan sebelum dia tahu Troy melecehkan saya,” ujar James di persidangan.

Malam pembunuhan itu, James dibangunkan oleh John.

“Ini saatnya membalaskan dendammu,” ujar John.

Troy kemudian dipukul saat tidur. Setelah diseret ke kamar mandi, ia dipaksa menyebut nomor pin jaminan sosialnya seperti korban-korban lain. Ia pun disiksa sambil sampai mati dan dimasukkan ke dalam tong.

Baca Juga: Hasni Jadi Budak Seks Dukun Jago Setelah Dicuci Otak: Bagaimana Cara Kerja Cuci Otak? Bisakah Disembuhkan?

Tidak hanya pedofil

Berbeda dengan pengakuan John dan Robert yang membunuh karena ingin “menyelamatkan lingkungan” dari pedofil homoseks, korban-korban selanjutnya bukanlah salah satu dari keduanya.

Salah satunya Fred Brooks, anak Gail Sinclair dan keponakan Garion serta Elizabeth Haydon yang memiliki keterbelakangan mental.

John menuduhnya ‘terlihat seperti pedofil’ dan menyiksanya hingga tewas pada 1998.

Gail tidak tahu dan menyangka anaknya hilang karena menerima telepon dari seseorang yang mengaku sebagai Fred.

Orang itu berkata agar Gail “tidak perlu mencarinya lagi.”

Setelah Fred, seorang tetangga bernama Gary O’Dwyer juga tewas di tangan John, Robert, dan Mark.

Gary adalah pria pincang dengan gangguan mental yang sering berjalan di sekitar rumah mereka.

“John bilang ia hanya ingin ‘bermain’ dengan Gary,” ujar James.

Tidak lama setelah Gary tewas, Elizabeth Haydon menjadi korban selanjutnya. John membenci istri temannya ini dan menyebutnya rendahan.

John dan Robert menyeret Elizabeth ke kamar mandi dan menyiksanya hingga tewas.

Sementara itu, Mark yang bosan dengan istrinya menyetujui pembunuhan ini dan mengajak Gail ke kota agar tidak mengganggu rencana pembunuhan kakaknya.

Korban terakhir gerombolan ini adalah David Johnson, kakak tiri James.

Baca Juga: Kisah Tragis Marry, Dikurung di Kandang Anjing Hingga Kelaparan dan Tewas Oleh Ibu Tiri

John menyuruh James merayu David agar mau diajak ke bangunan bank di Snowtown karena ada banyak komputer bekas yang bisa diambil David.

Sesampainya di sana, David disiksa sampai tewas. David adalah satu-satunya korban mereka yang dibunuh di Snowtown.

Ketika detektif menemukan jasad para korban pada 20 Mei 1999, mereka juga menemukan borgol, pisau, dan barang-barang penyiksaan lainnya.

Di barang bukti itu, tertempel DNA dan sidik jari para pelaku: John, Robert, Mark, dan James.

Pada Juli 2002, James (22) yang terlibat dalam pembunuhan Troy, Fred, Gary, dan David dijatuhi hukuman seumur hidup.

Karena mau berkoordinasi sebagai saksi kunci, ia diberikan masa nonremisi 26 tahun.

Mark yang membantu tujuh pembunuhan dan menutupi perkara dijatuhi kurungan 25 tahun dan masa tanpa pembebasan bersyarat selama 18 tahun.

Sementara itu pada Oktober 2003, John (37) dan Robert (31) dijatuhi hukuman seumur hidup.

Meski hampir semua pembunuhan yang dilakukan John dan temannya terjadi di Adelaide, stigma sebagai lokasi pembunuhan berantai tersisa bertahun-tahun di Snowtown, tempat ditemukannya tong-tong berisi korban.

Anak-anak sekolah mengusulkan agar nama kotanya diganti saja menjadi Rosetown.

Sayangnya, nama Snowtown telah menyebar dan menyisakan jejak mengerikan di peta Australia.

Artikel ini telah terbit di Majalah Intisari dengan judul "Karena Laporan Orang Hilang"

slide 8 to 10 of 6

Artikel Terkait