Meski begitu, Wisnu secara pribadi pernah menjelaskan pada publik mengenai kesiapan Shireen jika dirinya melakukan poligami.
"Saya nggak pernah menentang, nggak benci.”
"Tapi kalau ditanya, sebagai perempuan, saya nggak sanggup dan nggak mau (suami melakukan poligami)," terang Shireen Sungkar.
Ketika berbicara mengenai poligami, isu yang berkembang bukan semata tentang hati yang terbagi.
Lebih kompleks dari itu, apa yang disebut keadilan meliputi sangat banyak sisi.
Sebuah studi yang dilakukan Dr. Rana Raddawi, professor di Departemen Bahasa Inggris American University of Sharjah tentang perasaan wanita yang dipoligami, mengungkap bahwa wanita yang dipoligami sering menderita emosi negatif.
Perasaan tersebut memang sudah bisa diprediksi.
Dan, perasaan wanita-wanita itulah yang seharusnya menjadi pijakan awal saat pria berencana menikah lagi.
Dari hasil surveinya, Dr. Raddawi juga menemukan bahwa banyak dari wanita yang dipoligami ini merasa diabaikan dan cemburu.
Lebih lanjut, perasaan ini memancing emosi-emosi negatif berkembang dalam diri wanita tersebut.
“Mengapa saya melakukan penelitian tentang poligami?”
“Karena saya punya banyak kenalan dan anggota keluarga yang terlibat dalam poligami. Dan, banyak dari mereka menderita,” ungkapnya.
Ia pun mengaku, selama ini ia menyaksikan konsekuensi yang menyedihkan.
“Seorang wanita tak punya tempat tinggal dan tak punya dukungan keuangan karena poligami.”
Maka, ia memfokuskan penelitiannya pada emosi-emosi negatif yang dialami wanita-wanita dalam pernikahan poligami.
Ia mengungkap, saat pria yang poligami memiliki kewajiban untuk memperlakukan setiap istri dengan keadilan, kewajaran, dan kesetaraan, buktinya banyak responden yang mengaku bahwa kondisi itu tak terjadi pada dirinya.
Hak-hak itu banyak yang tak dilakukan.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR