Advertorial
Intisari-Online.com -Pernikahan Happy Salma denganTjokorda Bagus Dwi Santana Kerthyasa yang merupakan seorang keturunan Raja Bali kerap menjadi sorotan.
Terbaru, pasangan yang telah menikah selam 8 tahun dan dikaruniai sepasang putra dan putri tersebut, menjadi sorotannetizen setelah kondisi rumahnya yang sederhana dan bernuansa pedesaan terlihat melalui media sosial.
Ada satu hal yang dianggap paling menarik dari rumah tersebut, yaitu keberadaan kandang ayam di halaman belakang rumah tersebut.
Meski terlihat sangat alami, faktanya memelihara ayam di rumah justru dianggap sangat berbahaya bahkan sampai diibaratkan sebagai 'bom waktu'.
Baca Juga: Jangan Lagi Cuci Daging Ayam Mentah Sebelum Masak, Bahayanya Sangat Fatal!
Para pakar penyakit menular di Australia mengatakan, hobi memelihara ternak di belakang rumah atau yang kandangnya berdekatan dengan rumah bisa memicu bom waktu penyebaran wabah penyakit.
Direktur penelitian lembaga studi CSIRO di Australia, Paul De Barro, mengatakan bahwa wabah penyakit yang dibawa ayam, babi atau kambing berisiko tinggi mengancam jiwa manusia.
Hewan peliharaan, khususnya di pinggiran kota dan kota, bisa terpapar hewan liar seperti kelelawar.
Kelelawar inilah yang membawa penyakit seperti virus Hendra atau Nipah.
Baca Juga :Pemerkosa Ini Dibunuh Oleh 'Ular Peliharaan' yang Pernah Membantunya Melakukan Pemerkosaan
"Ketika populasi urban menyebar, mereka pindah ke area hutan, area alami. Dan karena itu kita semakin dekat dekat dengan hewan liar," katanya kepadaABC.
Perubahan iklim juga dianggap sebagai faktor pemicu, di mana kita menyaksikan hewan-hewan telah mengubah perilaku mereka.
Misalnya di perkotaan semakin sering terlihat kelelawar terbang padahal 50 tahun lalu hal ini tidak dijumpai.
"Ketika kita mendapatkan perubahan ini, risiko penyakit dari hewan ke manusia semakin meningkat," ujar dia.
Baca Juga :Demam Emas, Banyak Penjarah di Timur Tengah Pelihara Jin untuk Temukan Harta Karun
Wabah sulit diprediksi dan dibendung
Menurut Dr de Barro, risiko penyebaran penyakit dari hewan ke manusia juga bisa dialami mereka yang tinggal di perkotaan.
Misalnya di Australia ketika ada wabah flu burung, pihak berwenang sulit mendeteksi dari mana asalnya. Sebab tiak ada pendataan kepemilikan hewan di negara itu.
Hal semacam inilah yang menurut Barro membuat wabah penyakit sulit dibendung.
"Yang tidak kita ketahui adalah kapan (wabah penyakit) muncul, kita tidak tahu frekuensinya, dan kita bahkan tidak tahu skala atau konsekuensinya," katanya.
"Bisa jadi ada beberapa orang yang jadi korban atau mungkin ratusan orang meninggal."
Barro menambahkan, para ahli masih belum bisa memahami bagaimana sebuah penyakit bisa berpindah dari hewan liar ke hewan peliharaan kemudian berakhir di manusia.
"Pengawasan yang kita miliki untuk penyakit-penyakit yang disebarkan oleh hewan ke manusia belum memadai," kata Dr de Barro.
"Saya tidak bisa menjelaskan mengapa, atau dalam kondisi apa, virus seperti Hendra bergerak dari kelelawar menular ke kuda lalu berakhir ke manusia. Jadi sulit untuk membuat prediksi seputar kemungkinannya," terangnya.
Survei nasional terhadap satwa liar yang terus berlangsung dan penyakit yang mereka bawa sangat penting untuk mengurangi risiko, kata Dr De Barro.
"Kami tidak benar-benar tahu penyakit apa yang ada pada burung asli, marsupial, kelelawar," katanya.
"Dan kami tidak memantau frekuensi penyakit-penyakit ini, jadi saya tidak bisa menjelaskan apakah penumpukan virus pada hewan tertentu di pinggiran kota tertentu."
Dr de Barro mengakui wabah jarang terjadi di Australia, tetapi dia memperingatkan bahwa peluang hal itu terjadi ada di sekitar kita.
"Di sebelah utara kita adalah 'wilayah panas' Asia, yaitu Asia Tenggara di mana sering terjadi penyebaran wabah penyakit karena ada warga hidup berdampingan dengan babi dan unggas dan hewan liar lainnya," katanya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hobi Pelihara Hewan di Belakang Rumah Bisa Jadi Bom Waktu Mematikan".