Advertorial

Temuan Ilmuwan, Tinja Digunakan untuk Mengobati Depresi, Ini Penjelasannya!

K. Tatik Wardayati
,
Tatik Ariyani

Tim Redaksi

Para ilmuwan menemukan bahwa memindahkan tinja dari satu sumber ke pasien lain dapat membantu mengobati gangguan kejiwaan.
Para ilmuwan menemukan bahwa memindahkan tinja dari satu sumber ke pasien lain dapat membantu mengobati gangguan kejiwaan.

Intisari-Online.com – Para ilmuwan telah menemukan bahwa memindahkan tinja dari satu sumber ke pasien lain berpontesi dapat membantu mengobati gangguan kejiwaan seperti depresi.

Ups…. jangan berpikir yang tidak-tidak dulu. Bukan seperti yang Anda bayangkan dan pikirkan.

Ada cara “bersih” dan aman untuk mendapatkan transplantasi feses seperti yang dimaksud para ilmuwan tadi.

Baca Juga : Anak yang Kelebihan Berat Badan Berisiko Kecemasan dan Depresi

Sebuah penelitian baru yang diterbitkan dalam jurnal Molecular Psychiatry menunjukkan bahwa pada hewan, transplantasi bakteri usus dari subjek yang tidak stres dengan mereka yang terpapar stres dapat meningkatkan kondisi mental yang terakhir.

Para peneliti mengatakan temuan mereka dapat membantu menciptakan perawatan probiotik untuk gangguan kejiwaan manusia.

"Pada tikus yang menunjukkan perilaku tipe depresi dalam uji laboratorium, kami menemukan bahwa stres mengubah microbiome usus mereka - populasi bakteri dalam usus," Seema Bhatnagar, ketua peneliti dan ahli saraf di Departemen Anestesiologi dan Perawatan Kritis di Children's Hospital Philadelphia (CHOP), mengatakan dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir dari medicaldaily.

Baca Juga : Diduga Depresi Tak Bisa Beri Nafkah Batin Istrinya, Pria Ini Ditemukan Gantung Diri

Sebelum penelitian, telah diketahui bahwa otak dan usus saling mempengaruhi.

Pada manusia, pasien dengan gangguan kejiwaan memiliki mikroba usus yang unik dalam tubuh mereka dibandingkan dengan mikroba pada individu yang sehat.

Tim Bhatnagar berfokus pada mekanisme yang terkait dengan peradangan otak, mikrobioma, dan stres.

Baca Juga : Benarkah Stres Bisa Sebabkan Kanker? Ini Jawaban dan Peringatan dari Para Ahli

Untuk penelitian mereka, para peneliti menganalisis mikrobioma fekal tikus stres, tikus tangguh, kelompok kontrol yang tidak stres dan kelompok plasebo.

Hasil menunjukkan bahwa subjek hewan dengan masalah mental memiliki proporsi bakteri tertentu yang lebih tinggi, seperti Clostridia, daripada kelompok lain.

Kelompok yang stres kemudian menerima transplantasi tinja dari tiga kelompok donor sehat yang tidak pernah mengalami stres.

Baca Juga : Bisakah Varian Genetik Memprediksi Risiko Depresi pada Remaja?

Para peneliti menemukan bahwa mikrobioma asing mengubah perilaku depresi pada penerima. Namun, transplantasi tidak menyebabkan perubahan dalam perilaku tikus dengan kecemasan.

Tim menyarankan perilaku tipe depresi lebih diatur oleh mikrobioma usus, sementara perilaku tipe kecemasan mungkin dipengaruhi oleh perubahan aktivitas saraf yang dihasilkan oleh pengalaman stres.

Baca Juga : Seorang Ibu Bunuh Diri karena Depresi Pascamelahirkan: Kenali Gejala Depresi Pascamelahirkan, Sebelum Terlambat

"Meskipun masih banyak penelitian yang masih harus dilakukan, kami dapat membayangkan aplikasi masa depan di mana kami dapat meningkatkan pengetahuan tentang interaksi microbiome-otak untuk mengobati gangguan kejiwaan manusia," kata Bhatnagar.

"Jika kita akhirnya bisa memvalidasi efek perilaku menguntungkan dari bakteri tertentu, kita bisa mengatur panggung untuk perawatan psikiatris baru."

Artikel Terkait