Advertorial
Intisari-Online.com - Dari situs lariku.info, untuk 2019 ini sudah terdaftar lebih dari 160 lomba lari di seluruh penjuru Nusantara. Dari lomba berskala internasional seperti Bali Marathon, Jakarta Marathon, dan Borobudur Marathon yang pasti diikuti pelari-pelari top dari banyak negara, sampai lomba lari berskala lokal seperti di Agam, Sumatra Barat; Ngawi, Jawa Timur; Gowa, Sulawesi Selatan; hingga Lombok, NTB.
Lari sudah menjadi gaya hidup sehat saat ini. Komunitas lari tumbuh di banyak perusahaan dengan ragam fasilitas yang dikucurkan perusahaan yang bersangkutan. Komunitas ini akan kentara saat mengikuti lomba karena jersey (baju lari) yang mereka kenakan, juga backdrop yang kadang mereka bentangkan usai finish berlari. Bagi perusahaan tentu menguntungkan, sebab dapat promosi dan karyawan yang bugar.
Sementara, para peserta lomba datang dengan beragam alasan. Ikut tren, demi bisa eksis di dunia maya, sampai ingin mencetak personal best atau catatan waktu terbaik. Namun hampir pasti, tujuan akhir dari mereka menekuni olahraga lari ini adalah demi badan sehat dan bugar. "Kalau sehari enggak lari, badan malah terasa sakit,” kata teman yang tiap hari rutin minimal lari sejauh 5 km.
Di balik gegap gempita lomba lari itu, tentu ada penyelenggara lomba (EO) yang berjibaku sebelum, sesaat, dan sesudah lomba itu. Di situs lariku.info bisa dilihat sebagian nama-nama EO itu. Salah satunya Idea Run.
Baca Juga : Kunci Panjang Umur dan Bahagia: Cukup Rutin Lari 5 Menit Saja, Mau?
Lomba sebagai PR
Idea Run di bawah bendera PT Idea Kita Bersama termasuk baru berkecimpung di dunia lari. “Sebagai entitas bisnis, kami resmi berdiri pada Mei 2016. Namun sebelumnya, kami sudah menangani beberapa lomba lari di lingkup komunitas,” kata Safrita Aryana, dari Idea Run, sembari menyebut beberapa lomba lari berbasis komunitas seperti Jakarta Ultra 100 (berlari ke-4 penjuru Jakarta dengan total jarak 100 km), Komando Run 1 (dalam rangka ulang tahun Kopassus), dan Palace to Palace (lari sejauh 72 km dari Istana Bogor ke Istana Negara Jakarta).
Sebagai pendatang baru, tentu Safrita harus menawarkan sesuatu yang berbeda dibandingkan dengan EO lainnya. Dari pengalamannya selama berlari sejak 2013 dan telah ikut beberapa lomba lari, ia memperoleh ide: lomba lari bisa menjadi eksekusi sebagai program public relation (PR). Apalagi latar belakang Safrita adalah konsultan PR. “Jadi, lomba lari bukan sekadar ngumpulin orang, dikasih nomor BIB, lalu lari, selesai. Di baliknya ada pekerjaan besar dengan tujuan untuk branding.”
Dari surveinya dengan bertanya ke race organizer (RO) senior, Safrita melihat belum ada satu pun RO yang mengerjakan semuanya dalam satu ayunan langkah. Mereka kebanyakan fokus di lomba larinya saja. Tidak memikirkan aktivitas lain seperti publikasi dan sosialisasi. Mantaplah Safrita untuk menjadikan Idea Run sebagai “one stop shopping” dalam hal lomba lari.
Safrita lalu membagi tiga bagian setiap event yang ditangani Idea Run: sebelum, selama, dan sesudah. “Beberapa race management yang aku lihat tidak menangani registrasi, dan diserahkan ke vendor lain. Begitu juga tidak mengurusi properti, seperti BIB (nomor dada) atau gerbang Start/Finish yang dikerjakan oleh pihak lain. Jadi race management hanya mengurusi lomba larinya dari start sampai finish. Idea Run tidak begitu. Tapi me-manage dari awal sampai akhir. Koordinasi jadi bagus. Tak perlu ribet untuk menghubungi banyak pihak untuk memperoleh harga yang kompetitif,” tutur Safrita.
Selain menangani semua lini, Idea Run menawarkan kebaruan-kebaruan dalam lomba lari. Seperti acara “Road to …” yang kini mulai ditiru banyak EO lainnya. “Waktu itu kami bikin untuk Komando Run yang pertama. Acara Road to Komando Run lari dari Lapangan Banteng ke fX Sudirman. Beberapa anggota Kopassus dengan memakai baju olahraga mereka, berlari bersama. Kegiatan ini kan membuat orang langsung timbul pertanyaan. Ada acara apa dengan Kopassus?” kata Safrita. (Pada lomba Komando Run selanjutnya, acara Road to Komando Run tetap melibatkan anggota Kopassus.)
Selain acara “Road to ...”, kebaruan lain yang ditawarkan Idea Run adalah adanya sweeping pacer. Di banyak lomba, biasanya ada pacer untuk waktu tertentu. Misal, di kategori setengah marathon (HM) ada pacer 2.0, yang berarti kalau kita bisa finish bersama pelari pacer tersebut, waktu tempuh setengah marathon adalah 2 jam.
Nah, kalau sweeping pacer ini berada di barisan paling akhir sesuai waktu tempuh yang ditetapkan (cut off time/COT). Konsepnya no left behind. Pacer ini juga menjadi alarm pelari jika dia tidak bisa mengikuti pacer itu, siap-siap saja diangkut tim evakuasi.
Jika ada peserta yang bisa memecahkan rekor pribadinya di lomba itu, Idea Run menyediakan bel PB yang bisa dibunyikan. Ini sebuah inovasi menarik. “Pertama kali kami coba di Desari Run 2018 (lomba lari di sepenggal jalan tol Depok – Antasari sebelum digunakan untuk umum),” kata Safrita.
Baca Juga : Benarkah Olahraga Lari Merusak Lutut?