Advertorial
lIntisari-Online.com - Cuitan desainer muda Selphie Usagi Minggu 13 Januari mendadak ramai dipebincangkan oleh warganet karena secara terbuka mengungkapkan kriteria calon suami yang dicarinya.
Lewat Twitter, Selphie menyampaikan:
“Aku nyari laki 30thn ke atas, penghasilan minimal 30jt/bulan, good looking, good in bed, good person, not really religious, kl bs duda aja lah jd udah pengalaman,” ungkap Selphie lewat akunnya @selphieusagi.
Kicauan tersebut langsung mendapat berbagai respons pro dan kontra.
Baca Juga : Bagaimanakah Urusan Ranjang pada Pasangan dengan Istri Berusia Jauh Lebih Muda dari Suami?
Ada yang menganggap gaji tersebut terlalu tinggi dan wanita yang demikian dianggap "matre".
Di lain pihak, banyak yang menilai penetapan kriteria bagi calon suami sah-sah saja dilakukan oleh perempuan.
Menurut relationship coach dari KelasCinta.com, Lex DePraxis, wanita yang menetapkan kriteria untuk calon pasangannya justru bagus dan itu hal yang wajar.
“Justru ini sangat baik, Terlepas dari nilai itu, (tweet) ini kan menjadi ramai karena angka Rp 30 juta dianggap besar,” kata Lex ketika dihubungi KOMPAS Lifestyle, Senin (14/1/2019).
Selain standar penghasilan, kriteria lain yang diinginkan misalnya tinggi badan, warna kulit, paras wajah, dan lainnya.
Lex mengatakan, membuat standar kriteria pasangan merupakan kesempatan bagi seorang perempuan untuk menjaring orang yang akan dipilihnya menjadi pasangan.
Tiap orang tentu memiliki target spesifik yang berbeda-beda.
Sebaliknya, tidak punya standar kriteria pasangan sama sekali dan cenderung pasrah justru merupakan tindakan keliru.
Misalnya, dengan menanamkan pada diri bahwa diri kita hanya membutuhkan jodoh yang apa adanya.
“Mencari pasangan kan seumur hidup. Kalau kita ingin menjalani hubungan serius, kita pasti cari yang terbaik yang kita tahu,” ucap Lex.
Ia mengibaratkan dengan rencana naik gunung yang memiliki risiko besar, tentu kita harus membuat persiapan matang.
"Saat membeli peralatan kita pasti beli peralatan yang terbaik. Kita enggak bisa beli barang yang apa adanya kalau kita tahu perjalanan kita akan panjang dan berbahaya," ujarnya.
Bicara tentang gaji yang diinginkan, sebenarnya hal itu bebas saja tergantung pada gaya hidup masing-masing.
Lex mencontohkan, Selphie mungkin saja memiliki ekspektasi hidup tertentu, sehingga target hidupnya akan menentukan standar penghasilan dari pasangan hidupnya.
Misalnya, ia ingin anaknya kelak bisa disekolahkan di sekolah dengan level tertentu atau ingin sering bepergian ke luar negeri.
“Jadi apakah realistis, mesti tanya dulu targetnya seperti apa. Kalau menurut dia enggak apa-apa sekolahnya bisa negeri, enggak perlu punya mobil, rumah tipe kecil enggak apa. Kalau bayangan dia seperti itu, lalu mengharapkan kategori suami seperti tadi dengan gaji Rp 30 juta, itu kan kayak kejauhan,” tutur Lex.
Mencari orang yang tepat untuk dijadikan pasangan hidup bukanlah perkara mudah.
Ada beberapa hal yang harus kita lakukan.
1. Kebutuhan spesifik diri kita.
Sebab, setiap orang memiliki kebutuhannya masing-masing dan belum tentu sama seperti orang lain. Sehingga, diharapkan pasangan hidupnya kelak bisa melengkapi dirinya.
2. Orang terbaik.
Mencari pasangan hidup, kata Lex, tidak bisa menggunakan istilah “apa adanya”.
Pernikahan yang “apa adanya” itu justru berpotensi tidak cocok lebih besar.
“Tentu tidak ada yang mau gagal, kan? Beli sepatu saja yang setiap tahun ganti, kita cek dulu pada penjaga toko. Apalagi memilih pasangan yang seumur hidup, masa enggak rewel,” ujar Lex. (Nabilla Tashandra/Kompas.com)
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul: Salahkah Pasang Standar Gaji Tinggi untuk Calon Suami?