Demikian pula yang terjadi pada klan Christin Mary Deddeh Attoh dari Dansoman, sebuah daerah pinggiran Kota Accras.
Mary Deddeh seorang wanita Afrika berusia 85 tahun, dipandang sebagai seorang ibu sejati, seorang wanita bisnis punya yang membesarkan sebelas anak. Dia aktif dalam kegiatan di desa itu.
Kesebelas orang anak itu sudah memutuskan untuk memasukkan dia ke dalam peti mati berbentuk ayam betina yang sedang melindungi kesebelas anaknya. Peti mati itu sudah disiapkan di rumah duka.
Doa litani dibacakan dan terdengar nyanyian kaum wanita. Sambil bernyanyi penduduk ikut mengarak keempat pria yang dengan perlahan mengangkut ayam-ayaman itu melewati jalan raya utama di Dansoman menuju ke tempat pemakaman, yaitu sebuah daerah di pinggiran kota.
Peti ayam itu kemudian dimasukkan ke dalam lubang kubur. Pendeta membacakan doa, sementara gumpalan tanah pertama berjatuhan seperti air mate di atas ayam-ayaman ltu.
Seminggu kemudian di Osu, di daerah pinggiran kota yang padat dengan penduduk nelayan di Accra, seluruh penduduk di daerah ltu berbondong-bondong datang untuk menyaksikan suatu upacara pemakaman.
Tsui Tse adalah orang kaya dan para nelayan datang pada dia kalau mereka membutuhkan jimat atau "slametan". Setelah menyanyi 24 jam, menangis dan kesurupan menghadapi mayat, empat orang wanita dukun dengan bagian tubuh sebelah atas dan dada penun goresan, mereka menglringi mayat dan pelayat menuju ke tempat pemakaman.
Untuk peti matinya, keluarganya sudah memesankan perahu, yang dihiasi dengan sepuluh pendayung. Perahunya mirip dengan yang dimiliki oleh Tsui Tse dan dianggap sebagai "kerajaan"nya.
Seperti penanam bawang di Bortianor dan seperti wanita tua di Dansoman, penguburannya juga memakai upacara dengan menirukan gaya almarhum semasa hidupnya. Lengkap dengan alkohol dan penutup yang dihiasi khusus.
Baik klan Tsui Tse, Mary Deddeh Attoh maupun Tse Obaneh tentu saja dalam waktu singkat menghamburkan demikian banyak biaya. Tujuannya agar menyelamatkan si mati atau paling tidak memudahkannya menuju dunia lain. (Thierry Seeretan)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi November 1988)
(Baca juga: Mengharukan, Ibu Ini Rela Mengandung Cucunya Sendiri karena si Menantu Tidak Memiliki Rahim Lagi)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR